Kehati-hatian Penggunaan Vaksin Korona AstraZeneca Meluas
Perhatian terhadap dinamika efek penggunaan vaksin Covid-19 AstraZeneca menguat secara global. Kasus gejala pembekuan darah setelah disuntik dengan vaksin itu terus ditemukan.
Oleh
BENNY D KOESTANTO
·4 menit baca
LONDON, KAMIS — Sejumlah negara menunjukkan sikap semakin waspada dan hati-hati dalam penggunaan vaksin Covid-19 yang dikembangkan AstraZeneca. Jumlah kasus gejala terjadi pengentalan darah di Inggris mencapai 30 kasus pada pekan ini. Jerman merekomendasikan agar warga berusia di bawah 60 tahun tidak diberi vaksin AstraZeneca untuk dosis kedua mereka. Bahkan, Institut Nasional Alergi dan Penyakit Menular Amerika Serikat mengatakan, AS tidak membutuhkan vaksin AstraZeneca.
Regulator Inggris pada Kamis (1/4/2021) menyatakan telah mengidentifikasi 30 kasus peristiwa pembekuan darah langka setelah penggunaan vaksin Covid-19 AstraZeneca. Itu artinya ada penambahan jumlah kasus teridentifikasi dari sebelumnya hanya 5 kasus. Badan Pengatur Produk Kesehatan dan Obat-obatan Inggris menyatakan tidak menerima laporan peristiwa pembekuan darah serupa atas penggunaan vaksin yang dikembangkan oleh BioNTech SE dan Pfizer Inc. Meskipun demikian, pejabat kesehatan Inggris mengatakan, mereka masih percaya bahwa manfaat vaksin dalam pencegahan Covid-19 jauh lebih besar daripada kemungkinan risiko pembekuan darah.
Pembatasan beberapa negara untuk membatasi penggunaan vaksin AstraZeneca karena penyelidikan terhadap laporan pembekuan darah yang jarang terjadi—bahkan terkadang parah—terus berlanjut. Pada 18 Maret lalu, regulator obat-obatan Inggris mengatakan bahwa ada lima kasus pembekuan darah otak yang langka di antara 11 juta suntikan yang diberikan. Pada Kamis pekan ini, Inggris mengidentifikasi 22 laporan trombosis sinus vena serebral, penyakit pembekuan otak yang sangat langka, dan 8 laporan peristiwa pembekuan lainnya yang terkait dengan trombosit darah rendah dari total 18,1 juta dosis yang diberikan.
Dari Berlin dilaporkan, Komisi vaksin Jerman, yang dikenal sebagai STIKO, merekomendasikan, warga di bawah usia 60 tahun yang telah mendapat suntikan pertama vaksin Covid-19 AstraZeneca harus menerima produk yang berbeda untuk dosis kedua mereka. Dalam rekomendasi terbaru di situsnya, STIKO menyatakan tidak ada bukti ilmiah tentang keamanan serangkaian vaksin campuran. Awal pekan ini, Jerman mengatakan, hanya orang yang berusia 60 tahun ke atas yang harus diberikan vaksin AstraZeneca karena efek samping tromboemboli yang jarang terjadi, tetapi bisa parah.
Awal pekan ini, Jerman mengatakan, hanya orang yang berusia 60 tahun ke atas yang harus diberikan vaksin AstraZeneca karena efek samping tromboemboli yang jarang terjadi tetapi bisa parah.
Pihak STIKO menyatakan akan membuat rekomendasi terpisah nanti pada orang-orang muda yang sudah menerima suntikan pertama. ”Hingga data yang sesuai tersedia, STIKO merekomendasikan untuk orang yang berusia di bawah 60 tahun alih-alih diberi dosis AstraZeneca kedua, dosis vaksin mRNA harus diberikan 12 minggu setelah vaksin pertama,” kata STIKO. Vaksinasi Messenger RNA (mRNA) termasuk yang dibuat oleh Pfizer-BioNTech dan Moderna.
Perhatian terhadap dinamika efek penggunaan vaksin Covid-19 AstraZeneca menguat secara global. Di AS, penasihat utama Pemerintah AS dalam urusan pandemi Covid-19, Anthony Fauci, menyatakan, negaranya mungkin tidak membutuhkan vaksin Covid-19 yang dikembangkan AstraZeneca sekalipun otoritas kesehatan dan obat-obatan AS menyetujui penggunaan vaksin itu. Fauci yang juga Direktur Institut Nasional Alergi dan Penyakit Menular AS itu mengatakan, AS memiliki kontrak yang cukup dengan pembuat vaksin lain untuk memvaksinasi semua penduduknya. ”Itu masih belum jelas. Perasaan saya secara umum adalah mengingat hubungan kontrak yang kita miliki dengan sejumlah perusahaan, kita memiliki cukup vaksin untuk memenuhi semua kebutuhan kita tanpa meminta AstraZeneca,” kata Fauci ketika ditanya apakah AS akan menggunakan vaksin AstraZeneca.
Akhir tahun lalu, AstraZeneca dan Universitas Oxford selaku pengembang vaksin Covid-19 AstraZeneca menerbitkan data dari percobaan sebelumnya dengan dua data tingkat kemanjuran berbeda sebagai akibat dari kesalahan dosis. Kemudian pada bulan Maret lalu, lebih dari selusin negara untuk sementara menangguhkan penggunaan vaksin itu, khususnya setelah aneka laporan mengaitkannya dengan ada gangguan pembekuan darah yang langka. Pada bulan yang sama, badan kesehatan AS menyatakan, data dari perusahaan AstraZeneca memberikan gambaran yang tidak lengkap tentang kemanjurannya. Beberapa hari kemudian AstraZeneca memublikasikan hasil yang menunjukkan kemanjuran yang berkurang meskipun masih kuat.
Dari Addis Ababa dilaporkan, penangguhan sementara ekspor vaksin Covid-19 AstraZeneca dari India dikhawatirkan merusak rencana vaksinasi Covid-19 di Afrika. Kondisi itu dapat memiliki dampak ”bencana” jika berlangsung lama. ”Penahanan itu pasti akan memengaruhi kemampuan kami untuk terus memvaksinasi orang,” kata Direktur Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Afrika John Nkengasong.
India memutuskan untuk menunda ekspor besar vaksin yang dikembangkan di wilayahnya oleh Serum Institute of India (SII). Penundaan itu semata untuk memastikan India dapat memenuhi permintaan lokal. Di sisi lain, Uni Afrika telah merencanakan untuk memvaksinasi 30-35 persen dari populasi benua itu pada akhir tahun. Menurut Nkengasong, penundaan dapat menyebabkan melesetnya target itu. Ghana sejauh ini telah menerima 600.000 dari 2,4 juta dosis vaksin Covid-19 AstraZeneca. (AP/AFP/REUTERS/BEN)