Pemanfaatan fasilitas produksi di Indonesia dan sejumlah negara bisa meningkatkan produksi vaksin Covid-19 dari 5 miliar dosis menjadi hingga 15 miliar dosis. Penghapusan sementara HAKI vaksin Covid-19 diperlukan.
Oleh
kris mada
·3 menit baca
GENEVA, KAMIS — Organisasi Perdagangan Dunia atau WTO mendesak komunitas internasional memanfaatkan fasilitas pembuatan vaksin Covid-19 di Indonesia dan sejumlah negara. Desakan disampaikan di tengah persetujuan Amerika Serikat untuk menghapuskan sementara hak kekayaan intelektual terkait obat dan vaksin Covid-19. Persetujuan AS membuat saham perusahaan farmasi anjlok.
Direktur Jenderal Organisasi Perdagangan Dunia Ngozi Okonjo-Iweala menyampaikan desakan itu dalam sidang Majelis Umum WTO, Rabu (5/5/2021) siang waktu Geneva atau Kamis dini hari WIB.
”Kita perlu bekerja sama dengan produsen untuk memungkinkan mereka memobilisasi kapasitas produksi yang belum terpakai. Kami mendengar sejumlah negara, seperti Pakistan, Bangladesh, India, Afrika Selatan, Indonesia, dan Senegal, ada kapasitas yang bisa diubah dalam hitungan bulan,” ujarnya.
Pemanfaatan fasilitas produksi di Indonesia dan sejumlah negara bisa meningkatkan produksi vaksin dari 5 miliar dosis menjadi 15 miliar dosis. Saran itu akan lebih mudah diwujudkan jika WTO sepakat pada penghapusan sementara hak atas kekayaan intelektual (HAKI) terkait obat dan vaksin Covid-19.
Penghapusan itu membuat harga vaksin dan obat Covid-19 bisa ditekan. Sebab, pihak mana pun bisa membuat tanpa harus membayar royalti. Selama ini, pembayaran royalti merupakan salah satu komponen yang menyebabkan harga produk farmasi menjadi mahal.
Isu itu sudah dirundingkan dalam tujuh bulan terakhir. Dalam 10 putaran perundingan sampai 30 April 2021, WTO gagal mencapai kesepakatan. Kegagalan terutama karena negara maju, termasuk AS, menolak usulan tersebut. Negara maju, yang merupakan tempat asal produsen vaksin Covid-19, mengajukan alasan bahwa pembayaran royalti membantu proses riset selanjutnya. Alasan sejenis disampaikan para produsen.
Perubahan
Menjelang putaran perundingan ke-11, Kepala Perwakilan Dagang AS Katherine Tai mengumumkan perubahan sikap Washington. ”Ini krisis kesehatan global dan situasi luar biasa pandemi Covid-19 membutuhkan langkah luar biasa. Pemerintahan (Biden) sangat meyakini perlindungan HAKI. Walakin, untuk menangani pandemi, (pemerintahan Biden) mendukung penghapusan sementara perlindungan (HAKI) atas vaksin Covid-19,” demikian pernyataan tertulis Tai yang diumumkan pada Rabu siang waktu Washington.
Sebelum mengumumkan sikap Washington, Katherine Tai berkomunikasi dengan puluhan perwakilan pemangku kepentingan terkait HAKI vaksin Covid-19. Serikat pekerja industri farmasi, asosiasi industri farmasi, hingga pakar kesehatan diundang Tai.
Pengumuman Tai membuat saham sejumlah produsen vaksin Covid-19 anjlok. Saham Moderna terpangkas hingga 6,1 persen. Sementara saham Johnson&Johnson terkoreksi 0,4 persen. Saham Pfizer awalnya ikut terpangkas sebelum kembali pulih.
Pharmaceutical Research and Manufacturers of America, asoiasi perusahaan farmasi AS, menentang sikap Washington. ”Di tengah pandemi mematikan ini, pemerintahan Biden membuat langkah yang belum pernah terjadi sebelumnya, yang bisa melemahkan upaya global untuk melawan pandemi dan membahayakan keselamatan. Keputusan ini akan memicu kebingungan di antara pemerintah dan mitra swasta, melemahkan rantai pasok yang sudah tertekan, dan memicu pemalsuan,” kata pimpinan PRMA Stephen J Ubi.
Penentangan juga ditunjukkan organisasi perusahaan farmasi global, IFPMA. Beberapa saat setelah pengumuman Tai, IFPMA mengaku kecewa. ”Kami mendukung tujuan memastikan vaksin Covid-19 tersedia secara cepat dan adil. Penghapusan sementara adalah jawaban mudah, walau salah atas masalah yang rumit. Penghapusan sementara tidak akan meningkatkan produksi, malah akan mengganggu,” demikian pernyataan tertulis organisasi itu.
Alih-alih penghapusan sementara HAKI, IFPMA mendorong penghapusan hambatan dagang, mengatasi keterbatasan rantai pasok atas bahan baku vaksin. IFPMA juga mendesak negara maju berbagi cadangan vaksinnya dengan negara miskin.
Saran IFPMA mirip dengan saran Okonjo-Iweala terkait penanggulangan Covid-19. Ia memang mendesak anggota WTO membagi cadangan vaksinnya. Dorongan berlaku bagi negara yang memiliki bahan baku vaksin dan tenaga ahli.
Ia juga mendorong peninjauan kebijakan ekspor terkait vaksin. Sejumlah negara, termasuk AS dan anggota Uni Eropa, melarang ekspor vaksin Covid-19.
Di sisi lain, ia senang sejumlah anggota WTO mendorong penghapusan sementara HAKI atas vaksin Covid-19. ”Masalah akses vaksin dan obat adalah masalah moral dan ekonomi. Kebijakan vaksin adalah kebijakan ekonomi karena pemulihan ekonomi global tidak bisa dikakukan tanpa akses setara pada vaksin dan obat,” ujarnya. (AFP/REUTERS)