Meski sangat liberal dalam banyak hal, Swiss adalah negara yang konservatif dalam hal utang. Fobia terhadap utang publik sudah menjadi ciri budaya Swiss.
Oleh
BENNY D KOESTANTO
·5 menit baca
Di saat negara-negara lain memilih opsi berutang di tengah-tengah pandemi Covid-19, Swiss memilih untuk mengendalikan diri sekuat mungkin. Tingkat utang nasional negara itu dibandingkan dengan besaran produk domestik brutonya hanya sekitar 25 persen, kurang dari separuh tingkat utang rata-rata negara di Uni Eropa. Fobia terhadap utang publik, yang dinilai menjadi ciri kebudayaan setempat, turut memengaruhi pilihan bangsa itu.
Swiss terus berupaya konsisten dengan memanfaatkan pasar surat utang global seminimal mungkin untuk membiayai defisit akibat pandemi Covid-19. Kondisi itu relatif menyimpang dari pilihan yang diambil negara-negara lain. Jerman, yang dikenal dengan negara pengguna anggaran yang ketat, misalnya, telah memanfaatkan pasar utang untuk menopang ekonominya yang dilanda pandemi.
Menteri Keuangan Swiss Ueli Maurer, pada pekan lalu, mengaku menyesal karena Swiss harus berutang untuk memulihkan perekonomian dari tekanan akibat pandemi. Negara itu berutang untuk menggandakan stimulus senilai 10 miliar franc Swiss atau senilai 11,2 miliar dollar AS, bagian dari program pemulihan ekonomi.
Perusahaan-perusahaan negara tersebut berteriak meminta bantuan setelah pemerintah mengunci atau menutup wilayah sebagai respons atas pandemi pada Desember lalu.
Maurier memperingatkan, merujuk pada aturan pengereman utang negara itu, utang sekitar 10 miliar Swiss franc itu harus dilunasi dalam enam tahun. Dia berjanji akan memberikan berbagai opsi terkait pelunasan dan pemulihan ekonomi selanjutnya. Hal itu akan dilakukan pemerintah segera setelah prospek ekonomi negara itu terlihat sedikit membaik.
Pada tahun 2020, Pemerintah Federal Swiss total berutang 15 miliar franc Swiss (16,7 miliar dollar AS) untuk mendukung perekonomian. Data sementara menunjukkan sepanjang tahun lalu, Swiss mengalami defisit senilai 15,8 miliar franc Swiss (17,6 miliar dollar AS). Sejumlah pengkritik mengatakan, negara Alpen yang kaya itu tidak berbuat cukup untuk mendukung para pelaku bisnis di tengah pandemi.
Namun, tampaknya Pemerintah Swiss tetap bergeming sikapnya jika soal utang. Maurer berulang kali mengatakan bahwa Pemerintah Swiss ”tidak punya uang”. ”Pemerintah sudah meminjam 150 juta franc Swiss sehari atau 6 juta franc Swiss per jam atau 100.000 franc Swiss franc per menit,” catatnya.
Dogma anggaran
Beberapa pengamat telah meminta Swiss untuk mengesampingkan dogma anggaran yang seimbang selama krisis. Langkah itu secara terukur juga dinilai semata demi melindungi negara itu dari potensi kerusakan ekonomi jangka panjang.
”Swiss bisa jauh lebih murah hati (soal utang),” kata Michael Graff, profesor ekonomi di universitas riset publik ETH Zurich.
Dia yakin, Swiss bisa meminjam sesuai yang dibutuhkan untuk meningkatkan aktivitas bisnis tanpa masalah.
Sebuah studi yang diterbitkan oleh Graff pada Januari 2021 menyatakan, keuangan negara pascakrisis akan tetap sehat bahkan jika pinjaman meningkat. Hal itu mengacu pada fakta dan data bahwa Swiss termasuk negara ketika masuk ke masa pandemi tahun lalu dengan tingkat rasio utang yang rendah dibandingkan negara-negara lain.
Utang nasional negara itu mencapai 25,8 persen dari produk domestik bruto (PDB) pada akhir 2019. Rasio itu kurang dari setengah rasio utang terhadap PDB negara-negara di Uni Eropa yang mencapai 60 persen.
Menurut Graff, jika rasio utang Swiss terhadap PDB naik 10 atau bahkan 20 poin persentase, hal itu tidak terlalu bermasalah. Bahkan, jika keadaan berubah jauh lebih buruk dari yang diharapkan, ia menilai negara itu masih akan berada pada tingkat rasio utang yang ”sangat rendah, dibandingkan dengan negara lain, setelah krisis diatasi”.
Meski Swiss termasuk sangat liberal di sejumlah hal, negara itu dinilai Graff konservatif dalam hal utang. Ia menilai, fobia terhadap utang publik juga merupakan ciri budaya Swiss.
Takut berutang
Setelah utang melonjak pada akhir 1990-an karena krisis real estat yang menghancurkan, Swiss menjadi kampiun dari sisi kejujuran fiskal. Negara itu memperkenalkan rem utang ke dalam konstitusinya pada 2003. ”Ketakutan untuk berutang adalah sesuatu yang tidak rasional,” kata Cedric Tille, profesor ekonomi di Institut Pascasarjana Studi Internasional dan Pembangunan Geneva.
Swiss saat ini diuntungkan dari suku bunga negatif, yang berarti investor rela kehilangan uang untuk memiliki surat utang dengan tenor 10 tahun.
Mantan Wakil Presiden Bank Sentral Swiss Jean-Pierre Danthine yakin aturan pengereman utang negara itu harus ditangguhkan ketika ekonomi tengah menghadapi krisis. ”Dengan suku bunga negatif, Swiss dapat meminjam semua yang dibutuhkan untuk ekonominya,” katanya dalam wawancara baru-baru ini dengan saluran televisi Leman Bleu.
Disebutkan pula bahwa negara itu tidak menderita separah beberapa tetangga Eropa selama gelombang pertama pandemi. Ekonomi Swiss bernasib lebih baik.
Swiss, antara lain, mampu mengurangi pembatasan aktivitas warganya secara lebih cepat dan mengandalkan ekspor farmasi yang kuat.
Pemerintah Swiss juga dengan cepat menerapkan langkah-langkah dukungan bagi ekonomi dan mengalokasikan 70 miliar franc Swiss (78 miliar dollar AS) untuk membiayai sebagian tunjangan pengangguran bagi pekerja dan pinjaman bisnis jangka pendek. Setelah anjlok hingga 8,6 persen pada paruh pertama tahun 2020, PDB Swiss mampu berbalik arah dengan mencatat kenaikan 7,2 persen di triwulan ketiga tahun lalu.
Namun, kafe, restoran, teater, bioskop, museum, dan klub olahraga harus ditutup lagi pada pertengahan Desember lalu. Penutupan juga dilakukan menyusul pada toko-toko jenis lainnya. Kebijakan itu diambil setelah kasus penularan Covid-19 melonjak kembali. Pertokoan dijadwalkan dapat dibuka kembali pada 1 Maret.
Namun, penutupan tersebut akan menyebabkan gelombang kebangkrutan pada bisnis kecil dan menengah. ”Untuk gelombang kedua penutupan, pemerintah seharusnya mendistribusikan bantuan lebih awal untuk menutupi pendapatan yang hilang,” kata Rafael Lalive, profesor ekonomi di Universitas Lausanne. (AFP)