Kota Ur terletak di Mesopotamia kuno, salah satu tempat lahirnya peradaban manusia dan tempat kelahiran Nabi Ibrahim.
Oleh
BENNY D KOESTANTO
·3 menit baca
Menyembah Tuhan dan mencintai sesama. Demikian antara lain pesan sekaligus perwujudan pertemuan Paus Fransiskus dengan tokoh lintas agama yang digelar di kota Ur, Irak selatan, Sabtu (6/3/2021).
Dari kota tempat lahirnya peradaban dan bapak agama-agama Abrahamik itu, Sri Paus menekankan agar hadirin menjauhkan diri dari permusuhan serta selalu bekerja sama memajukan perdamaian dan persatuan umat manusia dari aneka latar belakang.
”Semuanya dimulai dari sini,” kata Sri Paus kepada para semua yang hadir dalam ibadah lintas agama di Ur. ”Tempat yang diberkati ini membawa kita kembali ke asalnya. Kita telah kembali ke rumah.”
Dengan saksama, Sri Paus mendengar perkataan para perwakilan komunitas iman di Irak yang beragam. Mereka mencoba menyatukan tekad untuk membina kerukunan dalam semangat kebersamaan.
Dalam lawatan apostoliknya ke Irak, 5-8 Maret, Paus mendatangi beberapa tempat dan berjumpa dengan tokoh-tokoh dari berbagai latar belakang. Sebelum ke Ur, ia bertemu pemimpin spiritual Syiah Irak, Ayatollah Ali al-Sistani, di kota suci Najaf. Kunjungan itu menandai momen penting dalam sejarah agama modern dan tonggak sejarah dalam upaya Paus memperdalam dialog dengan agama lain.
Kota kuno Ur terletak di Provinsi Dhi Qar, sekitar 300 kilometer di selatan ibu kota Baghdad. Di Kota itu, Abraham atau Nabi Ibrahim diyakini lahir pada 2000 tahun sebelum Masehi (SM). Kota itu terletak di Mesopotamia kuno, salah satu tempat lahirnya peradaban manusia.
The Times of Israel menggambarkan Ur sebagai ibu kota terakhir dinasti Kerajaan Sumeria yang peradabannya berkembang 4.000-5.000 tahun yang lalu. Juga dianggap sebagai kota suci Dewa Bulan Sin dalam agama Sumeria. Khaldea, Sumeria, Akkadia, dan Babilonia semuanya ada di Ur. Situs itu adalah ibu kota Kerajaan Sumeria pada milenium keempat dan ketiga SM.
Para arkeolog memperkirakan kota itu pernah ditinggali orang hingga sebanyak setengah juta jiwa. Puncak keemasan kota itu diperkirakan berada di bawah pemerintahan Raja Ur-Nammu yang diyakini memerintah antara tahun 2112-2095 SM dan penerusnya. Ur diperkirakan mulai ditinggalkan sekitar 500 SM.
Kota Ur adalah tempat yang dipercaya sebagai tempat pertama kalinya roda ditemukan. Media Al Jazeera menyebutkan pula bahwa kota itu menjadi tempat ditetapkannya undang-undang atau aturan hukum Hammurabi dan tempat minyak pertama kali dibakar sebagai sumber energi.
Pada Juli 2016, lembaga PBB UNESCO menempatkan Ur dalam daftar Warisan Dunia, selain beberapa kawasan di Irak selatan lain dan situs lain, seperti Eridu dan Al-Warka.
Penggalian pada awal 1900-an di Ur menunjukkan bahwa penduduknya menjalani kehidupan mewah karena kota itu makmur dalam penanaman dan perdagangan gandum dan jelai.
Penggalian berlanjut hingga hari ini karena masih ada harta karun yang belum ditemukan. Proses itu yakini akan memberikan wawasan lebih jauh tentang salah satu kota progresif pertama di dunia itu.
Dari tempat ini, di mana iman kita lahir, dari negeri bapak kita Abraham, mari kita tegaskan, Tuhan itu penyayang. Penghujatan terbesar ialah mencemarkan nama-Nya dengan membenci saudara-saudari kita lainnya.
Selama beberapa dekade, penggalian arkeologi dilarang karena konflik dan masalah keamanan. Namun, para peneliti Irak dan Amerika mulai melanjutkan penggalian di daerah itu beberapa tahun setelah jatuhnya diktator Saddam Hussein.
”Selama musim penggalian tahun 2007 di kota kuno Ur, kami menemukan sekitar 100 artefak yang mencakup teks-teks kuno yang penting,” Mustafa al-Hussaini, seorang arkeolog yang berbasis di Nasiriya.
Amer Abdulrazzaq, Kepala Museum Peradaban Nasiriyah, menjelaskan alasan Ur dinilai penting bagi umat Kristen, Yahudi, dan Muslim.
”Tempat kelahiran Nabi Ibrahim ini disebutkan dalam Taurat dan Injil. Semua agama menganggapnya bapak spiritual mereka. Itu alasannya mengunjungi tanah kelahirannya dianggap sebagai salah satu ritual keagamaan terpenting dalam ziarah Kristen,” katanya.
Sri Paus menyerukan persaudaraan dari kota istimewa itu. Yahudi, Kristen, dan Islam tidak seharusnya berseteru, tetapi membangun dialog dan toleransi.
”Dari tempat ini, di mana iman kita lahir, dari negeri bapak kita Abraham, mari kita tegaskan, Tuhan itu penyayang. Penghujatan terbesar ialah mencemarkan nama-Nya dengan membenci saudara-saudari kita lainnya,” kata Paus.
”Permusuhan, ekstremisme, dan kekerasan tidak lahir dari hati yang religius, tetapi adalah bentuk pengkhianatan terhadap agama.”