Paus Fransiskus Menebar Damai di ”Negeri Terluka”
Paus Fransiskus beberapa kali menyinggung Irak lewat medsos dan pernyataan langsung. Umat Katolik dan minoritas lainnya di Irak berhak mendapatkan hak dan perlindungan seperti mayoritas.
Paus Fransiskus menepis banyak rekomendasi untuk menunda kunjungan apostoliknya ke Irak karena masalah keamanan. Misi membawa perdamaian dan toleransi bagi kaum minoritas yang lama teraniaya mendorongnya pergi.
------------------------------------------------------
”Aku berdoa setiap hari bagi mereka yang menderita di Irak. Mari bergabunglah denganku.”
Demikianlah cuitan pertama Paus Fransiskus di Twitter, dengan unggahan foto dua anak perempuan di kolong sebuah jalan layang. Unggahan pada 5 September 2014 itu menggambarkan salah satu ciri khas kepribadian Paus Fransiskus sebagai gembala umatnya, yakni menyampaikan sapaan kedekatan emosionalnya. Irak dan warganya adalah bagian dari relung kedekatan sekaligus kerinduan Pemimpin Tertinggi Gereja Katolik Roma Sedunia itu pada umat gembalaannya.
Timur Tengah, tempat yang ingin dituju dalam pengabdiannya seusai ditahbiskan sebagai pastor muda Jesuit, merupakan salah satu wilayah spesial di hati Paus Fransiskus. Ia beberapa kali menyinggung Irak, baik melalui media sosial maupun pernyataan langsung.
Paus mengungkapkan keprihatinan atas aneka kekerasan di sana, sapaan kepada anak-anak dan keluarga yang teraniaya, hingga mengungkapkan doa dan harapan agar tercipta kedamaian abadi di Irak. Suatu saat, Paus mengatakan, hatinya tersayat, terutama ketika memikirkan anak-anak di Irak.
Dalam kelindan suasana batin itulah, Paus memulai lawatan kepausannya ke Irak, Jumat (5/3/2021). Irak menjadi negara pertama yang dikunjungi sejak pandemi Covid-19 melanda. Banyak pihak dan media menyebut perjalanan luar negerinya ini paling berisiko. Serentetan serangan roket dan bom bunuh diri terjadi beberapa hari menjelang kedatangan Paus.
Baca Juga: Paus Fransiskus Memulai Ziarah Perdamaian Bersejarah ke Irak
Paus kelahiran Argentina, 17 Desember 1936, itu terbang ke Irak di tengah keamanan paling ketat untuk kunjungan apostoliknya. Sedikitnya 10.000 personel keamanan disiagakan. ”Sejak lama saya ingin bertemu orang-orang yang telah sangat menderita, berjumpa dengan umat Allah yang teraniaya di negeri Ibrahim,” katanya seperti dikutip Vatican News.
Presiden Irak Barham Salih berterima kasih kepada Paus Fransiskus karena telah mengunjungi Irak. Sebelumnya banyak rekomendasi agar Paus menunda perjalanan itu karena pandemi, keamanan yang rawan, dan tantangan lain yang disebutnya sebagai ”negeri terluka”. ”Fakta bahwa Paus tetap datang telah melipatgandakan nilai lawatan ini bagi rakyat Irak,” kata Salih.
Di Irak, Paus menemui pemimpin spiritual Muslim Syiah, Imam Agung Ali al-Sistani, di Najaf, Irak tengah. Kota ini sekitar 160 km di selatan Baghdad, 30 km dari Babilonia kuno, dan 400 km di utara Ur, kota kelahiran Nabi Ibrahim. Di Ur, Paus merayakan misa lintas agama di mana umat Kristen, Muslim, dan Yahudi, serta keyakinan lain hadir.
Sistani telah berulang kali menegaskan, Muslim dilarang membunuh. Pada 2014, ketika kelompok Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS) mendekati Baghdad, dia meminta warga mengangkat senjata untuk mengusir NIIS.
Misi kunjungan
Dari sisi Paus, kunjungan ke Irak bukan melulu untuk kalangan Katolik atau Kristen. Namun, simbol perdamaian bagi semua yang teraniaya, mengejawantahkan kekuatan dialog antarumat beragama, toleransi, melawan terorisme, dan sektarianisme.
Baca Juga: Urgensi Paus ke Irak
Pertemuan dengan Sistani mengirim pesan, Paus mengulurkan tangan damai dan dialog dengan semua aliran Islam. Seperti pertemuannya dengan ulama Sunni terkemuka, Imam Besar Al-Azhar (Kairo) Sheikh Ahmed al-Tayeb pada awal Februari 2019 di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab.
Semoga bentrokan senjata, kekerasan, dan ekstremisme diakhiri.
Paus menyampaikan seruannya soal perlunya toleransi di negara itu. Irak adalah negara kaya akan keragaman etnis dan agama, tetapi sangat traumatis oleh kebencian dan kekerasan. Sejak invasi oleh Amerika Serikat pada 2003, yang menggulingkan kepemimpinan Saddam Hussein, Irak dilanda kekerasan sektarian yang brutal. Seperti banyak komunitas di Irak, minoritas Kristen, dan Yazidi menjadi target kekerasan mematikan selama dua dekade.
”Irak telah menderita dampak perang yang menghancurkan, bencana terorisme, dan konflik sektarian yang sering didasarkan pada fundamentalisme sempit, yang tidak menerima hidup berdampingan secara damai dengan berbagai kelompok etnis dan agama,” kata Paus. ”Semoga bentrokan senjata, kekerasan, dan ekstremisme diakhiri,” ujarnya.
Beberapa umat Kristen tetap menyimpan ketidakpercayaan terhadap tetangga mereka yang berbeda keyakinan dan menghadapi diskriminasi yang sudah lama, bahkan sejak sebelum ada kelompok NIIS.
Umat Kristen Irak adalah salah satu komunitas Kristen tertua di dunia, sudah ada sejak masa Yesus. Mereka termasuk dalam sejumlah ritus dan denominasi dengan Katolik dari etnis Kasdim yang terbesar, bersama Katolik Suriah, Asiria Timur, Kladea, Ortodoks Suriah, dan lainnya.
Warga Kristen Irak adalah minoritas dengan jumlah cukup besar, pernah sekitar 1,4 juta orang. Jumlahnya menyusut akibat kekacauan pascakonflik 2003. Mereka menerima tekanan lebih lanjut ketika NIIS pada 2014 menyapu Irak utara, termasuk kota-kota tradisional Kristen di dataran Niniwe dan Mosul, kota pusat Kristen Irak. Selain banyak dibunuh akibat kekerasan sektarian, banyak juga yang melarikan diri ke luar ngeri.
Hanya segelintir pelarian itu yang telah kembali. Menurut Reuters, jumlah warga pengikut Yesus di Irak kini kurang dari 300.000 jiwa. Banyak dari mereka tetap mengungsi. Mereka yang kembali menemukan rumah dan gereja mereka hancur. Banyak yang merasa masih tetap terintimidasi oleh milisi yang menguasai beberapa daerah.
Masih alami diskriminasi
Dalam kehidupan sehari-hari, warga Kristen masih mengalami diskriminasi. Mereka susah mendapat pekerjaan di sektor publik yang menjadi sumber utama mata pencarian di negara itu pascakonflik. Pekerjaan publik sebagian besar dikendalikan elite politik mayoritas.
Semua warga Irak bahagia, bukan hanya Kristen. Kami berharap ini akan menjadi hari yang diberkati bagi kami dan untuk semua warga Irak.
Bagi Paus, yang sering bepergian ke tempat-tempat di mana orang Kristen merupakan minoritas teraniaya, umat Katolik di Irak adalah lambang ”Gereja martir” yang dia kagumi sejak muda.
Kedatangan Paus memunculkan harapan bagi bukan saja minoritas Katolik, melainkan juga warga minoritas lainnya dan Muslim yang teraniaya. Mereka senang Paus benar-benar datang ke tengah mereka. Warga semua agama berjajar di pinggir jalan menyambut Paus di luar bandara Baghdad. Warga antusias mempersiapkan kedatangan Paus.
”Kami tidak bisa mengungkapkan kegembiraan kami karena ini pasti peristiwa bersejarah yang akan terus kami kenang,” kata Rafif Issa, seorang warga. ”Semua warga Irak bahagia, bukan hanya Kristen. Kami berharap ini akan menjadi hari yang diberkati bagi kami dan untuk semua warga Irak.”
Baca Juga: Lawatan Paus Fransiskus ke Irak, Asa Mengakhiri Kekerasan
Paus Fransiskus mengatakan, umat Katolik dan minoritas lainnya di Irak berhak mendapat hak dan perlindungan yang sama seperti mayoritas. ”Keragaman agama, budaya, dan etnis yang telah menjadi ciri khas masyarakat Irak selama ribuan tahun adalah sumber daya yang berharga dan bukan hambatan untuk dihilangkan,” katanya, seperti dikutip AP.
”Irak hari ini dipanggil untuk menunjukkan kepada semua orang, terutama di Timur Tengah, bahwa keragaman, alih-alih menimbulkan konflik, justru harus mengarah pada perdamaian, kerja sama yang harmonis di tengah masyarakat,” ujar Paus Fransiskus.
Secara khusus Paus berpesan kepada umat Katolik di Irak: jadilah layaknya biji sesawi, kecil dari sisi jumlah, tetapi memberi berkah bagi masyarakat di sekitarnya secara keseluruhan. Salih, warga etnis minoritas Kurdi Irak, telah menggemakan pesan seruan itu.
”Negara ini tidak bisa dibayangkan tanpa warga Kristen,” kata Salih. ”Migrasi umat Kristen yang berkelanjutan dari negara-negara di timur akan menimbulkan konsekuensi bagi kemampuan orang-orang dari wilayah yang sama tentang hidup dalam kebersamaan.”