AS-China mendapat 425 juta dari 700 juta dosis vaksin Covid-19 yang sudah disuntikkan hingga April 2021. Sebaliknya, total vaksinasi di puluhan negara miskin tidak sampai 1 juta dosis.
Oleh
kris mada
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Dukungan penghapusan sementara atas paten untuk obat dan vaksin Covid-19 terus meluas. Hanya Uni Eropa yang terus menolak usulan yang disokong negara di berbagai benua itu.
Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi mengatakan, Indonesia konsisten menyuarakan akses vaksin yang setara bagi semua. ”Indonesia juga mendukung penghapusan paten,” ujarnya di sela-sela kedatangan tambahan vaksin Covid-19, Sabtu (8/5/2021), di Jakarta.
Sabtu, Indonesia menerima tambahan 1,3 juta dosis vaksin Covid-19 dari mekanisme Covax. Dengan tambahan pasokan ini, Indonesia telah menerima total 75,9 juta dosis vaksin buatan AstraZeneca, Sinovac, dan Sinopharm.
Sebagai salah satu ketua Covax AMC, Indonesia terus mendorong kesetaraan akses pada vaksin. Selain itu, sejak Februari 2020, Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia telah menelaah penghapusan sementara hak atas kekayaan intelektual (HAKI) terkait vaksin dan obat Covid-19.
Dorongan pemerataan akses pada vaksin disampaikan karena dari 700 juta dosis vaksin yang sudah disuntikkan hingga April 2021, 425 juta dosis didistribusikan di Amerika Serikat dan China saja. Sebaliknya, total vaksinasi di puluhan negara miskin tidak sampai 1 juta dosis.
Dokter Lintas Perbatasan (MSF) juga mendorong kesetaraan akses pada vaksin. Belakangan, India-Afrika Selatan secara resmi mengusulkan penghapusan sementara HAKI atas obat dan vaksin Covid-19 kepada Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Usulan itu disokong 100 negara, termasuk Indonesia.
Usulan penghapusan sudah dirundingkan dalam tujuh bulan terakhir. Dalam 10 putaran perundingan sampai 30 April 2021, WTO gagal bersepakat. Kegagalan terutama karena negara maju, termasuk AS, menolak usulan tersebut. Negara maju, yang merupakan tempat asal produsen vaksin Covid-19, mengajukan alasan bahwa pembayaran royalti membantu proses riset selanjutnya. Alasan sejenis disampaikan para produsen.
Menjelang putaran perundingan ke-11, AS mendukung penghapusan itu. Paus Fransiskus juga mendukung penghapusan. Paus mengecam nasionalisme salah arah berupa penolakan ekspor vaksin. Paus menyebut, penundaan HAKI atas vaksin Covid-19 adalah bentuk keadilan.
Pemerintah Brasil juga menyampaikan sikap senada. Pelonggaran bisa membantu upaya internasional menangani Covid-19 karena bisa mendorong peningkatan dan keragaman produksi serta pengiriman vaksin. Pelonggaran juga mendorong pemanfaatan kapasitas produksi dan cadangan vaksin di sejumlah negara.
Penolakan
Kini, hanya sebagian anggota Uni Eropa yang secara terbuka masih menolak penghapusan sementara HAKI vaksin Covid-19. Inggris dan Swiss, yang bukan anggota UE, tetapi menjadi markas produsen vaksin, juga belum mendukung penghapusan.
Adapun Presiden Perancis Emmanuel Macron mendukung penghapusan HAKI untuk sementara. Bagi Macron, masalahnya bukan HAKI, melainkan kapasitas produksi dan kekurangan bahan baku. ”Salah arah kalau itu (penghapusan sementara) adalah kebutuhan mendesak. Kebutuhan mendesak adalah memproduksi lebih banyak. Saya harus mengingatkan bahwa AS tidak mengekspor satu dosis vaksin pun ke negara lain. Sekarang malah membahas penghapusan sementara paten,” kata Macron.
Pendapat senada disampaikan Menteri Kesehatan Jerman Jens Spahn. Spahn juga mempersoalkan larangan ekspor vaksin oleh AS. Kebijakan serupa dilakukan UE.
Bersama UE, AS melarang ekspor vaksin sampai kebutuhan domestik terpenuhi. Dalam berbagai kesempatan, AS mengakui menimbun jutaan dosis vaksin.
Bahkan, Washington menginformasikan ke Brussels bahwa UE tidak bisa mendapat vaksin dari AS sampai beberapa waktu ke depan. Pemberitahuan Washington disampaikan kala UE pusing oleh keterlambatan AstraZeneca dalam memenuhi pesanan. Dari 300 juta dosis, belum sampai 70 juta dosis diterima UE dari AstraZeneca.
Belakangan, Washington menyebut akan mengirimkan 60 juta dosis vaksinnya ke sejumlah negara. AS telah memulainya dengan meminjamkan ke Meksiko dan Kanada.
Berbeda dengan anggotanya, pimpinan UE menunjukkan sikap lebih lunak. Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen dan Presiden Dewan Eropa Charles Michel mengatakan, UE siap mendiskusikan penghapusan sementara. ”Kami siap mendiskusikan ini segera setelah ada usulan jelas,” ujar Michel.
Sementara Von der Leyen menekankan pentingnya peningkatan kapasitas produksi dan penghapusan larangan ekspor vaksin terlebih dulu. Padahal, sebagian anggota UE melarang ekspor vaksin.
Di sisi lain, bersama berbagai negara, AS dan anggota UE bolak-balik ikut berkomitmen pada kesetaraan vaksin. Retno mengatakan, pemenuhan komitmen itu memang tidak mudah. Melalui Covax, berbagai pihak berusaha memenuhi komitmen itu. (AFP/REUTERS)