Terlalu Cepat Puas, India di Ambang Kolaps
Rumah sakit dan pusat layanan kesehatan di India terancam kolaps karena tidak mampu menampung pasien Covid-19 yang terus berjatuhan. Terlalu cepat puas, membuat warga, pemerintah melonggarkan protokol kesehatan.
NEW DELHI, KAMIS — Rumah sakit dan pusat layanan kesehatan di India diambang kolaps karena lonjakan kasus infeksi Covid-19 semakin tidak terkendali, setelah Kementerian Kesehatan melaporkan jumlah kasus harian mencapai 362.757 kasus, sebuah rekor global baru, dan kasus kematian mencapai 3.293 jiwa dalam 24 jam terakhir.
Angka laju infeksi baru tersebut merupakan yang tertinggi dalam lima hari terakhir setelah sebelumnya angka laju infeksi di India berada di kisaran 350.000 kasus per hari, sebuah peningkatan terbesar yang tidak pernah dialami oleh negara manapun semenjak Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan Covid-19 sebagai pandemi global pada Maret 2020 lalu.
India menjadi negara keempat yang angka kematian warganya menembus angka 200.000 jiwa, di belakang Amerika Serikat, Brasil, dan Meksiko. Dan, seperti di banyak negara, para ahli percaya bahwa jumlah laju infeksi dan kematian riil akibat virus SARS-CoV-2 ini lebih besar dari angka yang dilaporkan.
Baca juga: Covid-19 di India Semakin Tidak Terkendali
Sementara vaksinasi tidak berjalan seperti yang diharapkan. Sejauh ini, baru 10 persen dari total populasi India yang mencapai 1,4 miliar menerima satu dosis vaksin. Adapun yang telah menerima dua kali suntikan baru 1,5 persen.
India mengira telah melewati masa terburuk pandemi, tahun tahun lalu. Dikutip dari The New York Times, angka infeksi dan kematian akibat Covid-19 yang tidak terkendali di India terjadi karena semua pihak di negara itu terlalu cepat berpuas diri karena melihat angka penurunan kasus beberapa waktu lalu.
”Perilaku publik dan perilaku administratif itu penting,” kata Dr K Srinath Reddy, Ketua Yayasan Kesehatan Masyarakat India. ”Jika kita melakukan sesuatu selama enam minggu, atau empat minggu, dan kemudian menyatakan kemenangan dan membuka pintu lagi lebar-lebar, kita dalam masalah.”
Politisi, warga, dan pemerintah turut menyumbang peran dalam peningkatan kasus di negara ini. Pemerintah tidak melakukan pelarangan pembatasan sosial dan gerak warga serta membiarkan para politisi dan partai melakukan rapat umum yang melibatkan warga dalam jumlah besar. Pemerintah juga tidak melakukan pembatasan kegiatan keagamaan.
Festival di tepi Sungai Gangga telah menarik jutaan peziarah yang sebagian besar pesertanya mengabaikan anjuran pembatasan jarak dan penggunaan masker. Di tengah melonjaknya infeksi, Selasa (27/4/2021), sekitar 25.000 warga ikut serta dalam ritual agama pada festival keagamaan Kumbh Mela di Kota Haridwar. Hal itu memicu kritik pada pemerintahan Perdana Menteri Narendra Modi yang tidak bersikap tegas.
Baca juga: Abai Protokol Kesehatan, India Laporkan Kasus Covid-19 Tertinggi Sejak Pandemi
Fasilitas rawat inap di setiap rumah sakit penuh dan tidak bisa menampung pasien baru lagi meski calon pasien terus berdatangan dan membuat kewalahan petugas kesehatan. Rumah sakit-rumah sakit di seantero India juga telah kehabisan persediaan oksigen untuk para pasien yang tengah dirawat. Akibatnya, banyak anggota keluarga yang putus asa mengunggah pesan SOS di media sosial dan berharap seseorang di luar sana membantu mereka menemukan persediaan oksigen untuk keluarga mereka yang tengah berjuang melawan penyakit mematikan ini.
Varian baru
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan bahwa varian B.1.617 virus SARS-CoV-2 yang pertama kali teridentifikasi di India diduga kuat berkontribusi pada meroketnya kasus Covid-19 di India. Varian ini juga telah ditemukan setidaknya di 17 negara, termasuk Indonesia.
Dalam pernyataannya, Selasa (27/4/2021), WHO menyatakan, varian B.1.617 ditemukan pada lebih dari 1.200 sekuens genom yang diunggah ke GISAID, bank data genom yang terbuka. ”Mayoritas urutan genom yang diunggah berasal dari India, Inggris, Amerika Serikat, dan Singapura,” kata WHO saat memperbarui perkembangan epidemiologi Covid-19 mingguannya.
Baru-baru ini, WHO memasukkan varian B.1.617—dengan beberapa mutasi dan karakteristik yang berbeda—sebagai ”variant of interest”. Namun, sejauh ini WHO tidak menyatakannya sebagai ”variant of concern”.
Label ”variant of concern” mengindikasikan bahwa varian tersebut lebih berbahaya dari versi virus SARS-CoV-2 awal karena, misalkan, lebih mudah menular, lebih mematikan, atau mampu menghindari perlindungan yang ditimbulkan oleh vaksin.
Baca juga: Kematian Kasus Covid-19 Meroket, Krematorium di India Bekerja Nonstop
WHO mengakui bahwa pemodelan sementara berdasarkan urutan genom yang diunggah ke GISAID mengindikasikan ”bahwa varian B.1.617 memiliki tingkat pertumbuhan yang lebih tinggi dibandingkan varian lain yang beredar di India, menunjukkan potensi peningkatan penularan”.
WHO juga menekankan bahwa varian lain yang bersirkulasi di India pada saat yang sama juga menunjukkan penularan yang lebih cepat sehingga kombinasi ini ”mungkin berperan dalam ledakan kasus di negara ini”.
”Benar, studi-studi menggarisbawahi bahwa gelombang kedua infeksi terjadi lebih cepat dibandingkan gelombang pertama,” kata WHO.
Meski demikian, WHO juga menambahkan bahwa ”penyebab lain” turut berkontribusi pula pada lonjakan kasus termasuk rendahnya kepatuhan akan protokol kesehatan dan kerumunan massa yang terjadi.
Baca juga : Pendatang dari India yang Positif Covid-19 Bertambah
”Penyelidikan lebih jauh diperlukan untuk memamahi kontribusi relative setiap faktor itu,” ujar WHO. Badan dunia ini juga menekankan bahwa ”studi lanjut yang lebih kuat” terhadap varian B.1.617 dan varian lain termasuk dampaknya pada daya tular, tingkat keparahan, dan risiko reinfeksi ”sangat diperlukan”.
Pasar gelap
Di ibu kota New Delhi, tempat parkir mobil telah diubah menjadi krematorium dan jumlah mayat yang melonjak memicu kekurangan kayu untuk pembakaran kayu bakar. Kerabat dan keluarga berusaha sekuat tenaga untuk mencari rumah sakit atau fasilitas layanan kesehatan yang bisa menampung keluarga mereka yang terinfeksi Covid-19. Mereka juga mencari pasokan oksigen sendiri setelah rumah sakit menyatakan angkat tangan menyusul habisnya persediaan oksigen.
Priyanka Mandal (30) telah mencari oksigen untuk ibunya sejak dia sakit seminggu yang lalu. Obat-obatan yang direkomendasikan dokter juga tidak tersedia. ”Tidak peduli berapa lama waktu yang dibutuhkan, saya harus menunggu di sini. Saya hanya punya ibuku,” katanya.
Baca juga: Dunia Turun Tangan Bantu India
Pranay Punj, warga kota Patna, panik rumah sakit tempat ibunya dirawat tidak memiliki persediaan oksigen dan obat antivirus remdesivir. Dia sudah berkeliling ke seluruh apotek dan toko obat untuk mencari kedua barang itu, tetapi hasilnya nihil.
Punj mendapat informasi dari salah satu petugas apotek bahwa obat yang dicarinya bisa ditemukan di pasar gelap. Tapi, harganya sangat mahal, yaitu 1.340 dollar AS atau lebih dari 30 kali lipat dari harga normal. Punj menolak karena tak mempunyai uang sebanyak itu. Akhirnya, Punj mendapatkan obat itu dari saudara yang istrinya meninggal karena Covid-19.
Krisis obat-obatan dan oksigen di India ini dimanfaatkan oleh orang-orang yang mengambil kesempatan dalam kesempitan. Meski India dikenal sebagai pusat farmasi dunia, tetap saja kewalahan memenuhi kebutuhan obat antivirus, seperti remdesivir dan favipiravir.
Di kota Lucknow, Ahmed Abbas (34) harus membayar 45.000 rupee atau hampir Rp 9 juta untuk 46 liter oksigen. Ini sembilan kali lipat dari harga normal. ”Mereka minta saya beri uang muka dulu dan baru bisa diambil besoknya,” ujarnya.
Lihat juga: Festival Navratri di India Saat Pandemi Covid-19
Untuk mengatasi kekurangan oksigen, pemerintah India telah meminta angkatan bersenjata untuk mengeluarkan cadangan oksigen yang dimilikinya. Kepala Staf Pertahanan India Jenderal Bipin Rawat mengatakan pada Senin malam bahwa pasokan oksigen akan dikeluarkan dari cadangan angkatan bersenjata dan pensiunan personel medisnya akan bergabung dengan fasilitas kesehatan untuk mengurangi tekanan pada para dokter.
Kini India tengah berencana mengimpor 50.000 ton oksigen dan membuat layanan ”Oksigen Ekspres” yang akan mengirimkan tabung-tabung gas ke daerah-daerah yang terdampak parah Covid-19. Modi berjanji akan berusaha semaksimal mungkin untuk menambah persediaan oksigen. (AP/AFP/LUK/ADH)