Kesepakatan Kerja Sama 25 Tahun Perkuat Poros Beijing-Teheran
Teheran menyatakan pakta kerja sama Iran-China adalah bagian dari komponen politik, strategi, dan ekonomi kedua negara. Teheran menilai Beijing adalah teman yang baik saat Iran menghadapi masa-masa sulit.
Oleh
BENNY D KOESTANTO
·4 menit baca
DUBAI, SABTU — Pemerintah Iran dan Pemerintah China pada Sabtu (27/3/2021) menandatangani ”pakta kerja sama strategis” selama 25 tahun di Teheran. Kesepakatan itu berarti sebuah perluasan terbaru megaproyek global Prakarsa Sabuk dan Jalan Beijing yang bernilai triliunan dollar AS.
Negosiasi kesepakatan Teheran-Beijing itu berlangsung selama lima tahun terakhir. Rencana kesepakatan itu sempat memicu kontroversi di Iran pada tahun lalu karena sejak rencana itu digulirkan, hampir tidak ada rincian isi rencana itu dirilis ke publik. Yang diketahui publik selama ini China adalah mitra dagang utama Iran. Beijing merupakan salah satu pembeli terbesar minyak Iran, khususnya hingga sebelum Presiden AS Donald Trump menerapkan kembali sanksi sepihak atas Teheran.
Teheran menyatakan, pakta kerja sama Iran-China adalah bagian dari komponen politik, strategi, dan ekonomi kedua negara. Pakta itu ditandatangani oleh Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif dan Menlu China Wang Yi. ”Kami yakin, dokumen ini bisa sangat efektif untuk memperdalam hubungan Iran-China,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran, Saeed Khatibzadeh.
Wang Yi berharap pakta itu semakin merekatkan hubungan Beijing-Teheran. ”Hubungan di antara kedua negara sekarang telah mencapai tingkat kemitraan strategis dan China berusaha untuk meningkatkan hubungan secara komprehensif dengan Iran,” kata Wang Yi, dikutip oleh media Pemerintah Iran.
Hubungan kami dengan Iran tidak akan terpengaruh oleh situasi saat ini semata, tetapi akan permanen dan strategis.
Upacara penandatanganan itu disiarkan secara langsung oleh stasiun televisi Pemerintah Iran. ”Hubungan kami dengan Iran tidak akan terpengaruh oleh situasi saat ini semata, tetapi akan permanen dan strategis,” kata Wang. ”Iran menjaga secara independen hubungannya dengan negara lain dan tidak seperti beberapa negara lain yang mengubah posisi mereka hanya dengan satu panggilan telepon.”
Pakta tersebut pertama kali diusulkan Beijing dalam kunjungan Presiden China Xi Jinping ke Teheran pada Januari 2016. Xi dan mitranya dari Iran, Hassan Rouhani, kemudian setuju untuk menetapkan peta jalan untuk ”investasi timbal balik di bidang transportasi, pelabuhan, energi, industri, dan jasa”. Pakta dengan Teheran itu menjadi bagian dari megaproyek Prakarsa Sabuk dan Jalan yang diinisiasi Beijing. Prakarsa itu merupakan sebuah rencana besar untuk pengembangan proyek infrastruktur dan sekaligus meningkatkan pengaruh China di luar negeri.
Pada Juli tahun lalu, kontroversi meletus atas kesepakatan yang diusulkan itu. Kontroversi disulut oleh pernyataan mantan Presiden Iran Mahmoud Ahmadinejad. Ia menilai, negosiasi sedang diadakan Teheran-Beijing tanpa sepengetahuan rakyat Iran. Menlu Javad Zarif dicemooh di parlemen ketika dia meyakinkan anggota parlemen bahwa ”tidak ada rahasia” dalam kesepakatan yang diusulkan itu.
Kala itu, Zarif menjanjikan bahwa materi-materi perjanjian kedua belah pihak akan diumumkan secara terbuka ”setelah kesepakatan itu diselesaikan”. Namun, sejauh ini Pemerintah Iran belum memenuhi janji itu dan hanya sedikit detail yang telah dipublikasikan. Zarif menyebut China sebagai ”teman di masa-masa sulit” Teheran.
”Kami berterima kasih kepada China atas posisi dan tindakannya yang berharga dalam periode (penerapan) sanksi yang kejam terhadap Iran,” kata Zarif dalam rilis yang dikeluarkan kantornya.
Selama di Teheran, Wang juga dijamu oleh Presiden Rouhani. Rohani menyuarakan harapan bahwa China akan ”terus menjadi mitra dagang utama dengan Iran” dan menyerukan usaha patungan lebih lanjut, sebagaimana dirilis Kantor Kepresidenan Iran.
Di tengah kondisi krisis ekonomi akibat sanksi Barat, Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamene telah menyerukan hubungan yang lebih dalam dengan ”negara-negara yang dapat dipercaya dan merdeka seperti China”. Dia sebelumnya menggambarkan perjanjian kerja sama yang diusulkan sebagai ”benar dan masuk akal”.
China dan Rusia sama-sama pihak dalam Perjanjian Nuklir 2015. Kedua negara itu juga sangat kritis terhadap sanksi sepihak terhadap Iran yang diberlakukan kembali oleh Trump.
Kunjungan Wang ke Teheran terjadi hanya beberapa hari setelah dia menjamu Menlu Rusia Sergei Lavrov di Guilin, China. Beijing, Teheran, dan Moskwa tengah menghadapi hubungan yang sulit dengan Washington.
Situasi itu terjadi setelah pemerintahan Presiden Joe Biden berjanji untuk tetap tegas dalam berurusan dengan mereka meskipun ada pendekatan baru Washington pada diplomasinya.
Biden mengatakan tidak ingin berkonfrontasi dengan China. Namun, ia menegaskan, akan ada persaingan yang ketat di antara kedua negara adidaya itu. ”Saya mengatakan kepadanya (Xi) secara langsung pada beberapa kesempatan, kami tidak mencari konfrontasi meskipun kami tahu bahwa akan ada persaingan yang terjal dan tajam,” kata Biden. (AFP/REUTERS)