Hong Kong menangkap jurnalis, penggiat demokrasi dan politisi yang dituding melanggar UU Keamanan Nasional. Sebagian dari mereka dituding bekerja sama dengan asing.
Oleh
kris mada
·3 menit baca
HONG KONG, SENIN — Polisi Hong Kong menangkap sembilan orang pada Senin (10/8/2020). Penangkapan mereka menambah daftar para penentang Beijing yang ditangkap atau dikejar karena dinilai melanggar Undang-Undang Keamanan Nasional.
Pada Senin pagi, ratusan polisi Hong Kong dilaporkan mendatangi Apple Daily, media yang didirikan konglomerat Jimmy Lai Chee-ying. Mantan pemilik perusahaan busana Giordano itu ditangkap bersama sejumlah orang lain dari kantor media yang dikenal anti-Beijing tersebut.
Penangkapan kemarin bukan yang pertama bagi Lai. Pada Januari dan April 2020, pengusaha kelahiran China itu juga ditangkap karena terlibat dalam rangkaian unjuk rasa selama 2019. Pegawai Lai, Mark Simon, menyebut Lai dituduh bekerja sama dengan pihak asing. Sejumlah pegawai Next Digital, perusahaan yang menginduki Apple Daily, juga ditangkap.
”Kami terkejut dengan yang terjadi, dengan penahanan dan penggeledahan kantor Next Digital. Dengan pengesahan UU Keamanan Nasional dan penggunaan kekerasan oleh polisi, kami menyaksikan teror menjadi nyata, akan berdampak media dan cara peliputan,” kata Ketua Asosiasi Jurnalis Hong Kong Chris Yeung.
Dalam pernyataan pada Senin sore, kepolisian Hong Kong mengumumkan penangkapan 9 orang yang dinyatakan melanggar UU Keamanan Nasional. Kepolisian tidak memberikan penjelasan lebih lanjut.
Selain Lai, salah seorang yang ditangkap kemarin adalah Wilson Li yang menjadi pewarta lepas bagi media Inggris, ITV. Dalam pernyataan ITV disebutkan, Li ditangkap dengan Andy Li yang aktif mendorong pemilu bebas di Hong Kong.
Di tempat terpisah, Nathan Law mengatakan bahwa ia diburu kepolisian Hong Kong selepas mengungsi ke Inggris. Penggiat demokrasi Hong Kong itu lari ke Inggris sebelum UU Keamanan Nasional disahkan.
Law mengatakan, ia terpaksa lari ke Inggris agar bisa terus mengampanyekan dukungan bagi demokrasi Hong Kong. Ia adalah salah satu ratusan ribu orang Hong Kong yang memegang paspor Inggris untuk orang yang bukan warga kerajaan itu.
Setiap penduduk Hong Kong yang lahir sebelum 1 Juli 1997, tanggal penyerahan Hong Kong dari Inggris ke China, berhak mendapat paspor yang disebut BN-O itu. Paspor itu diberikan Inggris sebagai dokumen perjalanan yang sama kuatnya dengan paspor untuk warga Inggris. Pemegang paspor BN-O bukan warga walau tetap bisa mendapat bantuan dari kantor-kantor perwakilan Inggris di luar negeri.
Sebelum rangkaian penangkapan pada Senin dan pengejaran pada Law, kepolisian Hong Kong menangkap antara lain Tam Tak-Chi. Tam dikenal sebagai politisi penentang Beijing. Sementara seorang dosen Universitas Hong Kong, Benny Tai, dipecat.
HKU menyebut pemberhentian Tai telah melalui pemeriksaan saksama dan adil. Tai dikenal sebagai salah tokoh pengunjuk rasa 2014 yang melumpuhkan Hong Kong selama lebih dari dua bulan. Ia juga pernah menyatakan bahwa kemerdekaan dari China adalah salah satu pilihan bagi Hong Kong.
Kecaman
Asosiasi Jurnalis Asing Hong Kong (FCC) mengecam penangkapan Lai, Li, dan sejumlah orang lain sebagai tanda kegelapan bagi kebebasan pers Hong Kong. ”Penangkapan dan penggeledahan ruang redaksi adalah serangan langsung pada kebebasan pers Hong Kong dan tanda awal kegelapan baru bagi reputasi global kota yang tergerus. Kejadian hari ini memicu kekhawatiran bahwa tindakan sejenis digunakan untuk kebebasan mendasar di Hong Kong,” demikian di pernyataan resmi FCC.
FCC mengingatkan bahwa Hong Kong tidak punya sistem penilaian pers. Hal itu membuat Hong Kong unggul untuk urusan kebebasan pers di Asia. ”Dalam ketiadaan sistem penilaian pers, seperti polisi menggunakan penilaian mereka untuk menentukan media mana yang dinilai bersahabat dan diizinkan meliput taklimat serta (menentukan) media mana yang harus dilarang,” lanjut FCC.
Pernyataan itu terkait keputusan kepolisian Hong Kong menghalangi media lain untuk meliput penggeledahan Next Digital. Polisi beralasan, penggeledahan disimak lewat siaran langsung di akun media sosial kepolisian. Walakin, FCC dan sejumlah media menyebut materi yang disiarkan telah disesuaikan dengan kepentingan polisi.
Sementara penggiat Hong Kong Watch, Luke de Pulford, mengatakan bahwa oknum polisi Hong Kong bisa dijerat dengan hukum Inggris yang mengatur larangan penyiksaan. Aturan itu dinyatakan bisa diberlakukan di luar Inggris kepada warga Inggris. Sejumlah pejabat di kepolisian Hong Kong masih berstatus sebagai warga Inggris.
Tudingan penyiksaan dialamatkan kepada sejumlah pejabat kepolisian Hong Kong terkait penanganan rangkaian unjuk rasa 2019. Pulford tidak mengungkap siapa saja yang jadi sasaran gugatan. Hal yang jelas, sejumlah pengacara di Inggris dan Hong Kong tengah menyusun berkas gugatan itu. Sejumlah anggota parlemen Inggris dinyatakan mendukung gugatan itu. Law mengaku lega dengan inisiatif itu. ”Ini salah satu cara membuat kepolisian Hong Kong bertanggung jawab,” ujarnya.
Dalam rangkaian protes 2019, salah satu tuntutan pengunjuk rasa adalah penyelidikan berujung hukuman kepada oknum polisi yang diduga melakukan kekerasan kepada pengunjuk rasa. Pemerintah Hong Kong menyatakan telah membentuk tim pemeriksa dan akan mengumumkan hasilnya. Sampai sekarang, tidak ada polisi yang dihukum. (AFP/REUTERS)