Indonesia menunjukkan kepemimpinannya dalam memperjuangkan Palestina dan kesetaraan vaksin melalui berbagai mekanisme baik bilateral maupun multilateral.
Oleh
ADHITYA RAMADHAN
·3 menit baca
Konsistensi dalam diplomasi adalah penting. Sikap negara dalam satu hal yang diekspresikan melalui pernyataan para pemimpin dan pejabatnya serta kebijakan yang diambilnya harus sinkron. Perbedaan pernyataan dan atau tindakan akan memicu tanda tanya besar sekaligus menggerus kredibilitas di mata internasional.
Salah satu isu yang secara konsisten disuarakan oleh Indonesia adalah soal Palestina. Berulang kali Menteri Luar Negeri RI Retno LP Marsudi menyatakan bahwa Indonesia akan terus mendukung kemerdekaan Palestina berdasarkan solusi dua negara dan berdasarkan parameter internasional yang telah disepakati.
Dalam pernyataan pers tahunan menteri (PPTM) di awal 2021, sikap tersebut kian dipertegas ketika menjawab berita seolah Indonesia akan segera membuka hubungan diplomatik dengan Israel. Retno menegaskan, hingga saat ini, tidak terdapat niatan Indonesia untuk membuka hubungan diplomatik dengan Israel.
Di tengah pandemi Covid-19 saat ini, isu lain yang juga digaungkan berulang kali oleh Indonesia di forum internasional adalah soal kesetaraan vaksin. Dengan mengusung prinsip vaksin sebagai barang publik (public good), Indonesia terus mendorong akses vaksin yang setara, aman, dan dengan harga terjangkau. Diplomasi terkait ini pun dilakukan baik secara bilateral maupun melalui kanal multilateral.
”Hentikan politisasi vaksin dan hentikan nasionalisme vaksin. Vaksin adalah isu kemanusiaan dan bukan isu politis. Saya berharap bahwa multilateralisme vaksin dapat berhasil sehingga kita dapat berkata bahwa multilateralisme bekerja untuk rakyat dan membuahkan hasil,” tegas Retno saat menjadi salah satu panelis dalam Leadership Panel on Resetting Geopolitics di Forum Ekonomi Dunia beberapa waktu lalu.
Sebagai salah satu Ketua Bersama COVAX Advance Market Commitment Engagement Group (COVAX AMC EG), Retno akan mengawal pembahasan strategi, kebijakan, dan kinerja COVAX Facility untuk memastikan tercapainya penyediaan pasokan dan distribusi vaksin Covid-19 dengan cepat dan serentak bagi negara AMC secara gratis, aman, dan efektif.
Namun, komitmen itu bakal menghadapi tantangan yang tidak mudah. Palestina yang perjuangannya didukung penuh Indonesia, misalnya, menghadapi kekurangan dana 30 juta dollar AS untuk melakukan kampanye vaksinasi Covid-19 bagi 60 persen warganya.
Sebagai negara yang memberikan dosis vaksin Covid-19 terbanyak di dunia per 100 orang penduduk, Israel lebih memilih membelikan Suriah vaksin Covid-19 dari Rusia sebesar 102 juta dollar AS sebagai imbalan pembebasan warganya yang ditahan Damaskus selama ini daripada membantu warga Palestina.
Memang, Israel sudah menyalurkan vaksin kepada sebagian warga Palestina di Tepi Barat dan Jalur Gaza serta seluruh warga Palestina di Jerusalem Timur, termasuk mereka yang bekerja di enam rumah sakit Palestina di sana.
Namun, warga Pelestina di Jerusalem Timur memiliki status tinggal tetap di Israel sehingga mereka membayar pajak kepada Israel dan memiliki akses pada pelayanan kesehatan Israel.
Dalam pernyataannya pada 14 Januari 2021, Komisi HAM Perserikatan Bangsa-Bangsa menyatakan bahwa sebagai kekuatan yang menduduki wilayah Palestina, Israel-lah yang bertanggung jawab memberikan akses yang terbuka terhadap vaksin Covid-19 kepada warga Palestina.
Dalam PPTM, Retno menyampaikan bahwa diperlukan kepemimpinan global kolektif untuk membawa dunia pulih dari dampak pandemi Covid-19. Selain itu, ia menyatakan bahwa salah satu prioritas kepemimpinannya dalam COVAX AMC adalah solidaritas.
Komitmen itu telah ditunjukkan dengan memberikan batuan 2,3 juta dollar AS bagi warga Palestina melalui berbagai mekanisme, baik bilateral maupun melalui Badan Bantuan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA) dan Komite Internasional Palang Merah (ICRC).