Mahkamah Kriminal Internasional Berhak Adili Kasus Kejahatan Perang di Palestina
Penyidik Mahkamah Kriminal Internasional (ICC) bersiap mengusut kejahatan perang di Palestina setelah hakim memutuskan ICC memiliki yurisdiksi dalam kasus itu. Penyelidikan ini bisa menyeret sejumlah pejabat Israel.
Oleh
MH SAMSUL HADI
·5 menit baca
DEN HAAG, SABTU — Para hakim di Mahkamah Kriminal Internasional atau ICC, Jumat (5/2/2021), menyatakan bahwa ICC memiliki yurisdiksi atau kewenangan mengadili kasus-kasus kejahatan perang yang terjadi di teritorial Palestina. Dengan keputusan ini, terbuka peluang penyelidikan kriminal di teritorial Palestina meski ditentang oleh Israel.
Otoritas Palestina menyambut gembira keputusan tersebut. Kementerian Luar Negeri Palestina melalui pernyataan tertulis mengatakan bahwa keputusan tersebut sebagai ”hari bersejarah bagi prinsip pertanggungjawaban”.
Sebaliknya Israel, yang bukan anggota ICC, memprotes keputusan tersebut. Begitu juga dengan Amerika Serikat, sekutu dekat dan pelindung Israel, menyatakan keberatan dengan keputusan itu.
Jaksa penyelidik ICC, Fatou Bensouda, menyebutkan bahwa pihaknya tengah mempelajari keputusan tersebut. Ia menyebutkan, akan memutuskan apa yang dilakukan berikutnya, dengan mengacu secara ketat pada mandat secara independen dan tidak memihak (impartial) untuk mengusut kejahatan-kejahatan dan kekejaman perang ketika negara-negara tidak mampu atau tidak mau mengusutnya sendiri.
Para hakim ICC mengatakan, keputusan mereka didasarkan pada kenyataan bahwa Palestina telah menjadi anggota ICC dan mengajukan kasus-kasus kejahatan perang itu ke mahkamah. Mereka menegaskan, keputusan terkait yurisdiksi ini tidak mencerminkan upaya pun untuk menentukan negara Palestina atau garis-garis perbatasan nasional.
”Yurisdiksi teritorial mahkamah dalam perkara situasi di Palestina mencakup teritorial-teritorial yang diduduki Israel sejak 1967, yakni Gaza dan Tepi Barat, termasuk Jerusalem Timur,” kata para hakim.
Pada Desember 2019, Bensouda mengungkapkan bahwa ”kejahatan-kejahatan perang telah atau sedang terjadi di Tepi Barat, termasuk Jerusalem Timur, dan Jalur Gaza”. Ia menyebut Angkatan Bersenjata Israel dan kelompok-kelompok bersenjata Palestina, seperti Hamas, kemungkinan bisa menjadi pelaku dalam kasus kejahatan perang itu.
Waktu itu Bensouda menegaskan, tidak ada alasan bagi ICC untuk tidak memulai penyelidikan. Meski demikian, ia meminta para hakim ICC untuk lebih dulu memutuskan, apakah situasi di Palestina berada dalam cakupan yurisdikdi ICC atau tidak.
Keputusan hakim ICC terkait dengan yurisdiksi kasus kejahatan perang di Palestina dipaparkan dalam uraian setebal 60 halaman. Uraian itu dirilis pada Jumat malam saat warga di Israel akan memulai ibadah mingguan Sabat. Dalam uraian tersebut, tiga hakim ICC menyatakan bahwa Palestina adalah pihak negara dalam Statuta Roma, yang menjadi dasar berdirinya ICC.
Sebagai ”negara”
Dengan salah satu hakim menyampaikan pendapat berbeda, ICC menegaskan bahwa Palestina berhak dinyatakan sebagai negara dalam teritorial ”lokasi kejadian yang dilaporkan”. Selain itu, juga disebutkan bahwa yurisdiksi ICC dalam kasus kejahatan perang yang dilaporkan mencakup Jerusalem Timur, Tepi Barat, dan Gaza.
Israel merebut Tepi Barat, Gaza, dan Jerusalem Timur dalam perang tahun 1967. Wilayah-wilayah itu merupakan teritorial yang ingin dicakup saat Palestina secara formal kelak mendirikan negara. Sekitar 700.000 warga Israel tinggal di kantong-kantong permukiman ilegal di Tepi Barat dan Jerusalem Timur. Komunitas internasional menganggap permukiman Yahudi itu ilegal berdasarkan hukum internasional dan menjadi hambatan perundingan kedua belah pihak.
Palestina bergabung dengan ICC tahun 2015. Mereka mendesak digelar penyelidikan atas kejahatan-kejahatan perang di teritorial Palestina. Palestina meminta ICC menyelidiki tindakan-tindakan Israel selama perang tahun 2014 di Gaza serta terkait dengan pembangunan permukiman ilegal di Tepi Barat dan Jerusalem.
Nabil Shaath, Penasihat Senior Presiden Palestina Mahmoud Abbas, menyambut gembira keputusan ICC. Ia mengatakan, terbukti tepat langkah Palestina mengadukan kasus-kasus kejahatan perang di teritorial Palestina ke ICC. ”Ini kabar bagus dan langkah berikutnya adalah memulai penyelidikan resmi atas kejahatan-kejahatan Israel terhadap rakyat kami,” ujar Shaath.
Israel, bukan anggota ICC, menilai bahwa ICC tidak memiliki yurisdiksi dalam situasi di Palestina karena Palestina belum menjadi negara dan perbatasan negara yang tengah diupayakan itu harus ditentukan melalui perundingan damai.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu terlihat berang saat menanggapi keputusan ICC tersebut. Melalui pernyataan yang disampaikan melalui video, ia mengatakan, ”Ketika ICC menyelidiki Israel terkait kejahatan-kejahatan perang palsu, hal ini jelas murni antisemitisme.”
Meski bakal tidak mudah mengusut Israel dalam kasus kejahatan perang tersebut, ICC bisa mengeluarkan surat perintah penangkapan. Dengan surat tersebut, sejumlah pejabat Israel bakal mengalami kesulitan untuk bepergian ke luar negeri. Selain itu, penyelidikan kasus kejahatan perang oleh ICC sendiri sudah merupakan hal yang memalukan bagi Pemerintah Israel.
Terkair dengan perang Gaza tahun 2014, Israel dipimpin PM Benjamin Netanyahu. Sementara Menteri Pertahanan Benny Gantz, mitra koalisi Netanyahu saat ini, adalah komandan staf militer kala itu.
Harapan untuk keadilan
Lembaga pegiat hak asasi manusia, Human Rights Watch (HRW), menyebut keputusan ICC sebagai ”hal yang sangat penting”. ”Akhirnya ada harapan bagi para korban kejahatan serius untuk mendapatkan keadilan setelah setengah abad impunitas,” kata Balkees Jarrah, direktur keadilan internasional HRW.
”Ini waktu yang tepat bahwa para pelaku dari pihak Israel ataupun Palestina atas pelanggaran paling serius—apakah kejahatan perang itu terjadi saat berlangsung bentrokan atau saat perluasan permukiman—untuk memperoleh keadilan,” ucap Jarrah.
Sami Abu Zuhri, pejabat Hamas, melukiskan keputusan ICC tersebut sebagai ”perkembangan penting yang berperan dalam upaya menjaga rakyat Palestina”. ”Kami mengimbau Mahkamah Internasional menggelar investigasi atas kejahatan perang Israel terhadap rakyat Palestina,” ujar Abu Zuhri, yang saat berada di luar Gaza.
Juru bicara Departemen Luar Negeri AS, Ned Price, mencuit di Twitter, ”Amerika Serikat keberatan dengan keputusan @IntlCrimCourt hari ini terkait situasi Palestina. Kami akan terus menegakkan komitmen kuat Presiden Biden terhadap Israel dan keamanannya, termasuk menentang tindakan-tindakan yang berupaya menarget Israel secara tidak fair.”
Jamil Dakwar, Direktur Program Hak Asasi Manusia Persatuan Kebebasan Sipil Amerika (American Civil Liberties Union’s Human Rights Program) mengatakan bahwa Presiden AS Joe Biden seharusnya tidak mengganggu independensi ICC. ”Penting diingat, penyelidikan ICC juga akan menarget para pelaku dari kalangan Palestina dalam konteks permusuhan di antara kelompok-kelompok bersenjata Israel dan Palestina, khususnya di Jalur Gaza," katanya. (REUTERS/AP)