Perempuan Amerika Latin Paling Terdampak secara Ekonomi
Pandemi Covid-19 telah memicu krisis di sektor ekonomi. Di Amerika Latin, kelompok yang secara ekonomi terdampak adalah perempuan yang mayoritas bekerja dengan upah rendah dan di sektor informal.
Oleh
ADHITYA RAMADHAN
·3 menit baca
BOGOTA, RABU — Perempuan di Amerika Latin memiliki risiko kehilangan pekerjaan yang lebih besar akibat pandemi Covid-19 dibandingkan laki-laki. Negara-negara di kawasan ini perlu mengambil tindakan untuk membantu dan melindungi perempuan dengan gaji rendah.
Perempuan mendominasi pekerjaan bergaji rendah dan sektor informal yang terdampak paling parah oleh kebijakan karantina wilayah untuk mengendalikan penyebaran Covid-19. Dalam seminar daring yang digelar oleh Woodrow Wilson Center di Washington, Amerika Serikat, Selasa (19/5/2020), para ahli menyebutkan bahwa pengangguran dalam jumlah yang massif pun terjadi di kawasan Amerika Latin akibat kebijakan karantina wilayah tersebut.
Kini, Amerika Latin telah muncul menjadi episentrum baru pandemi Covid-19 dengan jumlah kasus mencapai hampir 570.000 dan kasus meninggal lebih dari 31.000.
”Yang kami ketahui adalah bahwa perempuan banyak menempati sektor-sektor yang berisiko tinggi, seperti ritel, restoran, dan hotel. Sektor-sektor ini sangat rentan terdampak oleh kebijakan pembatasan jarak sosial,” kata Claudia Piras, ekonom pembangunan sosial di Inter-American Development Bank.
Di Amerika Serikat, 60 persen mereka yang kehilangan pekerjaan akibat pandemi adalah perempuan, sementara di Spanyol 57 persen yang mendaftar bantuan sosial pengangguran adalah perempuan. Adapun di Amerika Latin tidak ada data yang bisa dibandingkan.
”Berdasarkan apa yang kami ketahui, saya yakin untuk mengatakan bahwa krisis ini akan memperparah jurang pemisah jender di Amerika Latin dan menempatkan perempuan dalam situasi yang kian rentan,” tutur Claudia.
Berdasarkan data Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), sekitar 126 juta perempuan di Amerika Latin bekerja di sektor ekonomi informal, sering kali sebagai asisten rumah tangga, petugas kebersihan, atau pedagang kaki lima.
Menurut Karina Batthyany, Ketua Dewan Ilmu Sosial Amerika Latin, di Bolivia, Guatemala, dan Peru, delapan dari 10 perempuan bekerja di sektor informal. Mereka ”tidak memiliki perlindungan sosial apa pun yang diatur oleh undang-undang tenaga kerja”.
Adriana Quinones, Kepala Perwakilan UN Women di Guatemala, mengatakan, di antara kelompok yang paling rentan di kawasan adalah jutaan pekerja domestik yang sering kali tidak dibayar sesuai standar upah minimum. Selama pandemi, mereka biasanya dipecat atau diminta bekerja berlebihan tanpa kompensasi upah.
Di Amerika Latin juga sekitar 70 persen pekerjaan domestik tidak diupah dilakukan oleh perempuan dan anak perempuan. Beban ini telah meningkat selama kebijakan karantina wilayah. Dengan tanggung jawab itu dan kewajiban untuk merawat anak di rumah karena penutupan sekolah, banyak perempuan yang sulit untuk kembali bekerja.
Oleh karena itu, ujar Claudia, pemerintah perlu mengambil tindakan untuk memastikan ”perempuan tidak tertinggal” selama pandemi, seperti misalnya bantuan untuk perempuan dan orangtua tunggal yang bekerja dengan upah rendah atau sektor informal.
”Kondisinya sangat suram bagi perempuan berpenghasilan rendah,” ujar Claudia. ”Kecuali pemerintah mengambil tindakan yang tegas, tidak hanya retorika, dan melakukan intervensi kebijakan terhadap kelompok perempuan ini, mereka akan tetap berada dalam kondisi yang sangat buruk.” (REUTERS/ADH)