Skenario Trump Perkuat MA dengan Hakim Republikan Gagal Total
Tiga hakim Republikan yang ditunjuk Presiden AS Donald Trump, yakni Amy Coney Barrett, Neil Gorsuch, dan Brett Kavanaugh, ikut menandatangani perintah pengadilan yang membatalkan gugatan dari Texas atas hasil pemilu.
Oleh
BENNY D KOESTANTO
·4 menit baca
WASHINGTON, MINGGU — Mahkamah Agung Amerika Serikat, Jumat (11/12/2020) waktu setempat, menolak gugatan Jaksa Agung Texas Ken Paxton untuk menganulir pemilihan di empat negara bagian yang dimenangi presiden terpilih, Joe Biden. Penolakan itu menjadi indikasi kuat bahwa Trump sudah tidak lagi memiliki peluang untuk membalikkan hasil pemilu.
Keputusan tersebut memungkinkan Dewan Elektoral melanjutkan pertemuan pada Senin (13/12/2020). Kemenangan secara resmi Biden terhadap Trump pun berada di depan mata. Biden yang dicalonkan Partai Demokrat telah mengumpulkan 306 suara Dewan Elektoral dibandingkan dengan 232 suara yang diperoleh Trump.
Empat negara bagian yang dipermasalahkan Trump adalah Georgia, Michigan, Pennsylvania, dan Wisconsin. Keempat negara bagian itu menyumbang 62 suara gabungan bagi Biden. Untuk melenggang ke Gedung Putih, calon presiden AS membutuhkan minimal 270 suara.
Dalam amar putusannya, pihak MA mengatakan bahwa Paxton tidak memiliki legal standing untuk membawa dan melanjutkan kasus tersebut. Ini menjadi tamparan bagi Trump yang yakin dan sangat berharap gugatan itu dapat membatalkan hasil pemilu.
”Mahkamah Agung benar-benar mengecewakan kami. Tidak Ada Kebijaksanaan, Tidak Ada Keberanian!” cuit Trump dengan nada rasa kecewa melalui media sosial Twitter. Ia menilai pengadilan telah menolak gugatan yang diajukannya dalam sekejap. ”Pemilu yang dicurangi, lawan terus,” ucapnya.
Pada saat Biden telah bergerak maju memilih menteri-menteri dan sosok-sosok yang akan mendampingi dirinya kala memegang tampuk pemerintahan AS mulai 20 Januari tahun depan, Trump masih berkutat pada upaya menggagalkan hasil pemilihan presiden pada November lalu. Trump dan tim hukumnya telah mengajukan banyak tuntutan hukum. Hasilnya, tuntutan-tuntutan itu tidak berhasil karena dinyatakan tanpa dasar.
Trump sejak awal jauh sebelum pilpres telah mengantisipasi jika dirinya kalah dalam pemilu untuk mengajukan gugatan hingga MA. Terkait dengan hal itu, ia menempatkan tiga hakim baru dalam masa jabatan pertamanya. Menjelang pilpres, Trump mendorong masuknya hakim Amy Coney Barrett. Harapannya, Barrett secara terbuka dapat membantu memutuskan gugatan atas hasil pemilu.
Dengan formasi itu, kubu Republikan yang berhaluan konservatif unggul atas kubu Demokrat dari sisi jumlah hakim, yakni enam berbanding tiga hakim. Gugatan yang diajukan Paxton, dengan dukungan 17 negara bagian lain dan lebih dari 100 anggota Kongres dari Partai Republik, memberinya kesempatan untuk menggugat hasil pemilu.
Akan tetapi, Barrett dan dua hakim lainnya yang ditunjuk oleh Trump, yakni Neil Gorsuch dan Brett Kavanaugh, menandatangani perintah pengadilan yang membatalkan gugatan dari Texas itu tanpa komentar.
Hakim Samuel Alito dan Hakim Clarence Thomas mengatakan, mereka akan mengizinkan Texas untuk menuntut, tetapi tidak akan memblokir empat negara bagian untuk menyelesaikan hasil pemilu.
Bersama dengan kasus dari Pennsylvania, ini merupakan untuk kedua kalinya selama pekan kemarin pengadilan menolak upaya untuk membatalkan hasil pemilu AS. Kasus Texas itu diajukan Paxton, jaksa agung dari Republik pada Selasa (8/12/2020).
Pada Rabu lalu, Trump mengajukan mosi untuk ikut campur tangan dan tampil sebagai penggugat. ”Tidak ada cara untuk mengatakannya selain mereka mengelak,” kata juru bicara Gedung Putih, Kayleigh McEnany, tentang putusan para hakim di media Fox News Channel. ”Mereka mengelak, mereka bersembunyi di balik prosedur, dan mereka menolak menggunakan otoritas mereka untuk menegakkan konstitusi.”
Seorang juru bicara Biden mengatakan, keputusan MA itu tidak mengherankan. Itu karena upaya kubu Trump dinilai sangat tidak berdasar untuk menyangkal kekalahan Trump dalam pemilu. ”Pengadilan tertinggi negara kita melihat penyalahgunaan yang sifatnya menghasut tentang proses pemilu,” kata Josh Shapiro, Jaksa Agung Pennsylvania, dan seorang demokrat, di Twitter.
Dana Nessel, Jaksa Agung Michigan yang juga seorang Demokrat, mengatakan bahwa putusan MA itu adalah ”pengingat penting bahwa AS adalah negara hukum”. Dia menyebutkan, meskipun beberapa hal mungkin tunduk pada keinginan satu individu, otoritas pengadilan tetap terjaga dari campur tangan dan keinginan individu.
Dalam gugatannya, kubu Trump menyatakan bahwa perubahan yang dibuat oleh empat negara bagian terkait dengan penyelenggaraan pemilu adalah perbuatan melanggar hukum. Hal itu menyangkut perubahan prosedur pemungutan suara di tengah pandemi, yakni pemungutan suara melalui surat.
”Sangat disayangkan bahwa MA memutuskan untuk tidak menilai kasus ini dan menentukan konstitusionalitas kegagalan empat negara bagian ini sesuai dengan UU pemilihan federal dan negara bagian,” kata Paxton dalam sebuah pernyataan.
Trump dan sekutunya di Republik telah membuat klaim tidak berdasar terkait dengan prosedur selama pemilu. Mereka menilai, perluasan pemungutan suara melalui surat selama pandemi Covid-19 menyebabkan Biden secara curang menang di negara-negara bagian yang menjadi pusat persaingan kedua calon.
Pejabat pemilihan negara bagian mengatakan, mereka tidak menemukan bukti penipuan. Pengacara Trump dan sekutunya telah gagal menyajikan bukti di pengadilan tentang jenis penipuan yang dijadikan dasar tuduhan.
Terkait dengan hal itu, Demokrat dan kritikus lainnya menuduh Trump berusaha menghancurkan kepercayaan publik pada integritas pemilu AS. Kubu Trump juga dinilai telah menyabotase demokrasi Amerika dengan mencoba menelikung keinginan para pemilih. (AFP/REUTERS)