Uskup Hong Kong Terpilih Dorong Kebebasan Beragama Tetap Terjamin
Takhta Suci telah memilih Pastor Stephen Chow Sau-yan SJ, mantan Provinsial Serikat Jesus untuk Provinsi China, menjadi Uskup Keuskupan Agung Hong Kong. Chow berjanji akan mendorong kebebasan beragama tetap terjamin.
Oleh
BENNY D KOESTANTO
·4 menit baca
HONG KONG, SELASA — Takhta Suci telah memilih Pastor Stephen Chow Sau-yan SJ (62) untuk menjadi uskup bagi Keuskupan Agung Hong Kong. Sebagai pemimpin umat Katolik di Hong Kong, Chow berjanji akan memohon kepada otoritas Hong Kong agar hak-hak kebebasan beragama di wilayah itu tetap terjamin. Chow mengaku permohonan itu akan diajukan dengan tetap mengusung sikap hati-hati, terutama terhadap Beijing karena Pemerintah China akan menindak tegas sikap dan tindakan perbedaan pendapat.
”Kebebasan beragama adalah hak dasar. Kami berharap dalam pembicaraan kami dengan pemerintah, untuk mengingatkannya, (kebebasan beragama) tidak boleh dilupakan," kata Chow kepada wartawan di Hong Kong, Selasa (18/5).
Vatikan mengumumkan terpilihnya Stephen Chow sebagai Uskup Keuskupan Agung Hong Kong pada Senin (17/5/2021). Pastor dari Ordo Serikat Jesus (Jesuit) itu akan mengisi posisi dan peran Uskup Hong Kong yang sebelumnya kosong.
Chow pernah menjabat sebagai Provinsial Serikat Jesus untuk Provinsi China. Provinsi China meliputi Hong Kong, Macau, Taiwan, dan China. Pengalaman itu yang mungkin membuat Chow sangat hati-hati menjawab setiap kali wartawan bertanya tentang perlakuan China terhadap agama dan gereja, terutama di wilayah China daratan.
”Saya rasa tidak tepat bagi saya mengomentari hal-hal seperti China yang tidak begitu saya mengerti, saya tidak memiliki cukup pengetahuan,” katanya. ”Bukannya saya takut. Namun saya percaya kehati-hatian juga merupakan sebuah kebajikan.”
Penunjukan Chow sebagai Uskup Hong Kong terjadi saat hubungan antara Takhta Suci dan Beijing cenderung ”menghangat”. Pada 2018 Vatikan mencapai kesepakatan penting dengan Beijing atas pengangkatan uskup di China daratan. Hal itu memungkinkan Pemerintah China bersuara dalam memilih uskup, sesuatu yang diyakini para kritikus sebagai langkah ”menjual” gereja bawah tanah di China yang telah lama dianiaya.
Posisi Gereja Katolik di Hong Kong kerap digambarkan terpecah dalam ”dua kubu” yang bertolak belakang secara politik. Pemberlakuan Undang-Undang Keamanan Nasional telah berkelindan dengan dinamika kehidupan warga Hong Kong, di mana posisi Gereja Katolik dilihat berada di antaranya.
Pada satu sisi, banyak umat Katolik secara tegas mendukung gerakan demokrasi. Di antara mereka ada Kardinal Joseph Zen dan taipan media Jimmy Lai yang saat ini tengah dipenjara. Pasa sisi lain ada loyalis Beijing, di antaranya Pemimpin Eksekutif Hong Kong, Carrie Lam.
Chow menyadari friksi di kalangan umat Katolik di Hong Kong, termasuk di sekolah tempat dia mengajar sebelum ditunjuk sebagai uskup. ”Persatuan itu tidak sama dengan keseragaman. Satu hal yang selalu saya sebutkan adalah persatuan dalam pluralitas, yakni menghormati pluralitas adalah sesuatu yang harus kita pelajari,” katanya.
Tetap dibekukan
Secara terpisah, Pemimpin Hong Kong Carrie Lam membela pembekuan aset milik Jimmy Lai. Langkah atas taipan media itu dinilai sebagai langkah yang diperlukan di bawah UU Keamanan Nasional dan untuk melindungi keselamatan semua orang China. Lam mengatakan kepada wartawan bahwa langkah itu sesuai dengan UU.
Menurut dia, pembekuan aset dilakukan karena aset itu mencurigakan dan dinilai dapat merusak keamanan nasional. ”Artinya, Pemerintah Hong Kong sangat serius dan ketat dalam menangani masalah keamanan nasional karena menyangkut sesuatu yang membahayakan keamanan nasional, bukan hanya keselamatan masyarakat Hong Kong, melainkan juga keselamatan 1,4 miliar orang China,” kata Lam.
Para kritikus mengatakan, UU Keamanan Nasional dimaksudkan untuk memadamkan perbedaan pendapat di wilayah semi-otonom China itu. Para pembela HAM mengatakan, UU itu dimaksudkan sebagai sarana memastikan mereka yang tinggal di Hong Kong adalah patriot China. Mereka harus berkomitmen pada ketertiban umum dan pembangunan ekonomi.
Lam sendiri dinilai telah menjadi wajah penindasan terhadap perbedaan pendapat di Hong Kong, meskipun dia diyakini bertindak sepenuhnya atas perintah Beijing. Para pemimpin Partai Komunis China dinilai telah lama menganggap Hong Kong sebagai inkubator potensial oposisi yang dapat menyebar ke seluruh negeri.
Pembekuan aset Lai menyebabkan bursa saham Hong Kong menghentikan perdagangan saham Next Digital pada hari Senin. Perusahaan yang didirikan oleh Lai memiliki 71 persen saham dan merupakan pemegang saham pengendali. Perusahaan itu menerbitkan surat kabar pro-demokrasi, Apple Daily.
Lai telah menjadi salah satu sosok terkenal dalam gerakan pro-demokrasi di wilayah itu. Ia menjalani hukuman 14 bulan karena didakwa terlibat dalam gerakan unjuk rasa massal pada tahun 2019. Unjuk rasa itu merupakan bentuk dukungan untuk gerakan pro-demokrasi di Hong Kong. (AP/AFP/REUTERS)