China Harus Bertanggung Jawab atas Perlakuan pada Uighur
Dunia ingatkan China untuk bertanggung jawab pada implementasi hak asasi manusia bagi warga etnis minoritas Uighur.
Oleh
Luki Aulia
·2 menit baca
MILWAUKEE, SELASA —Pemerintahan Presiden China Xi Jinping menuai kecaman dari komunitas internasional atas perlakuannya kepada masyarakat Uighur, seperti menempatkan mereka di kamp-kamp pengasingan. China harus mempertanggungjawabkan berbagai bentuk perlakuan yang melanggar hak asasi manusia warga Muslim etnis minoritas Uighur di wilayah Xinjiang.
Hal itu ditegaskan Presiden Amerika Serikat Joe Biden, Selasa (17/2/2021). ”Pasti akan ada akibatnya bagi China dan mereka tahu itu,” kata Biden.
Biden menegaskan, AS akan kembali mengambil peran memperjuangkan hak asasi manusia di seluruh dunia. Biden berjanji akan bekerja sama dengan komunitas internasional untuk meminta China melindungi masyarakat Uighur. China selama ini bekerja keras menjadi pemimpin dunia dan jika China mau menjadi pemimpin dunia, berarti China harus bisa mendapatkan kepercayaan dari negara-negara lain.
”Namun, jika China masih saja melakukan hal-hal yang justru bertentangan dengan HAM, akan sulit bagi China menjadi pemimpin dunia,” kata Biden.
Ketika berbicara dengan Xi melalui telepon, Biden menekankan prioritas AS untuk menjaga wilayah Indo-Pasifik yang bebas dan terbuka. Biden juga menyampaikan keprihatinannya pada praktik dagang dan isu hak yang ”tidak adil dan memaksa”, seperti kekerasan di Hong Kong, kamp pengasingan di Xinjiang, dan Taiwan.
Seperti halnya AS, Kanada dan sejumlah negara juga bersikap tegas kepada China. Kanada menilai perlakuan China terhadap Uighur itu bisa jadi merupakan bentuk genosida, tetapi harus dipastikan terlebih dahulu apakah betul terjadi genosida terhadap masyarakat Uighur. ”Kita harus memberi perhatian khusus pada kasus Uighur ini,” kata Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau.
Trudeau menegaskan, Kanada bersama komunitas internasional tidak akan segan-segan bersikap tegas atas pelanggaran HAM seperti di Xinjiang. ”Kami sangat prihatin dengan apa yang terjadi di Xinjiang,” ujarnya.
Kelompok-kelompok pejuang HAM menyebutkan, sedikitnya 1 juta warga Uighur dan kelompok Muslim berbahasa Turki lainnya berdiam di kamp-kamp pengasingan di Xinjiang. Sampai sejauh ini, akses masuk ke wilayah tersebut sangat sulit sehingga pelaporan dan verifikasi tuduhan genosida itu tidak bisa dilakukan.
Namun, para aktivis dan saksi mata mengatakan, China memaksa mengintegrasikan masyarakat Uighur masuk ke budaya kelompok mayoritas Han dengan menghilangkan budaya-budaya Islam, termasuk memaksa warga Muslim makan babi dan minum minuman beralkohol.
Pada Januari lalu, Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo mengatakan, ada upaya sistematik China menghancurkan masyarakat Uighur. Namun, China membantah tuduhan itu dan tetap bersikeras mengatakan bahwa kamp-kamp itu bukan kamp pengasingan, melainkan pusat pelatihan vokasi untuk mencegah aliran ekstremisme Islam. (REUTERS)