Ribuan anak di India menjadi yatim piatu karena orangtua mereka meninggal terinfeksi Covid-19. Banyak di antaranya yang tak memiliki kerabat. Di tengah tragedi hidup itu, mereka menjadi target perdagangan anak.
Oleh
Luki Aulia
·4 menit baca
Tripti dan Pari, dua anak kembar berusia 6 tahun asal India, tertidur pulas di sebelah ibu mereka tanpa menyadari ibu mereka ternyata telah tiada. Padahal, tiga hari lalu, Tripti dan Pari, bukan nama sebenarnya, juga sudah kehilangan ayahnya yang meninggal karena Covid-19. Kini, ibunya juga meninggal karena virus yang sama. Sejumlah tetangga menggedor pintu rumah mereka, tetapi tak ada yang membukakan. Akhirnya, tetangga serta kerabat Tripti dan Pari menyiramkan air ke arah dua bocah itu lewat jendela supaya terbangun. Selanjutnya, keduanya dibawa keluar rumah, lalu dokter memeriksa ibu mereka yang ternyata sudah meninggal.
Setelah suaminya meninggal akibat Covid-19, ibu Tripti dan Pari sedih dan tidak mau makan. Kondisi ini yang diduga dokter memperparah infeksi ibu Tripti dan Pari. Kini, Tripti dan Pari tinggal bersama paman dari ibu mereka, Ramesh Singh, bukan nama sebenarnya.
”Saya selalu bilang kepada anak-anak kalau orangtua mereka akan segera pulang. Saya belum mau memberi tahu mereka yang sebenarnya karena mereka masih terlalu kecil,” kata Ramesh.
Beberapa pekan sebelumnya, seorang bayi ditemukan tengah terbaring di samping ibunya yang sudah meninggal selama 48 jam. Tak ada tetangga atau saudara yang datang membantu, kemungkinan karena takut tertular Covid-19.
Tripti dan Pari serta bayi yatim piatu itu tak sendirian. Ribuan anak di India juga kehilangan salah satu atau bahkan kedua orangtua mereka sekaligus gara-gara gelombang kedua pandemi Covid-19.
Sebelum pandemi saja, jumlah anak yatim piatu di India sudah mencapai jutaan jiwa. Setelah pandemi, jumlahnya dikhawatirkan akan meledak. Tripti dan Pari masih mempunyai kerabat yang membantu. Namun, banyak anak yang tak punya siapa-siapa lagi.
”Anak-anak seperti itu tidak hanya mengalami tragedi emosional, tetapi juga berisiko telantar, mengalami kekerasan, dan eksploitasi,” kata Direktur Pendanaan Darurat untuk Anak-anak Perserikatan Bangsa-Bangsa (Unicef) India Yasmin Haque.
Total korban meninggal akibat Covid-19 di India sedikitnya 270.000 jiwa. Namun, jumlah sebenarnya diduga jauh lebih banyak karena banyak korban tak tertolong pihak rumah sakit dan tak terdata.
”Sejujurnya kami tidak tahu seberapa banyak warga yang tewas dan tidak tahu juga berapa banyak anak yang kini yatim piatu,” kata Akancha Srivastava, pakar keamanan siber yang membuat layanan bantuan Covid-19 untuk anak-anak.
Tak ada data resmi dari pemerintah, tetapi dari berbagai media sosial di India terlihat banyak anak yang kehilangan orangtua. Ini bisa dilihat dari banyaknya permintaan akan bantuan air susu ibu dan makanan bagi bayi yang kehilangan ibunya. Banyak juga anak yatim piatu yang ditawarkan untuk diadopsi secara ilegal di media sosial. ”Layanan bantuan saya menerima paling tidak 300 telepon dan pesan dalam sehari saja,” kata Srivastava.
Akibat banyak anak yang kehilangan orangtua, Srivastava khawatir banyak anak yatim piatu yang akan jatuh ke tangan orang atau kelompok tidak bertanggung jawab seperti jaringan perdagangan manusia. Dalam aturan hukum India, anak yatim piatu harus diawasi dan didampingi pemerintah serta tinggal di institusi resmi pemerintah seperti panti asuhan atau dinas sosial jika tidak mempunyai keluarga.
Menteri Perempuan dan Perkembangan Anak India Smriti Irani, bulan lalu, memperingatkan ada upaya-upaya tak resmi yang menjebak dan ilegal dalam mengadopsi anak-anak yatim piatu korban Covid-19. Bahkan, kantor berita AFP pernah menerima pesan di aplikasi Whatsapp yang menawarkan adopsi anak perempuan berusia 2 tahun dan bayi laki-laki berusia 2 bulan.
Menurut lembaga non-pemerintah pejuang hak anak, Yayasan Protsahan India, anak-anak yang orangtunya tewas atau positif Covid-19 banyak yang menjual sayur-sayuran di jalanan. ”Ini generasi anak-anak yang sangat tertekan dan mengalami trauma parah. Mereka akan tumbuh menjadi orang dewasa dengan kepribadian yang terganggu,” kata Sonal Kapoor dari Yayasan Protsahan India.
Anak-anak India menanggung beban yang jauh lebih berat selama pandemi Covid-19 karena banyak ditemukan kasus inses dan perdagangan seks anak. Dhananjay Tingal dari organisasi kesejahteraan anak, Bachpan Bachao Andolan, mengatakan, pihaknya menerima sedikitnya 50 telepon dalam sehari terkait kedua kasus itu.
”Ini bukan kali pertama anak menjadi yatim piatu. Namun, ini pertama kalinya anak-anak harus menghadapi persoalan seberat ini sendirian. Gara-gara pandemi, kami bahkan tak boleh memeluk anak-anak,” kata Tingal.
Banyak kelompok masyarakat sipil yang kemudian mendorong orangtua untuk menyiapkan rencana bagi anak-anaknya jika mereka jatuh sakit. Apalagi jika mereka jauh atau tak punya keluarga yang bisa membantu mengasuh anak-anaknya. Tripti dan Pari setidaknya masih mempunyai saudara yang akan mengadopsi mereka. ”Saya hanya berharap bisa membantu Tripti dan Pari menggapai impian-impian mereka,” kata Singh. (AFP/LUK)