AS Cabut Sanksi Atas Jaksa Mahkamah Pidana Internasional
Pemerintah Amerika Serikat mencabut sanksi yang dijatuhkan terhadap jaksa penyidik Mahmakah Pidana Internasional. Sanksi tidak efektif untuk menghentikan penyelidikan dugaan kejahatan perang militer AS dan Israel.
Oleh
Mahdi Muhammad
·4 menit baca
WASHINGTON, SABTU – Pemerintah Amerika Serikat mencabut sanksi terhadap entitas jaksa Mahkamah Pidana Internasional atau International Criminal Court (ICC) yang melakukan penyelidikan kasus kejahatan perang dan menduga ada keterlibatan militer AS dan Israel, dalam dua peristiwa yang terpisah. Keputusan penjatuhan sanksi, yang dikeluarkan mantan presiden Donald Trump, dinilai tidak tepat dan efektif.
Meski memutuskan pencabutan sanksi, pemerintah AS tidak serta merta menyetujui tindakan jaksa ICC yang menyelidiki dugaan kejahatan perang yang dilakukan militer AS dan Israel.
Langkah pencabutan sanksi itu diumumkan langsung oleh Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken, Jumat (2/4).
"Bagaimanapun, kami yakin bahwa kasus-kasus ini akan ditangani dengan lebih baik melalui keterlibatan dengan semua pemangku kepentingan dalam proses ICC daripada melalui penjatuhan sanksi,” kata Blinken dalam pernyataanya.
Pemerintah AS, menurut Blinken, akan mendorong dan membantu ICC untuk memprioritaskan sumber daya yang dimilikinya untuk mencapai misi inti yakni sebagai upaya hukum terakhir dalam mengadili dan mencegah tindakan jahat yang kejam.
Tahun 2019, pemerintahan Donald Trump menjatuhkan sanksi kepada Ketua Tim Jaksa ICC, Fatou Bensouda karena memulai penyelidikan tentang dugaan kemungkinan militer AS melakukan kejahatan perang di Afghanistan. Jaksa Bensouda kini juga tengah menyelidiki dugaan kemungkinan militer Israel, sekutu AS, melakukan kejahatan selama perang dengan Kelompok Hamas pada tahun 2014.
Trump menuding ICC yang berbasis di Den Haag melanggar kedaulatan nasional AS. Sanksi yang dijatuhkan pada Bensouda dan beberapa staf ICC adalah pembekuan aset dan larangan perjalanan.
ICC mengatakan sanksi itu merupakan serangan terhadap keadilan internasional dan supremasi hukum
Selain Bensouda, Kepala Yurisdiksi Divisi Pelengkap dan Kerjasama ICC Phakiso Mochochoko dicabut statusnya dari daftar Warga Negara yang Ditunjuk Khusus, semacam daftar warga negara asing yang dijatuhi sanksi oleh AS. Blinken mengatakan Departemen Luar Negeri juga telah menghentikan kebijakan terpisah tahun 2019 tentang pembatasan visa pada personel ICC tertentu.
Blinken mengatakan, Washington tetap pada pendiriannya bahwa mereka sangat tidak setuju dengan langkah ICC terkait dengan situasi di Afghanistan dan Palestina, yang terakhir ini melibatkan militer Israel. Washington juga menyatakan penolakannya terhadap langkah ICC menegaskan yurisdiksi, kewenangan hukum, atas aktor non-negara dua negara, yaitu AS dan Israel.
Seorang juru bicara ICC mengatakan pengadilan dan badan pengatur negara-negara anggotanya menyambut baik langkah AS tersebut.
Silvia Fernandez de Gurmendi, Presiden Majelis Negara-Negara di ICC, sebutan untuk badan pengatur, mengatakan pencabutan sanksi itu akan berkontribusi untuk memperkuat pekerjaan pengadilan dan, lebih umum, untuk mempromosikan tatanan internasional berbasis aturan.
"Saya percaya keputusan ini menandakan dimulainya fase baru dari usaha bersama kita untuk melawan impunitas," katanya dalam sebuah pernyataan.
Menyusul pengumuman pencabutan sanksi, Presiden AS Joe Biden mengatakan, pihaknya akan melindungi semua personel militer, baik yang masih bertugas maupun sudah tidak aktif dari upaya ICC untuk menuntut mereka di muka pengadilan.
Keputusan Gedung Putih mencabut sanksi terhadap jaksa ICC disayangkan oleh Komite Kerja Sama AS-Israel (AIPAC). Melalui akun Twitternya, AIPAC menyatakan, mereka kecewa karena Pemerintah AS mencabut sanksi terhadap personel ICC yang melakukan penyelidikan tanpa memiliki alas hukum yang kuat dan tuduhan yang tidak berdasar.
AIPAC juga mendesak pemerintahan Biden untuk menggunakan semua alat diplomatik untuk berdiri bersama Israel menghadapi langkah ICC yang dinilainya tidak berdasar dan diskriminatif.
Setara
Dalam pembicaraan dengan Menlu Israel Gabi Ashkenazi melalui telepon, Kamis (1/4), Menlu Blinken seperti dinyatakan juru bicara Deplu AS Ned Price mengatakan, pemerintah AS meyakini bahwa Israel dan Palestina harus menikmati kebebasan, keamanan, kemakmuran dan demokrasi yang sama. Pada saat yang sama, Blinken juga menyatakan komitmen Washington untuk memperkuat semua aspek kemitraan AS-Israel serta menyuarakan dukungan bagi normalisasi hubungan antara Israel dengan empat negara Arab lagi.
Price juga menyatakan bahwa pemerintah AS menilai kendali Israel atas wilayah Tepi Barat sebagai sebuah pendudukan.
"Kami percaya dalam hal aktivitas permukiman, bahwa Israel harus menahan diri dari langkah sepihak yang memperburuk ketegangan dan upaya yang melemahkan untuk memajukan solusi dua negara yang dinegosiasikan," kata Price.
Pendahulu Blinken, Mike Pompeo, melanggar preseden dengan mengatakan dia tidak menganggap pembangunan Israel di tanah yang disita pada 1967 sebagai ilegal. Bahkan, Pompeo mengunjungi pemukiman di Tepi Barat itu tahun lalu.
Namun Blinken telah menjelaskan bahwa pemerintah tidak akan menarik kembali beberapa langkah Trump, termasuk mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel. (AFP/Reuters)