Pandemi Covid-19 membuat kinerja ekonomi dan layanan kesehatan tertekan. Namun dengan upaya bersama, tantangan itu dapat diatasi, termasuk tekanan pada praktik demokrasi.
Oleh
Luki Aulia
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Pandemi Covid-19 tidak hanya mengancam kesehatan publik dan perekonomian tetapi juga ujian bagi praktik nilai-nilai demokrasi. Berbagai kebijakan dan pembatasan terkait pandemi demi kepentingan masyarakat kerap bersinggungan dengan hak kebebasan individu. Namun, itu bisa diatasi dengan perspektif solidaritas. Ini menunjukkan demokrasi responsif dan mampu beradaptasi.
Hal itu dikemukakan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi ketika membuka Forum Demokrasi Bali ke-13 atau Bali Democracy Forum, Kamis (10/12/2020), di Nusa Dua, Bali. Norma-norma demokrasi mampu beradaptasi di kondisi tertentu selama itu sah, dipertimbangkan dengan baik, dan transparan. Ini bisa mencegah penggunaan kekuasaan yang sewenang-wenang atas nama kondisi darurat. "Pandemi ini memberi kesempatan memikirkan kembali cara kita mempraktikkan demokrasi," ujarnya.
Selama beberapa tahun terakhir survei dan studi menunjukkan demokrasi sedang mengalami kemunduran. Indeks Demokrasi tahun 2019 menunjukkan demokrasi mengalami kemunduran. Survei Freedom House 2019 menunjukkan kebebasan global menurun selama 14 tahun terakhir.
Pandemi Covid-19 akan menjadi tantangan bagi demokrasi. Apalagi mengingat kebijakan dan pembatasan-pembatasan yang dilakukan pemerintah untuk mengatasi pandemi seperti pembatasan orang berkumpul, pelacakan kontak, dan kewajiban mengenakan masker. Langkah itu harus dilakukan untuk kepentingan orang lebih banyak tetapi tetap dipantau agar tidak terjadi pelanggaran. "Pembatasan-pembatasan sementara itu bersinggungan dengan kebebasan individu," kata Retno.
Menurut Indeks Persepsi Demokrasi 2020, sebanyak 78 persen orang di dunia masih percaya demokrasi itu penting dipraktikkan di negaranya. Untuk itu, pandemi ini sebaiknya tidak melemahkan komitmen pada penegakan nilai-nilai demokrasi. Demokrasi pun sebaiknya tidak mengganggu atau menghambat upaya penanganan pandemi. "Tantangan ke depan tidak akan mudah. Kita harus memastikan demokrasi bisa bertahan di dunia paska pandemi," kata Retno.
Untuk menghadapi kondisi yang baru ini, harus ada upaya memulihkan kepercayaan masyarakat pada demokrasi. Demokrasi harus menyediakan ruang dialog dalam proses pembuatan kebijakan kesehatan publik selama pandemi. Hal ini, kata Retno, akan membentuk basis untuk saling percaya antara masyarakat dan pemerintah. "Transparansi dan partisipasi publik penting untuk membangun kepercayaan publik," ujarnya.
Retno juga mengingatkan pandemi mengangkat perdebatan mengenai kebebasan individu dengan masyarakat tetapi dua hal itu bukan pilihan. Keduanya bisa berjalan seiring sejalan dengan perspektif solidaritas yang berarti memahami pentingnya hak individu tetapi juga bertanggungjawab mematuhi langkah-langkah yang harus diambil untuk kepentingan publik.
"Solidaritas mengajarkan untuk selalu peduli dan menjaga satu sama lain. Spirit solidaritas ini komponen penting penanganan pandemi. Dengan solidaritas resesi demokrasi bisa diatasi," kata Retno.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia PBN Tedros Adhanom Ghebreyesus, mengatakan demokrasi, good governance, dan penegakan hukum penting untuk mencapai pembangunan keberlanjutan, perlindungan lingkungan, dan mengurangi kesenjangan. Pandemi ini menjadi pengingat bahwa kesehatan masyarakat, ekonomi, dan politik sangat terkait. "Pandemi ini menunjukkan kesenjangan dalam sistem kesehatan dan kesenjangan masyarakat," ujarnya.
Ia juga mengingatkan pandemi ini masalah dunia sehingga obat-obatan, vaksin, dan alat kesehatan lainnya harus dibagi secara adil. Jika tidak adil maka akan semakin banyak orang yang akan tertinggal.
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres juga mengingatkan dunia sedang menghadapi tantangan besar karena kesenjangan terjadi dimana-mana. Pandemi ini sudah menunjukkan kerentanan hidup masyarakat. "Tetapi jangan sampai pandemi ini melemahkan nilai-nilai demokratik kita. Kita harus berbuat lebih banyak dan harus bersama-sama," ujarnya. (LUK)