Pfizer-BioNTech Uji Vaksin Covid-19 kepada Perempuan Hamil
Perempuan hamil belum dimasukkan dalam uji klinis skala besar vaksin Covid-19 selama ini. Padahal, pelibatan mereka dalam uji klinis bisa menghasilkan data keamanan dan khasiat dari vaksin yang lebih utuh.
Oleh
ADHITYA RAMADHAN
·3 menit baca
CHICAGO, JUMAT — Raksasa farmasi Pfizer dan perusahaan asal Jerman, BioNTech SE, mulai menguji vaksin Covid-19 mereka kepada 4.000 partisipan untuk mengetahui keamanan dan khasiatnya pada perempuan hamil yang sehat. Studi ini juga akan menilai apakah perempuan hamil mentransfer atibodinya terhadap virus SARS-CoV-2 kepada bayinya.
William Gruber, Wakil Presiden Senior untuk Penelitian dan Pengembangan Klinis Vaksin Pfizer, Rabu (18/2/2021), mengatakan bahwa pihaknya akan mendapat hasil dari studi ini pada kuartal keempat 2021.
Uji klinis terhadap perempuan hamil berusia 18 tahun ke atas itu akan dilakukan di Amerika Serikat, Kanada, Argentina, Brasil, Chile, Mozambik, Afrika Selatan, Inggris, dan Spanyol.
Partisipan uji klinis akan diberi dua dosis vaksin selama minggu ke-24 hingga minggi ke-34 kehamilan dengan interval pemberian selama 21 hari. Interval pemberian vaksin ini sama dengan yang dilakukan pada uji klinis skala besar dengan partisipan yang lebih umum.
Setelah melahirkan, partisipan yang mendapatkan plasebo saat uji klinis akan diberi kesempatan untuk disuntik vaksin sesungguhnya sambil tetap berada dalam pemantauan.
Perempuan hamil yang terinfeksi SARS-CoV-2 memiliki risiko untuk menjadi sakit parah. Banyak pejabat kesehatan telah merekomendasikan perempuan yang bekerja pada sejumlah profesi berisiko untuk diberi vaksin Covid-19 meski belum ada bukti itu aman untuk dilakukan.
Gruber mengatakan, sejauh ini data menunjukkan bahwa perempuan hamil dengan Covid-19 memiliki peluang yang besar untuk mengalami kesakitan yang parah. Mereka juga memiliki peluang yang tinggi mengalami komplikasi kehamilan, seperti kelahiran prematur, dibandingkan dengan perempuan hamil yang tidak terinfeksi Covid-19.
Risiko yang besar itulah, ujar Gruber, yang menjadi alasan mengapa regulator di AS dan pakar kesehatan ”tertarik melakukan studi uji keamanan dan efikasi kepada perempuan hamil sehingga publik bisa mendapat informasi keamanan vaksin seutuhnya”.
Pekan lalu, Institut Kesehatan Nasional AS menyerukan dimasukkannya perempuan hamil dan menyusui dalam studi vaksin Covid-19. Para pakar bioetik, pakar vaksin, dan kesehatan ibu juga telah bertahun-tahun merekomendasikan perempuan hamil untuk diikutsertakan dalam uji klinis awal vaksin sehingga mereka tidak harus menunggu lama setelah vaksin yang efektif berhasil dikembangkan.
Meski demikian, kenyataannya, perempuan hamil tetap tidak diikutsertakan dalam uji klinis skala besar di AS untuk mendapatkan izin penggunaan darurat vaksin Covid-19. Para perusahaan farmasi mengatakan, mereka perlu memastikan terlebih dulu vaksin yang mereka kembangkan aman dan efektif untuk populasi umum sebelum diuji pada perempuan hamil.
Di AS, regulator mensyaratkan perusahaan farmasi untuk mengadakan studi untuk menguji keamanan produk kesehatan pada hewan bunting sebelum mengujinya pada perempuan hamil untuk memastikan tidak membahayakan janin atau menyebabkan keguguran.
Pfizer-BioNTech menyatakan, berdasarkan studi seperti itu tidak ada risiko baru terungkap bagi perempuan hamil. Perempuan hamil di AS pun telah menerima dosis pertama vaksin Covid-19.
Prioritas di Israel
Sementara itu, Israel telah memasukkan perempuan hamil sebagai kelompok prioritas penerima vaksin Covid-19. Tidak ada risiko yang muncul bagi mereka atau janinnya. Kelompok prioritas lain adalah lansia, mereka dengan penyakit penyerta, dan petugas penanggap darurat pertama.
”Hari ini kami merekomendasikan perempuan hamil, terutama mereka dengan risiko kesakitan yang tinggi, untuk mendapatkan vaksin Covid-19,” kata Nachman Ash, Koordinator Nasional Pandemi Israel kepada radio Kan. ”Kami telah menempatkan mereka dalam daftar prioritas.”
Keputusan itu diambil setelah beberapa perempuan hamil yang positif Covid-19 dan dirawat di rumah sakit mengalami komplikasi. Salah satu di antaranya terpaksa dibantu ventilator dan menjalani operasi caesar.
Bulan lalu, Badan Pengawas Obat Eropa (EMA) menyatakan, pemberikan vaksin Covid-19 dari Pfizer-BioNTech kepada ibu hamil harus didasarkan pada pertimbangan kasus per kasus. (REUTERS)