Pelaku Serangan Bom atas Mantan PM Lebanon Dipenjara Seumur Hidup
Pengadilan internasional akhirnya menjatuhkan vonis penjara seumur hidup pada otak di balik serangan bom bunuh diri atas mantan PM Lebanon Rafik al-Hariri.
Oleh
ADHITYA RAMADHAN
·3 menit baca
DEN HAAG, JUMAT — Pengadilan Lebanon yang didukung Perserikatan Bangsa-Bangsa, Jumat (11/12/2020), di Leidschendam, Belanda, memvonis penjara seumur hidup untuk lima kejahatan atas seorang anggota Hezbollah. Terdakwa terbukti ikut serta membunuh mantan Perdana Menteri Lebanon Rafik al-Hariri dalam pengeboman tahun 2005.
Anggota Hezbollah tersebut, Salim Jamil Ayyash (57), didakwa bersalah pada Agustus melakukan serangan teror serta membunuh Hariri dan 21 orang lainnya dalam serangan di tepi pantai Beirut. Serangan bom bunuh diri dengan truk itu juga melukai 226 orang lainnya. Ayyash tidak pernah ditangkap dan masih buron sehingga sidang digelar in absentia.
Ayyash juga menghadapi kasus terpisah di pengadilan internasional atas tiga serangan mematikan lainnya di Lebanon antara tahun 2004 dan 2005. Majelis hakim menyatakan bahwa tidak cukup bukti mengaitkan pemimpin Hezbollah di Damaskus atas serangan yang menewaskan Hariri.
Pemimpin Hezbollah Hassan Nasrallah menolak menyerahkan Ayyash dan tiga kaki tangannya, yaitu Assad Sabra, Hussein Oneissi, dan Hassan Jabib Merhi, yang kemudian dibebaskan dari dakwaan karena tidak cukup bukti.
Dalam sidang Agustus lalu, jaksa penuntut menyatakan, hukuman seumur hidup ”satu-satunya hukuman yang adil dan proporsional” bagi Ayyash. Sebab, tindakan Ayyash merupakan serangan teror paling serius yang terjadi di tanah Lebanon. Jaksa juga menuntut aset Ayyash disita.
Para pakar hukum berpendapat bahwa meski tidak dihadiri Ayyash vonis itu masih tetap penting. “Pengadilan in absentia tentunya bukan cara ideal untuk keadilan internasional,” kata Christophe Paulussen, peneliti senior di Asser Institute di Den Haag, Belanda.
Dia mengatakan, pengadilan internasional ibarat “raksasa tanpa kaki dan tangan” karena pengadilan itu bergantung pada negara untuk menangkap tersangka dan tidak dapat melaksanakan putusannya sendiri.
“Akan tetapi, dengan kelemahan ini pengadilan internasional setidaknya telah membuat catatan otoritatif terhadap apa yang terjadi 15 tahun lalu dan membantu masyarakat Lebanon untuk bergeser dari budaya impunitas ke budaya akuntabilitas,” tutur Paulussen.
Dewan Keamanan PBB pada 2007 sepakat untuk membentuk pengadilan internasional tersebut, pengadilan pertama untuk menyidangkan kejahatan terorisme. Pengadilan ini menghabiskan biaya setidaknya 600 juta dollar AS untuk berjalan dan sejauh ini telah menyidangkan empat kasus.
"Serangan itu bertujuan untuk menyebarkan teror di Lebanon dan benar-benar terjadi,” kata hakim dari Australia David Re saat membacakan putusan. “Sidang seharusnya menjatuhkan hukuman maksimal seumur hidup untuk seluruh lima tindak kejahatan secara bersamaan.”
Sebelumnya, jaksa menuntut hukuman penjara seumur hidup untuk masing-masing tindak kejahatan yang Ayyash perbuat.
Pembunuhan Hariri menjerumuskan Lebanon pada krisis yang terburuknya sejak perang saudara 1975-1990, memicu konfrontasi antar-kekuatan politik yang bersaing.
”Kejahatan Ayyash sangat parah. Dia memiliki peran sentral dalam serangan itu,” kata hakim Janet Nosworthy. ”Lebanon adalah negara demokrasi parlementer. Politisi dan pemimpinnya harus dicopot dari jabatannya melalui pemilu bukan dengan peluru atau bom.” (REUTERS/AP/AFP)