Serangan atas pekerja PBB dan diplomat di Republik Demokratik Kongo mengingatkan lagi betapa besar risiko petugas kemanusiaan dan diplomat di wilayah konflik.
Oleh
REDAKSI
·2 menit baca
AP PHOTO/JUSTIN KABUMBA
Pasukan Penjaga Perdamaian PBB membawa jenazah dari dekat area tempat serangan terhadap konvoi PBB, yang menewaskan Dubes Italia, di Nyiragongo, Provinsi Kivu Utara, Republik Demokratik Kongo, Senin (22/2/2021).
Insiden itu begitu tragis dan mengenaskan. Konvoi dua kendaraan Program Pangan Dunia Perserikatan Bangsa-Bangsa (WFP PBB), di dalamnya terdapat Duta Besar Italia untuk Republik Demokratik Kongo Luca Attanasio, dicegat kawanan pria bersenjata di dekat kota Goma, Provinsi Kivu Utara, wilayah timur negara itu, Senin (22/2/2021). Konvoi itu akan menyalurkan bantuan pangan di sebuah sekolah.
Menurut Kepresidenan Republik Demokratik Kongo, seperti dikutip Reuters, penyergapan dilakukan enam pria bersenjata. Mereka menghentikan konvoi dan memaksa tujuh orang keluar dari kendaraan setelah menembak salah seorang sopirnya.
Kawanan bersenjata itu sempat dikejar polisi Taman Nasional Virunga dan tentara, yang mendapat laporan tentang penyergapan itu, lalu meletus baku tembak. Para penculik itu, demikian keterangan kepresidenan, menembak Attanasio dan pengawalnya, Vittorio Iacovacci (30), dari jarak dekat. Iacovacci meninggal di tempat, sedangkan Attanasio (43) luka parah di perut dan meninggal di rumah sakit.
COMUNITA\' DI SANT\'EGIDIO VIA AP
Duta Besar Italia untuk Republik Demokratik Kongo Luca Attanasio (tengah, kelima dari kiri) dan istrinya, Zakia Seddiki (kelima dari kanan), saat mereka berpose dalam kunjungan ke sebuah komunitas di Kinshasa, Republik Demokratik Kongo, 24 Januari 2018.
Detail insiden itu sengaja diuraikan lagi untuk memperlihatkan betapa berbahaya wilayah konflik dan betapa berisiko tugas misi kemanusiaan, diplomatik, dan perdamaian di wilayah itu.
Republik Demokratik Kongo—dulu disebut Zaire—berbeda dari Kongo yang beribu kota Brazzaville, adalah salah satu dari negara konflik hingga hari ini. Perang saudara dan kekerasan bersenjata tidak pernah berhenti di negara itu. Lembaga Kivu Security Tracker (KST) asal Amerika Serikat menyebutkan terdapat 122 kelompok bersenjata aktif di empat provinsi wilayah timur negara itu, termasuk Kivu Utara.
Krisis pengungsi tak terelakkan. Komisi Tinggi PBB untuk Pengungsi (UNHCR) mendata, ada 5,2 juta pengungsi di negara itu. Badan PBB untuk Anak-anak (Unicef) menambahkan, 3 juta anak-anak terancam oleh kekerasan di sana. ”Perdamaian, kesehatan, dan pendidikan kadang menjadi hak istimewa untuk sedikit orang. Republik Demokratik Kongo sangat haus akan perdamaian setelah tiga dekade perang,” kata Dubes Attanasio, Oktober tahun lalu.
AP PHOTO/JUSTIN KABUMBA
Pintu gerbang markas PBB, yang menjadi tempat Dubes Italia Luca Attanasio dibawa setelah diserang bersama konvoi misi PBB, di Goma, Provinsi Kivu Utara, Republik Demokratik Kongo, Senin (22/2/2021).
Sejak 1999 PBB membentuk Misi PBB untuk Stabilisasi di Republik Demokratik Kongo (MONUSCO). Indonesia menjadi bagian dari misi perdamaian itu. Data MONUSCO per Desember 2020 menyebutkan, Indonesia mengirim 1.034 tentara dan menjadi penyumbang terbesar keempat dalam misi itu. Indonesia Juni tahun lalu kehilangan Pembantu Letnan Dua (Anumerta) Rama Wahyudi, yang gugur kala regunya diserang kelompok bersenjata di Kivu Utara.
Masih banyak lagi personel misi PBB dan anggota korps diplomatik yang gugur dalam tugas di negara itu. Sambil menanti hasil penyelidikan atas insiden Senin lalu, tak dapat dimungkiri perlindungan ekstra bagi mereka yang bertugas di wilayah konflik itu mutlak diperlukan dan tak dapat ditawar.