Hanya Gara-gara Komentar Pembaca, Portal Malaysiakini Didenda Rp 1,7 Miliar
Pengadilan TInggi Malaysia mendenda redaksi laman media Malaysiakini 500.000 ringgit karena menayangkan komentar pembaca yang dinilai merugikan pengadilan. Indikasi kebebasan berpendapat makin menyempit di Malaysia.
Oleh
Mahdi Muhammad
·3 menit baca
KUALA LUMPUR, JUMAT — Pengadilan Tinggi Malaysia, Jumat (19/2/2021), memutuskan portal media daring, Malaysiakini, bersalah karena menayangkan kritik pembaca terhadap lembaga peradilan negara jiran itu. Kritik lima pembaca yang ditayangkan oleh redaksi Malaysiakini dinilai merusak kepercayaan publik terhadap lembaga peradilan.
Dari majelis hakim yang beranggotakan tujuh orang, sebanyak enam hakim memutuskan bahwa redaksi Malaysiakini bertanggung jawab atas komentar pihak ketiga yang ditayangkan pada laman media tersebut. Hanya satu hakim anggota majelis menyatakan pendapat yang berbeda. Majelis hakim mendenda redaksi Malaysiakini sebesar 500.000 ringgit atau sekitar Rp 1,737 miliar.
Dalam putusan yang sama, dakwaan terhadap Pemimpin Redaksi Malaysiakini Steven Gan dibatalkan. Gan dibebaskan dari segala dakwaan. Meski dibebaskan, Gan memperingatkan bahwa putusan itu bisa membatasi pembahasan masalah kepentingan publik.
”Ini akan memengaruhi tidak hanya Malaysiakini. Keputusan itu akan membebani organisasi media, perusahaan, dan jutaan pengguna media sosial. (Putusan) itu memiliki pengaruh mengerikan pada kebebasan berekspresi di Malaysia,” katanya.
Gan mengatakan, pemerintah harus memahami cara kerja interaksi yang terjadi di media, antara pembaca dan redaksi, serta di dalam media sosial itu sendiri. ”Dalam lingkungan di mana kami memiliki media sosial yang dinamis saat ini, sangat penting kami menjelaskan, kami menerangi, kami mendidik. (Itu) lebih baik daripada mencoba menghukum organisasi media seperti Malaysiakini,” katanya.
Gan juga menyatakan, nilai denda yang besar dan dua kali lipat dari tuntutan jaksa merupakan putusan yang tidak adil. Dia menilai, putusan mengenai besaran denda itu harus dilihat sebagai upaya menutup media yang diampunya daripada menghukum.
Sudah dihapus
Dalam dakwaan yang diajukan oleh Jaksa Agung Idrus Harun, redaksi Malaysiakini dinilai bertanggung jawab atas komentar yang ditayangkan di laman media daring tersebut. Namun, kuasa hukum Malaysiakini menilai, tidak ada niat jahat dari redaksi terhadap lembaga peradilan Malaysia. Bahkan, redaksi segera menghapusnya setelah mendapat pemberitahuan dari kepolisian.
Masyarakat sipil, politisi, dan diplomat telah menyuarakan keprihatinan atas kebebasan pers di negara pasca-putusan tersebut. Mereka khawatir, putusan pengadilan akan menciptakan apa yang disebut sebagai ”teror putih” dan selanjutnya berdampak mengerikan pada kebebasan berekspresi di negeri jiran itu.
Mantan Menteri Hukum Malaysia pada pemerintahan PM Abdullah Badawi, Zaid Ibrahim, menyatakan bahwa dirinya tidak setuju dengan denda besar. ”Malaysiakini telah melakukan banyak hal untuk mengubah kebebasan media di negara ini. Apakah itu telah diperhitungkan?” katanya dalam sebuah cuitan, dikutip dari laman Malaysiakini.
Dalam pernyataan bersama, Komisaris Tinggi Inggris Charles Hay dan penjabat Komisaris Tinggi Kanada Esther van Nes mengatakan, kebebasan media penting bagi semua masyarakat dan masyarakat harus diizinkan untuk mendiskusikan berbagai masalah dengan bebas.
”Kami prihatin dengan putusan hari ini terhadap Malaysiakini. Kebebasan media sangat penting bagi keamanan, kemakmuran, dan kesejahteraan semua masyarakat. Orang harus diizinkan untuk berdiskusi dan berdebat dengan bebas,” kata mereka dalam pernyataan bersama.
Lembaga pengawas media, Center for Independent Journalism, setelah putusan itu terbit dalam cuitannya menyatakan bahwa mereka berdiri bersama redaksi Malaysiakini dan mengecam upaya negara untuk mengintimidasi serta mengancam kebebebasan pers dan kemerdekaan media.
Adapun Amnesty International Malaysia mengatakan, pihaknya sangat khawatir dengan keputusan yang belum pernah terjadi sebelumnya. ”Penggunaan undang-undang penghinaan untuk menyensor debat secara daring dan membungkam media independen adalah contoh lain dari menyusutnya ruang bagi orang untuk mengekspresikan diri secara bebas di negara ini,” kata Katrina Jorene Maliamauv, Direktur Amnesty Malaysia.
Amnesty International Malaysia juga menyerukan pencabutan bagian di bawah Undang-Undang Bukti, yang digunakan untuk menghukum Malaysiakini dan memberikan pemerintah kekuasaan tak terkekang untuk menyensor diskusi secara daring.
Setelah putusan itu keluar, redaksi Malaysiakini mengumumkan penggalangan dana komunitas dan masyarakat untuk membantu mereka membayar denda. Melalui akun Twitter-nya, sekitar pukul 16.30 WIB, redaksi Malaysiakini mengumumkan bahwa penggalangan dana sudah ditutup karena jumlah dana yang terkumpul telah melebihi nominal denda yang ditetapkan oleh pengadilan. (AP)