Stimulus AS Dorong Ekonomi Global, IMF Ingatkan Risiko Kepanasan
Presiden AS Joe Biden menandatangani UU tentang paket stimulus pandemi. Stimulus itu menyuntikkan dana 1,9 triliun dollar AS dalam ekonomi AS yang tertekan hebat akibat pandemi Covid-19 dan untuk dana pemulihan pandemi.
Oleh
BENNY D KOESTANTO
·5 menit baca
WASHINGTON, JUMAT — Program stimulus pandemi di Amerika Serikat yang baru saja ditandatangani Presiden Joe Biden dipuji karena dapat mendorong pertumbuhan ekonomi domestik AS dan ikut memacu pemulihan ekonomi global. Namun, lembaga Dana Moneter Internasional atau IMF memperingatkan bahwa pembuat kebijakan perlu waspada terhadap risiko yang ditimbulkan oleh pengeluaran besar-besaran serta suku bunga yang rendah.
Paket tersebut ditandatangani Biden menjadi undang-undang di Washington DC pada Kamis (11/3/2021) waktu setempat atau Jumat dini hari WIB. Stimulus itu akan menyuntikkan dana senilai 1,9 triliun dollar AS ke dalam ekonomi yang tertekan hebat akibat pandemi Covid-19. Lewat stimulus itu, usaha-usaha kecil akan didanai, tunjangan pengangguran yang akan berakhir dalam beberapa hari akan diperpanjang, dan bantuan langsung tunai senilai 1.400 dollar AS per kepala diberikan kepada banyak orang mulai bulan ini.
Biden menyatakan harapannya stimulus itu akan dapat segera melepaskan negaranya dari tekanan pandemi Covid-19. ”Legislasi bersejarah ini adalah tentang membangun kembali tulang punggung negara ini dan memberi orang-orang di negara ini—pekerja, kelas menengah, orang-orang yang membangun negara—kesempatan berjuang,” katanya saat menandatangani RUU itu menjadi UU.
Menurut perkiraan awal IMF, pengeluaran yang didorong melalui stimulus itu akan meningkatkan produk domestik bruto (PDB) AS sebesar lima hingga enam persen selama tiga tahun. Permintaan yang lebih tinggi juga akan membantu negara lain menjual lebih banyak produk ke konsumen Amerika Serikat.
”Kami melihat potensi limpahan positif yang signifikan dalam hal pertumbuhan global,” kata juru bicara IMF, Gerry Rice, kepada wartawan. ”Sebagian besar negara akan mendapatkan keuntungan dari permintaan AS yang lebih kuat, jadi ini akan membantu pertumbuhan dan pemulihan global.”
Namun, dia mengingatkan bahwa dengan suku bunga rendah, pembuat kebijakan di seluruh dunia harus waspada terhadap perubahan mendadak dalam biaya pinjaman. Hal itu telah menjadi kekhawatiran yang berkembang untuk pasar keuangan dalam beberapa pekan terakhir. Percepatan peluncuran vaksin Covid-19 menawarkan harapan pemulihan yang cepat, tetapi juga memicu kekhawatiran bahwa pertumbuhan dapat memicu spiral inflasi yang akan memaksa Bank Sentral AS (Federal Reserve atau The Fed) menaikkan suku bunga lebih cepat dari yang diharapkan.
Kekhawatiran itu telah menyebabkan pasar saham terguncang dalam beberapa sesi terakhir, terutama saham teknologi, yang kemungkinan besar akan terhambat oleh kenaikan suku bunga pinjaman.
Gubernur The Fed Jerome Powell telah berulang kali mencoba menenangkan pasar keuangan. Ia mengatakan bahwa pembuat kebijakan tidak berniat mengekang stimulus atau menaikkan suku bunga acuan sampai inflasi bertahan dengan kokoh di atas dua persen dan lapangan kerja telah pulih.
Powell mengakui, inflasi bisa melonjak tahun ini dibandingkan dengan tingkat yang tertekan selama pembatasan akibat pandemi pada tahun 2020. Namun, menurut dia, lonjakan harga tersebut kemungkinan akan bersifat ”sementara”.
Inflasi dipantau
Brian Deese, Direktur Dewan Ekonomi Nasional Gedung Putih, mengatakan, Pemerintah AS akan fokus pada pemulihan, tetapi tetap memantau inflasi. ”Ini adalah risiko, seperti banyak risiko lainnya, yang akan terus kami pantau dan awasi,” kata Deese dalam wawancaranya dengan media CNN. Komentar itu muncul ketika dia ditanya tentang perkiraan yang memproyeksikan inflasi AS akan mencapai 2,8 persen tahun ini.
Beberapa ekonom, termasuk mantan Menteri Keuangan AS Larry Summers dan mantan Kepala Ekonom IMF Olivier Blanchard, memperingatkan bahwa paket penyelamatan dapat menambah terlalu banyak bahan bakar bagi perekonomian. Namun, Gedung Putih tampak tidak terlalu menghiraukan risiko tersebut. Deese mengatakan, ”Kita masih memiliki kelambanan yang sangat besar dalam perekonomian.”
IMF sendiri secara umum menepis kekhawatiran tentang inflasi itu dengan mengatakan suku bunga tahun ini dapat meningkat menjadi 2,25 persen. Dengan level inflasi itu, besarannya tampak tidak cukup untuk mengganggu kebijakan The Fed.
Namun, juru bicara IMF, Gerry Rice, mengatakan bahwa untuk meminimalkan risiko, berarti The Fed dan bank-bank sentral lainnya harus berkomunikasi ”dengan jelas” tentang prospek dan rencana kebijakan mereka ”untuk menghindari pengetatan kondisi pasar keuangan yang tidak beralasan”.
Deese mengungkapkan, pemerintah akan mulai mengirimkan cek stimulus ke banyak warga AS akhir bulan ini. Sejalan dengan hal itu, Pemerintah AS bertekad mengembalikan pekerjaan AS ke tingkat prapandemi setahun penuh lebih awal dari perkiraan sebelumnya dari pemulihan 2024-2025, katanya.
Deese menyebut hilangnya pekerjaan sebagai salah satu sisa-sisa krisis ”paling mengerikan” dan pemulihan yang cepat akan membantu pekerja yang sering dikucilkan dari pasar tenaga kerja, termasuk ras minoritas. ”Kami tentu berharap bahwa kami akan melihat pertumbuhan yang kuat tahun ini, sesuatu yang kami butuhkan untuk benar-benar kembali ke pekerjaan penuh lebih cepat dan keluar dari kurangnya pekerjaan yang masih sangat serius,” kata Deese.
Meski lapangan kerja telah kembali tersedia di seluruh AS karena bisnis perlahan dibuka kembali, jutaan orang masih menganggur. Departemen Tenaga Kerja melaporkan, pengajuan baru untuk mendapatkan tunjangan pengangguran AS reguler terus menurun. Angkanya mencapai 712.000 pada pekan lalu dan hampir 1,2 juta klaim diajukan pekan lalu jika program tunjangan khusus selama pandemi dimasukkan.
Lebih dari 20 juta warga AS menerima beberapa bentuk tunjangan pada 20 Februari lalu. Laporan ketenagakerjaan bulan lalu menunjukkan AS masih kekurangan 9,5 juta pekerjaan dibandingkan tahun lalu.
Organisasi Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) baru-baru ini meningkatkan perkiraannya untuk pertumbuhan AS menjadi 6,3 persen untuk tahun ini. Proyeksi itu hampir dua kali lipat dari perkiraan sebelumnya. Lembaga itu memperkirakan pertumbuhan ekonomi global ke level 5,6 persen tahun ini karena vaksinasi Covid-19 dan rencana stimulus AS yang telah direalisasikan.
IMF pada bulan Februari lalu memproyeksikan pertumbuhan ekonomi global sebesar 5,5 persen tahun ini. Adapun ekspansi PDB AS tahun ini diproyeksikan sebesar 5,1 persen. Dengan ditandatanganinya stimulus ekonomi AS itu, kemungkinan IMF akan memperbarui perkiraan pertumbuhan ekonominya pada awal bulan depan. (AFP/REUTERS)