Oposisi Thailand Galang Mosi Tidak Percaya, Prayuth Bergeming
Mosi tidak percaya kembali digalang oposisi Thailand. PM Prayuth Chan-ocha dinilai tidak mampu menangani krisis ekonomi, tidak cakap menangani pandemi Covid-19, dan terlibat korupsi.
Oleh
BENNY D KOESTANTO
·3 menit baca
BANGKOK, RABU — Oposisi Thailand menggalang gerakan mosi tidak percaya terhadap Perdana Menteri Prayuth Chan-ocha dan 10 menteri di kabinetnya pada perdebatan di parlemen, Selasa (16/2/2021). Prayut menghadapi tuduhan salah urus ekonomi, buruk dalam penanganan pandemi Covid-19, melakukan pelanggaran hak asasi manusia, dan korupsi.
Perdebatan terkait mosi tidak percaya ini merupakan yang kedua yang dihadapi Prayuth sejak menjabat pada Juli 2019. Pada Februari tahun lalu, Prayuth dan lima menteri kabinet dengan mudah membatalkan mosi tidak percaya di majelis rendah.
Dukungan koalisi antarpartai yang lebih besar kali ini diharapkan oposisi dapat mempersulit posisi pemerintah dan kabinetnya.
Debat di parlemen dijadwalkan berlangsung selama empat hari dengan pemungutan suara akan berlangsung pada Sabtu (20/2/2021). Pada hari pertama debat, partai oposisi berkonsentrasi pada Prayuth.
Oposisi menuduhnya bertanggung jawab atas dugaan kegagalan pemerintah. Namun ia bergeming dan merasa tidak bersalah.
”Saya tidak takut pada apa pun,” kata Prayuth membela diri. ”Ini adalah kesempatan baik bagi kedua belah pihak untuk melakukan sesuatu bersama untuk negara dan rakyat kita. Dan saya siap mengklarifikasi setiap tuduhan.”
Pandemi telah mengakibatkan tekanan kuat terhadap ekonomi Thailand. Data terbaru menunjukkan perekonomian negara itu mengalami kinerja tahunan terburuk dalam lebih dari dua decade.
Industri pariwisata Thailand sebagai salah satu penopang utama ekonomi kelabakan. Pergolakan politik yang terus menghantui pun dikhawatirkan menjadi ganjalan dalam penanggulangan pandemi dan pemulihan ekonomi.
Ekonomi Thailand terkontraksi 6,1 persen sepanjang tahun lalu. Angka itu adalah kinerja ekonomi terburuk bagi Thailand sejak kontraksi 7,6 persen selama krisis keuangan Asia pada 1997.
Sejumlah pejabat dan ekonom memperkirakan ekonomi Thailand akan berkembang pada kecepatan yang jauh lebih lambat dari perkiraan semula pada tahun 2021.
Ekonomi Thailand diperkirakan hanya akan tumbuh pada kisaran 2,5-3,5 persen pada tahun ini. Proyeksi itu lebih rendah dari proyeksi sebelumnya, yakni di kisaran 3,5-4,5 persen. Stimulus pemerintah diproyeksikan dapat ikut mendorong proses pemulihan.
”Ekonomi telah pulih dari triwulan sebelumnya karena paket stimulus pemerintah yang meningkatkan pengeluaran,” kata Danucha Pichayanan, Sekretaris Jenderal Kantor Dewan Pembangunan Ekonomi dan Sosial Nasional (NESDC) Thailand, dalam sebuah konferensi pers, Senin (15/2/2021).
Meskipun secara umum Thailand terhindar dari tekanan terburuk pandemi Covid-19, penguncian atau penutupan wilayah secara parsial yang dipicu pandemi telah memukul ekonomi dengan keras.
Thailand telah mencatat lebih dari 24.500 kasus Covid-19 dengan lonjakan sekitar 20.000 infeksi sejak akhir tahun lalu. Kondisi tersebut terjadi setelah gelombang kedua yang berasal dari pasar makanan laut terbesar di negara itu menyebar.
Tahun lalu Thailand sejatinya menargetkan kunjungan 40 juta turis asing. Semua itu terhalang kondisi pandemi di mana perjalanan dibatasi. Ketidakhadiran mereka menghantam sektor jasa negara, melukai industri hiburan, ritel, hotel, dan restoran.
Ekonomi yang terjun bebas turut menjadi faktor besar dalam gerakan protes yang dipimpin kaum muda negara itu. Mereka menyerukan pengunduran diri Prayuth, reformasi konstitusi, dan perubahan di monarki yang di waktu-waktu sebelumnya praktis tak tersentuh.
Ditanya tentang iklim politik Thailand, Danucha menyiratkan bahwa hal itu dapat memberikan pukulan lebih lanjut. ”Perekonomian Thailand mengandalkan investasi dan ekspor. Situasi politik akan memengaruhi kepercayaan investor,” katanya.
Wabah dan peluncuran vaksin, bersama dengan pemulihan pariwisata, adalah faktor ekonomi utama tahun ini.
Ekonomi Thailand sudah berjuang secara umum bahkan sebelum pandemi. Tingkat kesenjangan antara si kaya dan si miskin dalam masyarakat Thailand tergolong tinggi.
Menanggapi kemerosotan ekonomi akibat pandemi, pemerintah menerapkan rekor paket stimulus senilai 1,9 triliun baht (59,7 miliar dollar AS), bantuan tunai langsung bagi warga paling terdampak, dan pemberian insentif pajak.
Danucha menilai pemulihan ekonomi lebih lanjut akan bergantung pada pengelolaan pandemi yang berkelindan dengan kedatangan wisatawan. ”Wabah dan peluncuran vaksin, bersama dengan pemulihan pariwisata, adalah faktor ekonomi utama tahun ini," kata Danucha. (AP/AFP)