Buletin Berbayar Jadi Ladang Pendapatan Baru Jurnalis
Sejumlah jurnalis di beberapa negara memproduksi tulisan melalui buletin berbayar. Platform ini menjadi salah satu ladang pendapatan baru bagi jurnalis di tengah kian besarnya keinginan konsumen untuk berlangganan media.
Oleh
Luki Aulia
·4 menit baca
Jurnalis, penulis, dan podcaster isu-isu bisnis, budaya, dan teknologi asal Inggris, Anna Codrea-Rado, pada 2017 mulai membuat buletin mingguan Lance (semula bernama Penulis Lepas Profesional). Isinya lebih banyak menyinggung soal kehidupan dan cara kerja jurnalis dan penulis lepas berdasarkan pengalamannya sendiri.
Kini, pembaca atau audiens buletinnya yang dikirim melalui surat elektronik atau e-mail mencapai 2.500 orang. Melalui buletinnya, audiensnya bisa meminta saran langsung kepada Codrea-Rado.
Kemudian pada 2019, Codrea-Rado bergabung dengan jurnalis dan penulis lain yang memproduksi buletin berbayar dengan menggunakan platform Substack. Model ini menghubungkan langsung antara jurnalis dan penulis dengan konsumen.
”Awalnya saya pikir tidak masuk akal meminta orang membayar buletin yang saya kirim via e-mail,” kata penulis asal Inggris itu.
Akan tetapi, rupanya hal itu bisa membantu profesinya sebagai jurnalis lepas karena ia bisa mendapatkan penghasilan langsung dan ajeg. Awalnya, jumlah pelanggan barunya anjlok menjadi 130, tetapi kemudian naik lagi menjadi 300.
Model buletin berbayar ini, dinilai Codrea-Rado, mendatangkan penghasilan rutin. Namun, selama pandemi Covid-19, Codrea-Rado menangguhkan buletin versi berbayarnya.
Krisis media
Pengalaman Codrea-Rado ini menyoroti perkembangan media berita saat berbagai organisasi dan perusahaan media tengah menghadapi kesulitan ekonomi, sementara para jurnalis atau penulisnya berkarya sendiri dan berkomunikasi langsung dengan pembaca karena tidak memakai outlet-outlet tradisional. Penulis-penulis independen bisa membuat situs online, buletin, podcast-nya sendiri, atau bahkan terkoneksi melalui pesan teks via platform Subtext.
Jurnalis memanfaatkan keinginan konsumen kian besar untuk berlangganan banyak layanan, seperti Netflix, Spotify, dan peralatan makan.
Direktur Pengajaran, Pembelajaran, dan Pemikiran di Graduate Scholl of Journalism, City University of New York di Newark, AS, Jeremy Caplan, mengatakan bahwa jurnalis memanfaatkan keinginan konsumen kian besar untuk berlangganan banyak layanan, seperti Netflix, Spotify, dan peralatan makan. ”Masyarakat menjadi lebih terbiasa dengan ide berlangganan dalam skala kecil. Orang bisa langganan beberapa layanan video atau audio,” ujarnya.
Platform Substack mempunyai 500.000 pelanggan yang membayar rata-rata 5-10 dollar AS per bulan untuk berlangganan buletin-buletin yang populer. Ada 10 buletin paling populer yang mampu menghasilkan keuntungan sampai 15 juta dollar AS tahun lalu. Ada sejumlah jurnalis terkenal yang juga sudah memanfaatkan reputasi mereka untuk mendapatkan penghasilan.
Contohnya penulis pemenang Penghargaan Pulitzer, Glenn Greenwald, yang mengundurkan diri dari media daring, The Intercept, tahun lalu karena berselisih paham dengan perusahaan media itu. Greenwald mendapat penghasilan lebih dari 80.000 dollar AS per bulan dari buletinnya di Substack.
Independen
Tren ini berkembang disebutkan karena didorong krisis mendalam di sektor media yang membuat kehidupan banyak jurnalis berstatus karyawan tetap menjadi sulit. Presiden NewsGuild Jon Schleuss menilai, gaji yang tidak memadai dan tidak ada bonus atau fasilitas lain yang diberikan perusahaan membuat semakin banyak jurnalis keluar dan mencari cara memperoleh penghasilan dengan memanfaatkan Substack atau platform lain.
Pasarnya mulai tumbuh dan kompetitif dengan munculnya platform lain, seperti Ghost yang menawarkan buletin berharga murah, TinyLetter, ButtonDown, dan Patreon. Media sosial menjadi penting untuk menjangkau pembaca. Twitter pada Januari lalu membeli platform-platform penulis Revue. Facebook juga hendak membuat platformnya sendiri.
Tren ini berkembang didorong krisis mendalam di sektor media yang membuat kehidupan banyak jurnalis berstatus karyawan tetap menjadi sulit.
Pendiri platform penulis, The Daily Poster, David Sirota, mengatakan bahwa model buletin memungkinkan platform membuat outlet media yang benar-benar independen dan bisa mendapatkan masukan langsung dari pembaca. Namun, model ini bukan tanpa tantangan.
”Butuh waktu untuk memperluas karya dan audiens. Tidak ada jalan pintas untuk mengembangkan hubungan yang berarti dengan audiens yang lebih luas. Namun, ini satu-satunya cara membuat outlet media yang independen,” ujarnya.
Pencipta buletin politik Tangle, Isaac Saul, yang mempunyai 3.000 pelanggan berbayar, mengatakan bahwa model ini mempunyai banyak keunggulan. Bagian terbaiknya, model ini tidak terkait dengan merek atau institusi apa pun.
”Jadi, pembaca bisa membuat penilaian atas karya-karya saya berdasarkan tulisan saya saja. Dalam bidang politik, ini menguntungkan karena membantu menghindari pembaca yang mungkin berprasangka sebelumnya pada karya saya,” ujarnya.
Buletin Tangle memberikan pembaca beragam pandangan politik. ”Saya menulis posisi kanan, kiri, tengah dalam tulisan politik. Kemudian menuliskan pandangan saya sendiri. Jadi, saya melepaskan diri dari persepsi tradisional tentang bias media,” kata Saul. (AFP)