Bolivia Kewalahan, Jenazah Korban Covid-19 Menumpuk di Rumah Duka
Otoritas Bolivia menemukan jenazah menumpuk di garasi, beranda, dan lorong rumah duka. Bahkan, ada jenazah yang dimasukkan ke koper.
Oleh
ADHITYA RAMADHAN
·3 menit baca
LA PAZ, MINGGU — Jenazah korban Covid-19 mulai menumpuk di rumah duka dan pekuburan seiring meningkatnya gelombang kedua pandemi yang melanda Bolovia. Banyak jenazah yang asal ditaruh di kantong plastik biru di garasi, beranda, dan lorong rumah duka.
Para pejabat sudah kewalahan dan khawatir penumpukan jenazah akibat terbatasnya kapasitas tempat pemakaman dapat menjadi sumber infeksi baru. ”Ini sangat membahayakan kesehatan,” kata Jorge Silva, Wakil Menteri Perlindungan Konsumen Bolivia, Minggu (7/2/2021).
Jenazah pasien Covid-19 yang membanjiri rumah duka di ibu kota La Paz, wilayah yang paling parah terdampak pandemi, dibungkus selimut wol alpaka Andes dan kantong plastik warna biru. Bahkan, ada jenazah yang dimasukkan begitu saja ke dalam koper.
Silva mengatakan, otoritas telah menemukan jenazah bergelimpangan di garasi, beranda, dan lorong rumah duka. Ia menuduh sejumlah pengelola rumah duka meraup untung dari lonjakan kematian akibat Covid-19 dengan menerima lebih banyak jenazah melebihi kemampuan mereka menanganinya.
”Ini usaha yang bagus buat perusahaan, tetapi secara logika ini juga membuat kesehatan masyarakat berisiko,” kata Silva. Ia menyebut rumah duka sebagai ”titik infeksi”.
Akan tetapi, para pemilik rumah duka di El Alto, kota kedua terbesar di Bolivia, mengatakan, banyak tempat pemakanan umum berhenti menerima jenazah korban Covid-19 sehingga membuat mereka tidak punya banyak pilihan.
”Kami di El Alto tidak punya tempat untuk menguburkan jenazah,” kata Carmen Apaza dari Taylor Funeral Home.
Situasi memilukan itu sempat terjadi beberapa minggu pada pertengahan 2020. Al Jazeera melaporkan, ketika itu, polisi menemukan lebih dari 400 mayat di jalanan, kendaraan, dan rumah yang 85 persen dari mayat itu diyakini meninggal karena Covid-19. Mayat-mayat itu ditemukan di area metropolitan Cochabamba, La Paz, juga Santa Cruz.
Institut Investigasi Forensik Bolivia menyatakan bahwa antara 1 April dan 19 Juli 2020 ada lebih dari 3.000 jenazah yang ditemukan di luar rumah sakit yang terkonfirmasi positif atau terduga Covid-19.
Bolivia merupakan salah satu negara termiskin di Amerika Selatan. Gelombang kedua pandemi Covid-19 telah menghancurkan sistem pelayanan kesehatan mereka dan membawa rumah sakit di ambang kolaps.
Antrean pasien yang akan menjalani tes Covid-19 mengular di jalan di luar kompleks rumah sakit di La Paz. Kerumunan orang ini dikhawatirkan justru memperburuk penularan Covid-19.
”Bagaima mungkin wabah tidak menyebar cepat jika kita berkerumun berdiri di sini dan tidak ada yang tahu siapa yang positif Covid-19,” kata Rocio Gonzalez yang turut mengantre tes.
Direktur Clinicas Hospital di La Paz, Oscar Romero, menuturkan, dibandingkan dengan saat gelombang infeksi pertama, saat ini lebih banyak pasien yang membutuhkan ruangan perawatan intensif. Gelombang infeksi kedua ini ”lebih serius”.
Seiring dengan semakin kewalahannya rumah sakit karena lonjakan pasien Covid-19, para dokter di Bolivia menuntut pemerintah memberlakukan penutupan nasional dengan mengancam tidak akan menangani pasien Covid-19 baru. Selain membuat rumah sakit kewalahan, gelombang kedua Covid-19 juga menewaskan rata-rata satu tenaga kesehatan per hari.
”Dengan laju penambahan pasien seperti sekarang, kita akan benar-benar kolaps,” ujar Ricardo Landivar, Direktur La Paz Medical College. ”Kita akan menyaksikan pasien meninggal di jalanan tanpa bisa ditangani tenaga medis.”
Bolivia yang semula agak terlambat untuk mengamankan kebutuhan vaksin Covid-19 untuk warganya kini menerima vaksin Covid-19 Sputnik V dari Rusia. Selain itu, akhir Januari 2021 ini negara itu direncanakan akan menerima satu juta dosis vaksin Covid-19 lagi melalui mekanisme pengadaan global COVAX.
Bolivia telah melaporkan 225.910 kasus Covid-19 dengan 10.687 kasus meninggal sejak pandemi dimulai. Laju infeksi dalam beberapa hari terakhir telah mencapai 80 persen puncak gelombang pertama.
Para pakar kesehatan di Bolivia memperkirakan bahwa Januari ini menjadi bulan paling mematikan kedua sejak pandemi dimulai. (REUTERS)