Korea Utara Coba Curi Teknologi Vaksin Covid-19 Pfizer
Prajurit peretas siber Korea Utara kembali dituduh melakukan peretasan. Targetnya kali adalah raksasa farmasi pengembang vaksin Covid-19 asal Amerika, Pfizer.
Oleh
ADHITYA RAMADHAN
·3 menit baca
PYONGYANG, SELASA — Peretas Korea Utara berupaya masuk ke dalam sistem komputer raksasa farmasi Pfizer untuk mencuri informasi teknologi vaksin dan pengobatan Covid-19. Informasi ini disampaikan badan intelijen Korea Selatan kepada parlemen Korea Selatan, Selasa (16/2/2021).
Setelah pertemuan tertutup dengan intelijen, anggota parlemen Korea Selatan, Ha Tae-keung, mengatakan, ”Badan Intelijen Nasional Korea Selatan memberi tahu kami bahwa Korea Utara mencoba mendapatkan teknologi pengembangan vaksin dan pengobatan Covid-19 dengan meretas Pfizer.”
Pyongyang menyangkal tuduhan tersebut dengan mengatakan mereka ”tidak ada hubungannya dengan serangan siber.”
Tuduhan terhadap upaya peretasan Korea Utara ini muncul seminggu setelah laporan rahasia Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang dilihat kantor berita AFP, melaporkan bahwa Korea Utara telah mencuri mata uang kripto senilai lebih dari 300 juta dollar AS. Pencurian itu dilakukan melalui serangan siber dalam beberapa bulan terakhir untuk mendukung program senjatanya.
Lembaga keuangan dan bursa diretas untuk menghasilkan pendapatan bagi pengembangan rudal dan nuklir Pyongyang. Sebagian besar hasil curian itu berasal dari dua pencurian akhir 2020.
Vaksin Covid-19 dari Pfizer yang dikembangkan bersama perusahaan asal Jerman, BioNTech, mulai mendapat persetujuan untuk diberikan dalam kondisi darurat akhir 2020. Vaksin ini dikembangkan dengan teknologi baru yang menggunakan molekul sintetis yang disebut ”messenger RNA” untuk memodifikasi sel tubuh dan membuatnya efektif melawan virus SARS-CoV-2. Pfizer menargetkan bisa memproduksi sampai 2 miliar dosis tahun 2021.
Ketika kantor berita AFP meminta konfirmasi atas informasi ini, kantor perwakilan Pfizer di Korea Selatan tidak memberikan tanggapan.
Desember lalu, Pfizer dan BioNTech menyatakan bahwa dokumen vaksin Covid-19 mereka ”diakses secara ilegal” selama serangan siber terhadap peladen Badan Kedokteran Eropa (EMA) yang merupakan regulator kesehatan di Eropa.
Pernyataan itu muncul setelah EMA yang berbasis di Amsterdam menginformasikan bahwa mereka telah menjadi korban peretasan tanpa menyebutkan kapan itu terjadi dan apakah dokumen terkait Covid-19 yang jadi sasarannya.
Korea Utara yang miskin telah mengisolasi diri sejak menutup perbatasannya Januari 2020 untuk melindungi dari penyebaran Covid-19. Penutupan perbatasan ini semakin memberikan tekanan pada ekonomi Pyongyang yang sebelumnya sudah menghadapi sanksi internasional atas pengembangan program senjata nuklir.
Pemimpin Tertinggi Korea Utara Kim Jong Un berulang kali menegaskan bahwa tidak ada kasus Covid-19 di negaranya meski para pakar di luar Korea Utara meragukannya.
Korea Utara diketahui mengoperasikan ribuan peretas terlatih yang meretas perusahaan, lembaga, dan peneliti di Korea Selatan serta negara lain.
Kemampuan perang siber Pyongyang pertama kali menjadi terkenal tahun 2014 ketika mereka dituduh meretas Sony Pictures Entertainment sebagai balas dendam untuk The Interview, film satir yang mengejek Kim Jong Un. Serangan siber itu kemudian mengunggah beberapa film yang belum dirilis dan banyak dokumen rahasia lainnya secara daring.
Baca juga: Jejak Korut dalam ”Ransomware”
Korea Utara juga dituduh melakukan pencurian besar-besaran sebesar 81 juta dollar AS dari Bank Sentral Bangladesh dan 60 juta dollar AS dari Far Eastern International Bank Taiwan.
Selain itu, peretas Pyongyang juga dituduh menjadi dalang serangan ransomware global WannaCry tahun 2017 yang menginfeksi sekitar 300.000 komputer di 150 negara, mengenkripsi arsip penggunanya dan meminta tebusan ratusan dollar. (AFP)