MBS Gulirkan Reformasi Hukum, Upaya Hadirkan Kepastian Hukum di Arab Saudi
Tiadanya kodifikasi hukum membuat para hakim di Arab Saudi memiliki diskresi terlalu besar, menyulitkan warga di negara itu mendapat kepastian hukum. Reformasi hukum, yang digulirkan MBS, berupaya mengatasi hal itu.
Oleh
MAHDI MUHAMMAD
·4 menit baca
RIYADH, SELASA — Pemerintah Arab Saudi di bawah kendali Putra Mahkota Pangeran Mohammed bin Salman, Senin (8/2/2021), mengumumkan rencana penyusunan empat rancangan undang-undang baru untuk meningkatkan efisiensi dan integritas sistem peradilan di wilayah kerajaan itu. Melalui reformasi sistem hukum ini, Riyadh ingin meningkatkan transparansi dan kepastian hukum serta memperkecil diskresi terlalu besar yang selama ini dinikmati hakim di negara itu akibat ketiadaan kodifikasi undang-undang.
Sebanyak empat UU baru tengah disusun Arab Saudi, yaitu UU Status Pribadi, UU Transaksi Perdata, UU Hukum Pidana Sanksi Diskresi, dan UU Hukum Pembuktian. Penyusunan peraturan perundangan baru ini juga akan membuat Arab Saudi memiliki sistem hukum yang terkodifikasi dan sejalan dengan hukum Islam.
Penyusunan empat rancangan peraturan perundangan baru ini diklaim Pemerintah Arab Saudi untuk melindungi hak, mendukung prinsip keadilan, menegakkan transparansi, melindungi hak asasi manusia, serta membantu pemerintah mencapai pembangunan yang komprehensif dan berkelanjutan.
”UU baru ini mewakili gelombang baru reformasi yang akan meningkatkan keandalan prosedur dan mekanisme pengawasan sebagai landasan untuk mencapai prinsip keadilan dan memperjelas garis akuntabilitas,” kata Pangeran Mohammed dalam pernyataan tertulis.
Penyusunan UU ini adalah langkah terbaru MBS, sapaan akrab Pangeran Mohammed, dan penguasa de facto Arab Saudi setelah sebelumnya meluncurkan serangkaian reformasi sosial dan ekonomi untuk memodernisasi wilayah Arab Saudi. Penyusunan UU tersebut merupakan bentuk reformasi sistem hukum. Hingga sekarang Arab Saudi tidak memiliki sistem hukum yang terkodifikasi selain teks syariah dan hukum Islam.
Menurut kantor berita negara Arab Saudi, SPA, penyusunan UU sedang dikebut dan kemudian akan diserahkan ke beberapa kabinet dan lembaga terkait, termasuk Dewan Penasihat Syura, sebelum disetujui dan disahkan menjadi UU.
Tak ada kodifikasi UU
Pangeran MBS mengatakan, ketiadaan UU yang terkodifikasi menyebabkan ketidaksesuaian dalam pengambilan keputusan serta kurangnya kejelasan dalam prinsip yang mengatur fakta dan praktik. Kondisi ketiadaan peraturan perundangan inilah, menurut Pangeran MBS, menyebabkan peradilan menjadi sangat panjang dan putusan-putusan yang dihasilkan sering kali tidak berdasar.
”Ini menyakitkan bagi banyak individu dan keluarga, terutama perempuan, memungkinkan beberapa untuk menghindari tanggung jawab mereka. Ini tidak akan terjadi setelah undang-undang ini diundangkan sesuai dengan undang-undang dan prosedur legislatif,” kata MBS dikutip dari laman kantor berita SPA.
Dia juga menyatakan bahwa draf UU yang telah disusun beberapa tahun lalu dan dikenal sebagai Kode Keputusan Yudisial tidak cukup memenuhi kebutuhan dan harapan masyarakat setelah ditinjau dengan cermat. Pada saat yang sama, Pemerintah Kerajaan Arab Saudi, menurut MBS, tetap berpegang teguh pada prinsip hukum Islam dalam mempraktikkan standar hukum dan peradilan internasional.
Menteri Kehakiman Arab Saudi Walid bin Mohammaed al-Samaani, yang juga merupakan Presiden Dewan Kehakiman Tertinggi, seperti dikutip dari laman Arab News, mengatakan bahwa hukum pidana baru akan meningkatkan penerapan prinsip keadilan dalam berbagai kasus. Hal itu dimungkinkan, menurut Walid, karena membuat aparat hukum, terutama pengadilan, bisa mengelompokkan kejahatan dalam beberapa kategori yang berbeda sesuai dengan sifat, besaran, dan konsekuensi serta hukuman yang berlaku pada setiap kasus.
Memangkas diskresi hakim
Dimah Al-Sharif, seorang pengacara di Arab Saudi, menyebut reformasi sistem hukum itu akan ”berkontribusi pada standardisasi sistem putusan yang belum pernah terjadi sebelumnya”, terutama terkait dengan hukum keluarga. ”Kami akan mengucapkan selamat tinggal pada cakupan diskresi yang luas dan tidak terbatas yang dinikmati hakim,” katanya.
Saat ini, menurut Sharif, sering kali terdapat perbedaan yang luas dalam putusan peradilan pada berbagai kasus yang fakta dan keadaannya pada dasarnya sama. Reformasi tersebut, katanya, akan memainkan peran besar dalam memberdayakan tidak hanya perempuan, tetapi juga seluruh masyarakat.
Seorang pejabat Arab Saudi mengatakan kepada kantor berita Reuters, Senin, bahwa menetapkan kode yang jelas untuk empat hukum utama dan fundamental melalui penerapan praktik dan standar internasional terbaik merupakan langkah awal Arab Saudi untuk bergerak menuju kodifikasi seluruh hukum dalam memenuhi kebutuhan dunia modern sambil tetap berpegang pada prinsip syariah.
”Meskipun ada peradilan yang layak dan independen, kritik utamanya adalah bahwa (peradilan) itu tidak konsisten dan hakim memiliki keleluasaan yang signifikan dalam banyak masalah ini, yang mengarah pada inkonsistensi dan ketidakpastian,” kata pejabat Arab Saudi itu.
Pangeran Mohammed dalam pernyataan tertulisnya menyatakan bahwa undang-undang baru akan diumumkan secara berurutan pada 2021. (REUTERS)