Gaya Hidup Kembali ke Alam Hutan India untuk Tangkal Pandemi
Melestarikan sumber daya alam juga membuat masyarakat adat mandiri secara ekonomi. Eksploitas berlebihan atas hasil hutan tertentu dapat dicegah bersama-sama.
Oleh
BENNY D KOESTANTO
·4 menit baca
Mukteshwar Kalo, seorang anggota suku Kondh di India bagian timur, tiba-tiba terserang demam, batuk, dan nyeri beberapa pekan lalu. Di hari-hari ini, gejala-gejala seperti yang dirasakan Kalo itu mungkin menimbulkan kekhawatiran diri dan keluarganya tentang Covid-19. Namun pria berusia 58 tahun yang tinggal di Surupa, Odisha, itu tetap tenang.
Istri Kalo mengobatinya dengan obat yang terbuat dari tumbuhan di hutan terdekat. Yakni minum air minum yang diseduh dengan daun melati malam untuk menghilangkan demam dan nyeri yang dirasakannya. Untuk meredakan batuknya, Kalo diberi larutan ekstrak tumbuhan pokok setawar (India: patragaja) atau biasa disebut tumbuhan udara oleh sang istri.
"Daun, akar, dan sumber daya lain yang dikumpulkan dari hutan kami menyembuhkan saya dalam waktu kurang dari sepekan,” kata Kalo.
Jumlah kasus terkonfirmasi Covid-19 di India tidak main-main. Dengan lebih dari 9 juta kasus Covid-19 yang dilaporkan kementerian kesehatan setempat, India adalah negara yang terkena dampak terparah kedua di belakang Amerika Serikat.
Negara bagian Odisha sendiri telah memiliki lebih dari 320.000 kasus Covid-19. Namun menurut Bhimsen Kisan, kepala badan pemerintah daerah wilayah Surupa dan belasan desa lainnya, tidak ada laporan kasus di wilayahnya. Minimal hingga saat-saat ini.
Giri Rao, Direktur Eksekutif Vasundhara, organisasi nirlaba berbasis konservasi di Odisha, mengatakan gaya hidup berbasis alam dan atau kembali ke alam di banyak komunitas adat membantu melindungi mereka dari serangan virus dan sekaligus dampak ekonominya.
Ia mengatakan, melestarikan hutan, melindungi satwa liar dan mengelola sumber daya alam dengan bijak membantu menjaga kesehatan masyarakat adat.
"Suku-suku di wilayah itu telah melestarikan keanekaragaman hayati asli mereka dari generasi ke generasi melalui praktik yang dipimpin masyarakat sendiri," kata Rao. "Ini terbayar selama masa-masa sulit pandemi global ini, dalam hal keamanan pangan, obat-obatan dan mata pencaharian."
Dr Debananda Sahoo, asisten profesor kedokteran umum di All India Institute of Medical Sciences di Bhubaneswar, mengatakan pola makan alami dari banyak penduduk asli desa seperti di Suruba memperkuat sistem kekebalan tubuh mereka.
Hal itu adalah kunci untuk mencegah penyebaran virus. Sahoo mengatakan, buah-buahan dan sayuran organik liar memiliki tingkat vitamin C dan vitamin E yang tinggi.
Berbagai varietas umbi-umbian, buah-buahan liar, daun, akar dan jamur dikumpulkan dari hutan dan rutin dikonsumsi masyarakat adat yang kaya nutrisi dan antioksidan. Yang terpenting, mereka bebas dari pupuk kimia dan pestisida, jadi sangat murni dan efektif.
Merujuk pada pengamatan di Surupa, jika penduduk setempat memang sakit, gejalanya ringan dan tidak berlangsung lebih dari beberapa hari.
“Berbagai varietas umbi-umbian, buah-buahan liar, daun, akar dan jamur dikumpulkan dari hutan dan rutin dikonsumsi masyarakat adat yang kaya nutrisi dan antioksidan,” ujar Sahoo. "Yang terpenting, mereka bebas dari pupuk kimia dan pestisida, jadi sangat murni dan efektif."
Melestarikan sumber daya alam juga membuat masyarakat adat mandiri secara ekonomi. Hal itu dikatakan Ipsita Behera dari lembaga Banaja Banijya Sangha. Behera mengumpulkan dan menjual secara kolektif aneka hasil hutan, seperti biji asam di dalam dan sekitar Surupa.
Menurut dia, di banyak bagian di Odisha, Komite Perlindungan Hutan Desa memutuskan sumber daya mana yang dapat dikumpulkan dari dalam hutan. Aturan seperti itu memungkinkan kawasan hutan dapat mengalami peremajaan.
Penduduk desa pun mengumpulkan tanaman dan buah-buahan sesuai dengan batasan yang diterapkan. Hasilnya, eksploitas berlebihan atas hasil hutan tertentu dapat dicegah.
Menebang pohon untuk mendapatkan kayu pun dilarang keras. Warga mendapatkan semua bahan bakar mereka dari daun dan dahan kering di bawah pepohonan di hutan mereka.
Behera mengatakan, manajemen sumber daya yang hati-hati ini mengurangi kebutuhan penduduk desa untuk berinteraksi dengan orang luar untuk mendapatkan makanan atau pekerjaan.
Minimnya kontak dengan orang luar wilayah pun selanjutnya mengurangi kemungkinan mereka terinfeksi penyakit. "Ketika penguncian, karantina dan larangan perjalanan selama puncak pandemi membuat hidup orang-orang di kota mengalami kesulitan, namun kondisi yang sama relatif lebih mudah bagi komunitas-komunitas di sini," katanya.
Tradisi dan sains
Rimita Dey, salah satu dokter spesialis yang merawat pasien Covid-19 di Rumah Sakit Peerless Kolkata, mengatakan obat-obatan tradisional dapat membantu para ilmuwan mengembangkan pengobatan dan vaksin yang lebih efektif. Syaratnya tentu saja lewat studi dan penelitian yang tepat.
"Nilai dan kemanjuran sistem dan tanaman penyembuhan tradisional seperti itu telah lama dikenal," katanya. “Namun kita perlu memiliki penelitian dan uji coba yang lebih kuat, terutama atas bahan yang digunakan, dosis dan konsentrasinya yang spesifik - untuk menetapkannya secara ilmiah."
Di Godrapara, desa lain di negara bagian Odisha yang melaporkan steril kasus Covid-19, penyembuh tradisional berusia 75 tahun, Chamara Kisan, yakin hubungan harmonis komunitasnya dengan alam telah membuat mereka aman sejak pandemi dimulai.
Salah satu pengobatan favoritnya untuk demam, batuk, dan pilek adalah dengan merebus daun tanaman herba lokal yang disebut bhui neem.
Satu sendok bubuk kulit kayu ashwagandha, juga disebut ginseng India, diaduk ke dalam secangkir susu hangat berfungsi sebagai analgesik. Kisan mengatakan hal itu mengurangi peradangan dan membangun kekebalan.
Ranting semak tanaman setempat digiling dan direbus dengan air pun membantu membersihkan hidung tersumbat. "Kami menjaga hutan dan hutan menjaga kami; apa yang perlu dikhawatirkan dengan Covid-19?" kata dia. (REUTERS)