Berikan Kesetaraan Akses Vaksin bagi Negara Miskin dan Berkembang
Negara-negara G-20 ditantang untuk membuka akses setara bagi setiap negara atas vaksin Covid-19 yang tengah dikembangkan.
Oleh
Mahdi Muhammad
·4 menit baca
RIYADH, MINGGU — Para pemimpin negara-negara G-20 menyerukan pentingnya akses global atas vaksin Covid-19 untuk mengatasi pandemi dan resesi global terburuk sejak Perang Dunia II. Ketiadaan tanggapan global yang memadai serta ketiadaan perlindungan bagi penduduk dunia akan berdampak pada resesi ekonomi yang akan membutuhkan waktu lebih lama untuk pulih.
Tidak hanya itu, negara-negara maju diserukan untuk membantu dalam menutupi kekurangan dana penelitian vaksin Covid-19 sebesar 4,5 miliar dollar AS atau sekitar Rp 64,042 triliun yang dibutuhkan oleh industri farmasi global dalam proses penelitian dan pengembangan vaksin.
Dana tambahan itu untuk menutupi kekurangan pembiayaan bagi program ACT-accelerator yang diminta oleh Perdana Menteri Norwegia, Presiden Afrika Selatan, serta pimpinan Uni Eropa dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Dalam konferensi daring yang dibuka oleh pemimpin Kerajaan Arab Saudi Raja Salman bin Abdulaziz al-Saud, Sabtu (21/11/2020), Raja Salman menyerukan kerja sama global, terutama negara-negara maju. Hal itu penting untuk membantu membuka akses yang terjangkau dan setara pada vaksin Covid-19 serta alat-alat teurapetik lain kepada penduduk dunia.
”Kita memiliki tugas untuk bersama-sama menghadapi tantangan ini dan memberikan pesan serta harapan yang kuat, kepastian kepada seluruh rakyat,” kata Raja Salman.
Pesan yang senada disampaikan Presiden China Xi Jinping dalam konferensi yang akan berlangsung selama dua hari itu. Presiden Xi berbicara tentang perlunya pelindung global untuk melawan pandemi Covid-19, yaitu dengan cara membantu pendistribusian vaksin secara adil dan efisien.
Sementara itu, Presiden Perancis Emmanuel Macron menekankan pentingnya kerja sama global dalam mengatasi pandemi ini. ”Tidak akan ada tanggapan yang efektif terhadap pandemi kecuali jika itu merupakan tanggapan global,” kata Macron.
Pernyataan ketiga pemimpin negara G-20 itu tidak terlepas dari optimisme perkembangan calon vaksin yang tengah dikembangkan oleh beberapa perusahaan farmasi, yaitu Pfizer dan BioNTech serta Moderna Inc.
Dua vaksin yang tengah dikembangkan oleh mereka diyakini memiliki efikasi 94,5-95 persen dalam uji klinis tahap ketiga.
Hasil tersebut memberikan harapan di tengah makin meningkatnya kasus positif Covid-19 di seluruh dunia. Jumlah kasus positif secara global hampir mencapai 58,9 juta orang dan jumlah kematian mencapai 1,386 juta jiwa per Sabtu (21/11/2020) pukul 21.00.
Amerika Serikat menjadi negara yang paling banyak mencatat kasus positif, yaitu sekitar 12.450 juta orang dengan jumlah warga yang meninggal telah melebihi angka 260.000 jiwa.
Presiden AS Donald Trump hanya berpartisipasi sesaat di dalam konferensi tersebut sebelum meninggalkan konferensi dan bermain golf.
Dia memaparkan kebijakan yang disebutnya sebagai kebijakan agresif dan memberikan perlindungan serta keamanan bagi warga yang rentan. Juga merintis perawatan inovatif serta mengembangkan vaksin dan terapi lainnya dengan kecepatan yang tidak pernah dilakukan sebelumnya.
Tekanan baru
Sejauh ini, negara-negara G-20 telah memberikan kontribusi lebih dari 21 miliar dollar AS untuk memerangi pandemi dan menyuntikkan 11 triliun dolLar AS untuk melindungi perekonomian dunia.
Namun, para pemimpin negara-negara ini menghadapi tekanan yang meningkat untuk membantu mencegah kemungkinan gagal bayar utang sejumlah negara miskin dan berkembang.
Minggu lalu, para menteri keuangan negara-negara G-20 mengumumkan ”kerangka umum” rencana restrukturisasi utang yang diperpanjang bagi negara-negara terdampak pandemi. Para menteri telah memperpanjang inisiatif penangguhan utang untuk negara-negara berkembang hingga Juni 2021.
Namun, Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa Antonio Guterres mendorong komitmen baru untuk perpanjangan hingga akhir 2021. Hal yang juga didorong Presiden Bank Dunia David Malpass. Sedangkan lembaga amal asal Inggris, Oxfam, meminta perpanjangan itu hingga akhir 2022 (Kompas.id, 19 Juli 2020)
Tekanan tidak hanya terkait soal perpanjangan utang, tetapi juga catatan hak asasi manusia Pemerintah Kerajaan Arab Saudi. Namun, Menteri Investasi Arab Saudi Khalid al-Falih mengatakan, bisnis dan HAM itu yang harus dibicarakan terpisah.
”Investor bukanlah jurnalis. Investor mencari negara-negara di mana mereka dapat menaruh kepercayaan kepada pemerintahan yang efektif dan memiliki pengambilan keputusan ekonomi yang tepat,” jawab Falih.
Beberapa pejabat Barat telah mengindikasikan hak asasi manusia tidak akan diangkat di KTT dengan mengatakan mereka lebih suka menggunakan forum bilateral untuk membahas masalah tersebut dengan Riyadh.
”Alih-alih mengisyaratkan keprihatinannya atas pelanggaran serius Arab Saudi, G-20 mendukung upaya publisitas Pemerintah Saudi untuk menggambarkan pemerintahan negara itu sebagai negara reformis meski ada peningkatan penindasan yang signifikan,” kata Michael Page dari Human Rights Watch. (AP/Reuters)