Korban Kebrutalan Junta Myanmar Terus Bertambah, Sudah 70 Orang Tewas
Ahli Badan Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa menyatakan, tindakan junta militer Myanmar dapat diklasifikasikan sebagai aksi kejahatan terhadap kemanusiaan. Sudah 70 warga Myanmar tewas pascakudeta 1 Februari.
Oleh
BENNY D KOESTANTO
·5 menit baca
YANGON, JUMAT — Korban-korban kebrutalan aparat junta militer Myanmar terus berjatuhan di tengah gelombang demonstrasi yang berkecamuk di negara itu. Sepanjang Kamis (11/3/2021), sebanyak 12 pengunjuk rasa tewas akibat respons keras aparat, menjadikan korban tewas pascakudeta 1 Februari lalu kini telah mencapai 70 orang. Ahli Badan Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa menyatakan, tindakan junta itu dapat diklasifikasikan sebagai aksi kejahatan terhadap kemanusiaan.
Menurut kelompok Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (AAPP), di antara mereka yang tewas adalah delapan orang di pusat kota Myaing. Para pengunjuk rasa itu tewas seketika akibat ditembaki pasukan keamanan junta. Sekitar 2.000 orang juga telah ditahan sejak kudeta terhadap pemerintah terpilih Aung San Suu Kyi.
Di kota terbesar Myanmar, Yangon, seorang pengunjuk rasa yang tewas bernama Chit Min Thu. Ia tewas di Distrik North Dagon. Istrinya, Aye Myat Thu, mengatakan, suaminya bersikeras untuk bergabung dalam protes meski dia memintanya untuk tinggal di rumah demi putra mereka.
”Dia bilang mati untuk (anaknya) itu,” katanya sambil menangis. ”Dia khawatir, orang-orang tidak ikut protes. Jika itu yang terjadi, demokrasi tidak akan kembali ke negara kami.”
Pemakaman lain diadakan untuk seorang pejabat Partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) pimpinan Aung San Suu Kyi, Zaw Myat Linn, yang meninggal dalam tahanan setelah ditangkap pada Selasa (9/3/2021) pagi. Para pelayat menangisi peti mati yang terbuka. Wajah almarhum Linn tampak mengalami luka-luka cukup parah.
Otoritas militer tidak menanggapi permintaan klarifikasi tentang terus bertambahnya korban tewas warga. Juru bicara junta hanya mengatakan, pasukan keamanan semakin disiplin dalam menjalankan tugas pengamanan dan mengklaim penggunaan kekerasan hanya dilakukan jika diperlukan.
”Rezim pembunuh”
Penyelidik HAM PBB di Myanmar, Thomas Andrews, mengatakan dalam sidang Dewan HAM PBB di Geneva, Swiss, bahwa aksi pembunuhan, penyiksaan, dan penganiayaan yang dilakukan junta merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan. Setengah lebih dari mereka yang tewas berusia di bawah 25 tahun, kata Andrews kepada Dewan HAM PBB.
”Negara Myanmar sedang dikendalikan oleh rezim yang membunuh dan ilegal,” kata Andrews. ”Ada banyak bukti video tentang pasukan keamanan dengan kejam memukuli pengunjuk rasa, petugas medis, dan pengamat. Ada video mengejutkan setelah serangan, termasuk luka tembak yang fatal di kepala pengunjuk rasa, dan video tentara yang menyeret atau membawa mayat korban mereka.”
Penyelidik HAM PBB di Myanmar, Thomas Andrews, mengatakan pada Dewan HAM PBB di Geneva, aksi pembunuhan, penyiksaan, dan penganiayaan yang dilakukan junta merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan.
Andrews adalah mantan anggota Kongres AS. Ia berbicara melalui pesan video dari Washington DC. Ia menyatakan, hak-hak dasar atas kebebasan berekspresi dan berkumpul ditolak di Myanmar. Dia menyerukan untuk menjatuhkan sanksi multilateral kepada para pemimpin junta serta perusahaan minyak dan gas Myanmar milik militer. Pendapatan perusahaan itu dari proyek gas alam ditaksir mencapai 1 miliar dollar AS pada tahun ini.
Dalam forum Dewan HAM PBB itu, Sekretaris Tetap Kementerian Luar Negeri Myanmar Chan Aye mengatakan bahwa pihak berwenang di Myanmar telah fokus pada menjaga hukum dan ketertiban. ”Pihak berwenang telah menahan diri sepenuhnya untuk menangani protes kekerasan,” katanya.
Di dalam forum yang sama AS mendesak semua negara untuk ”menekan militer agar menahan diri dari kekerasan terhadap pengunjuk rasa damai dan mengembalikan kekuasaan kepada pemerintah yang dipilih secara demokratis”. Adapun China dan Rusia, yang memiliki hubungan dekat dengan militer Myanmar, menyerukan langkah-langkah menuju rekonsiliasi, sekaligus menjunjung tinggi prinsip tidak ikut campur tangan dalam urusan dalam negeri.
Tuduhan korupsi
Sementara itu, junta menambah dakwaan terhadap Suu Kyi. Juru bicara junta, Brigadir Jenderal Zaw Min Tun, mengatakan bahwa Suu Kyi telah menerima pembayaran ilegal senilai 600.000 dollar AS dan emas saat berada di pemerintahan. Hal itu mengacu pada pengaduan oleh Phyo Mien Thein, mantan Menteri Utama Yangon.
”Dia dengan tegas mengatakan itu,” kata jubir junta dalam konferensi pers. ”Kami sudah beberapa kali memverifikasi fakta itu. Sekarang KPK melanjutkan penyelidikan.”
Dengan tuduhan korupsi itu, bisa berarti Suu Kyi menghadapi hukuman yang lebih berat. Dia saat ini menghadapi empat dakwaan yang relatif kecil, termasuk dakwaan mengimpor enam radio walkie talkie secara ilegal dan melanggar aturan pembatasan selama pandemi Covid-19.
Aye Ma Ma Myo, anggota parlemen dari partai Suu Kyi, menolak klaim tersebut. ”Tidak jarang kita melihat fitnah terhadap politisi dan upaya untuk menghancurkan partai, sementara anak muda yang tidak bersalah dibunuh di depan umum,” katanya.
Suu Kyi berjuang selama beberapa dekade untuk menggulingkan pemerintahan militer di bawah junta sebelum dimulainya reformasi demokrasi tentatif pada 2011. Dia telah menghabiskan total sekitar 15 tahun dalam tahanan rumah.
Junta berdalih pengambilan kekuasaan secara paksa itu setelah pemilu November lalu yang dimenangi oleh partai Suu Kyi diwarnai oleh penipuan. Pernyataan tersebut ditolak oleh komisi pemilihan Myanmar.
Juru bicara junta, Zaw Min Tun, menegaskan kembali bahwa militer hanya akan bertugas untuk jangka waktu tertentu sebelum mengadakan pemilu baru. Junta mengatakan, keadaan darurat akan berlangsung selama satu tahun, tetapi belum menetapkan tanggal pemilihan.
Terkait kondisi terbaru, media pemerintah mengatakan, junta telah menghapus kelompok pemberontak, Tentara Arakan (AA), dari daftar kelompok teroris karena telah menghentikan serangan. Kelompok itu dinyatakan siap membantu membangun perdamaian di seluruh negeri.
AA memperjuangkan otonomi yang lebih besar di Negara Bagian Rakhine. Kelompok itu telah menjadi salah satu kekuatan paling tangguh dalam menantang pemerintah selama tujuh dekade. (AP/AFP/REUTERS)