Pengungkapan Harry-Meghan Markle soal sisi gelap Kerajaan Inggris dinilai sedahsyat kematian Putri Diana dan mundurnya Raja Edward VIII tahun 1936. Seabad terakhir, tantangan bagi kerajaan kerap muncul dari internal.
Oleh
Luki Aulia
·5 menit baca
LONDON, RABU — Seluruh anggota keluarga Kerajaan Inggris merasa sedih dengan cerita tentang pengalaman Pangeran Harry dan istrinya, Meghan Markle, ketika mereka berada di Istana Buckingham selama dua tahun. Isu keluarga Kerajaan Inggris yang rasis, yang disinggung oleh Meghan, dinilai kerajaan sangat memprihatinkan dan akan ditangani serius oleh pihak keluarga.
Hal itu dikemukakan Ratu Inggris Elizabeth II melalui pernyataan tertulis yang disampaikan pihak Istana Buckingham, Selasa (9/3/2021). ”Isu yang diangkat, terutama soal ras, memprihatinkan. Meski ingatan bisa berbeda, hal itu akan tetap ditangani serius dan diselesaikan internal keluarga. Harry, Meghan, dan Archie akan selalu menjadi anggota keluarga yang dicintai,” sebut pernyataan tertulis Istana Buckingham.
Meghan dan Harry menceritakan pengalaman mereka selama berada di dalam lingkungan istana dalam program acara wawancara dengan Oprah Winfrey selama 2 jam di televisi CBS pada hari Minggu lalu. Akibat wawancara itu, Kerajaan Inggris kembali terjerembab pada krisis terbesar sejak kematian Putri Diana tahun 1997.
Dalam wawancara itu, Meghan menuduh keluarga kerajaan Inggris menyinggung soal kekhawatiran akan warna kulit Archie yang bisa jadi akan semakin gelap. Meghan juga mengungkapkan, tidak ada yang menolong dirinya ketika membutuhkan bantuan saat pernah ingin bunuh diri. Harry juga mengatakan ayahnya, Pangeran Charles, sudah membuatnya kecewa. Ia merasa terjebak di kehidupan kerajaan.
Tayangan wawancara Harry-Meghan itu ditonton oleh 12,4 juta penonton di Inggris dan 17,1 juta penonton di Amerika Serikat. Di kalangan masyarakat Inggris, pendapat warga terbelah. Ada yang menilai program acara itu menunjukkan betapa Kerajaan Inggris sangat ketinggalan zaman dan tidak toleran. Sementara ada juga yang menganggap Harry-Meghan menyerang Ratu dan keluarganya, perlakuan yang tidak pantas mereka dapatkan.
”Kunci kemampuan monarki untuk bertahan selama berabad-abad ini adalah kemampuan beradaptasi sesuai kebutuhan zaman. Kerajaan harus beradaptasi lagi,” sebut harian The Times.
Sumber di Istana Buckingham mengatakan, Ratu Elizabeth II yang sudah berkuasa selama 69 tahun itu mengaku sempat meminta waktu untuk menimbang respons yang tepat dari kerajaan. Seorang mantan asisten senior kerajaan mengungkapkan, kemungkinan Ratu, Pangeran Charles, dan Pangeran William akan bertemu dengan sekretaris pribadi dan bagian komunikasi untuk membicarakan tanggapan kerajaan.
Setelah wawancara itu ditayangkan, Meghan memperoleh simpati dari masyarakat dan media Amerika Serikat karena ia menceritakan anggota keluarga kerajaan yang tidak peduli, bahkan jahat karena rasis. Sebaliknya, di Inggris, Harry-Meghan kerap menjadi sorotan negatif media massa. Bahkan, Harry mengaku terluka ketika ada media yang rasis terhadap keluarganya.
Harry menuturkan, keluarga kerajaan diam-diam bersepakat dengan tabloid-tabloid Inggris karena keluarganya ketakutan media akan menyerang keluarga kerajaan. ”Selama puluhan tahun, ketakutan itu selalu ada,” kata Harry.
”Serangan bom” Meghan
Bagi kerajaan, ”serangan bom” Meghan dinilai sedahsyat kisah kematian Putri Diana dan Raja Edward VIII yang turun takhta pada 1936. Perdana Menteri Inggris Boris Johnson menyaksikan wawancara Harry-Meghan, tetapi tidak berkomentar karena ia menghormati Ratu. PM Selandia Baru Jacinda Ardern juga mengatakan, Ratu masih tetap menjadi pemimpin negara Selandia Baru.
Para pendukung Harry-Meghan dan oposisi bagi monarki mengatakan, apa yang dikatakan Meghan dan Harry sudah menunjukkan betapa rusaknya kerajaan dan bagian hubungan masyarakat kerajaan sudah menciptakan citra keluarga kerajaan yang tidak sesuai fakta. ”Sekarang masyarakat menjadi lebih tahu seperti apa sebenarnya monarki. Dan, ternyata tidak baik,” kata Graham Smith, pemimpin kelompok Republik yang berjuang menghapuskan monarki.
Wawancara Harry-Meghan kini menjadi tantangan terbesar bagi keluarga kerajaan Inggris abad ini. Namun, para pendukung kerajaan yakin bahwa kerajaan akan bisa bertahan setidaknya saat Ratu Elizabeth II masih berkuasa.
Tuduhan Harry-Meghan juga menggarisbawahi betapa kerasnya kerajaan yang didanai oleh pembayar pajak itu beradaptasi dengan dunia meritokratis dan dalam pengawasan media massa yang intens. Kerajaan diyakini akan bisa mengatasi gejolak ini, lalu diam-diam melakukan reformasi. Seperti halnya ketika Raja Edward VIII turun takhta pada 1936. Edward turun takhta gara-gara seorang janda AS, Wallis Simpson. Atau seperti ketika Putri Diana tewas.
Namun, kemungkinan krisis ini akan berdampak lebih lama karena mendekati akhir kekuasaan Elizabeth II. ”Ini momen yang suram bagi keluarga kerajaan, tidak diragukan lagi. Namun, monarki akan bisa tetap bertahan meski krisis ini tidak akan mudah diatasi,” kata seorang mantan asisten senior kerajaan.
Keputusan penanganan kasus ini berada di tangan Ratu dengan masukan dari Pangeran Charles dan William serta para penasihat dan kemungkinan juga PM Johnson.
Krisis dan tantangan
Sepanjang sejarah, Kerajaan Inggris harus melewati berbagai krisis dan tantangan, seperti peperangan, revolusi, dan pemberontakan sipil. Namun, selama satu abad terakhir, ancaman terbesar justru datang dari internal kerajaan. Krisis pelepasan takhta yang tidak terduga mendorong Raja George VI naik takhta, yang kemudian dilanjutkan oleh putrinya, Elizabeth II. Setelah itu kemudian terjadi krisis terkait skandal dan pernikahan Charles-Diana yang hancur.
Setelah kematian Diana, Tony Blair yang kemudian menjadi PM mencoba meyakinkan Charles untuk membujuk Ratu agar memberikan pidato kepada rakyat meski saat itu sedang terjadi ketegangan antara tim PM dan para penasihat kerajaan. Blair merasa kerajaan lamban merespons krisis itu sehingga Blair kemudian mengerahkan tim hubungan masyarakatnya sendiri.
Novelis Hilary Mantel, yang menulis trilogi tentang Raja Tudor Henry VIII, menyamakan keluarga kerajaan dengan panda yang ”mahal untuk dilestarikan dan tidak bisa beradaptasi dengan lingkungan modern”. ”Namun, mereka tetap menarik dan indah untuk dilihat. Ada yang menganggap mereka menawan, ada yang mengasihani. Yang jelas semua orang menonton dan, seluas apa pun istana, itu tetaplah kandang,” tulis Mantel dalam salah satu esainya tahun 2013.
Dalam wawancara, Harry mengakui, dirinya terjebak di dalam lingkungan istana dan sistem kerajaan; dan ia tidak menyadari hal itu. ”Keluarga saya juga begitu. Ayah saya. Kakak saya. Mereka terjebak dan tidak bisa pergi,” ujarnya.
Kehebohan kisah Harry-Meghan ini muncul di tengah-tengah ”perang budaya” yang sering digambarkan sebagai perpecahan antara generasi tua, yang ingin melindungi sejarah serta warisan Inggris, dan anak muda yang menganggap generasi tua menjadi penghalang untuk mengakhiri ketidakadilan rasial dan sosial. Semakin banyak dari generasi yang tumbuh di masa ketika Elizabeth naik takhta sudah tiada. Monarki harus memikirkan tentang masa depannya. (REUTERS/AFP)