Harapan Perbaikan Hubungan Qatar dan Negara Arab Teluk Ada di Depan Mata
Upaya untuk memecahkan kebuntuan dan mengakhiri krisis hubungan diplomatik antara negara-negara Arab Teluk dan Qatar menampakkan kemajuan yang signifikan.
Oleh
Mahdi Muhammad
·4 menit baca
RIYADH, SABTU — Upaya untuk memecahkan kebuntuan dan mengakhiri krisis hubungan diplomatik antara negara-negara Arab Teluk dan Qatar menampakkan kemajuan yang signifikan. Mediasi yang dilakukan Amerika Serikat dan Kuwait mulai menampakkan hasil dan pemulihan hubungan antara Qatar dan negara-negara Arab Teluk diharapkan akan terjadi tidak lama lagi.
”Kami telah membuat kemajuan signifikan dalam beberapa hari terakhir ini berkat upaya berkelanjutan Kuwait dan juga berkat dukungan kuat dari Presiden Donald Trump. Saya agak optimistis bahwa kita hampir menyelesaikan kesepakatan antara semua negara yang bersengketa,” kata Menteri Luar Negeri Arab Saudi Pangeran Faisal bin Farhan al-Saud, Jumat (4/12/2020).
Pernyataan senada disampaikan Menlu Kuwait Sheikh Ahmad Nasser al-Sabah yang menyebutkan semua pihak telah menyatakan keinginannya untuk persatuan, stabilitas Teluk dan Arab, serta keinginan untuk mencapai kesepakatan akhir yang diharapkan pada solidaritas abadi.
Menlu Qatar Sheikh Mohammed bin Abdulrahman al-Thani, dalam sebuah cuitan di Twitter, menyambut baik pernyataan Menlu Kuwait itu sebagai langkah penting untuk menyelesaikan persoalan di antara negara-negara Teluk.
Sumber Reuters di Washington yang mengetahui proses pembicaraan itu mengatakan, ada sebuah kesepakatan tentatif yang telah dicapai oleh para pihak dan diharapkan akan ditandatangani dalam beberapa minggu ke depan. ”Mereka sedang bekerja untuk membahas prinsip-prinsip kesepakatan untuk membuat para pihak menyetujuinya dan menandatanganinya,” kata sumber tersebut.
Kantor berita resmi Pemerintah Kuwait, KUNA, mengabarkan bahwa Emir Kuwait Sheikh Nawaf al-Ahmad al-Sabah juga menyambut gembira kemajuan pembicaraan para pihak bertikai yang dimediasi oleh Kuwait dan AS. Dia menyatakan, perjanjian ini telah menunjukkan bahwa semua pihak terkait ingin mempertahankan Pan-Gulf, solidaritas, persatuan dan stabilitas Pan-Arab.
Hubungan Qatar dengan tiga ngara Arab Teluk, yaitu Arab Saudi, Uni Emirat Arab, dan Bahrain, memburuk ketika gerakan prodemokrasi di Arab berkembang sejak tahun 2011. Dukungan Pemerintah Qatar terhadap kelompok Ikhwanul Muslimin (IM) dan revolusi Arab membuat hubungan Qatar dengan tiga negara kaya di Teluk menjadi renggang. Keretakan semakin melebar setelah pada Mei 2017, Emir Qatar Sheikh Tamim bin Hamd al-Thani menyatakan bahwa negara mereka memiliki hubungan yang baik dengan Iran dan Israel, dua ”musuh” utama negara Arab pada saat itu.
Hanya berselang satu bulan setelah pernyataan Emir Qatar, tiga negara utama Arab, yaitu Arab Saudi, Uni Emirat Arab, dan Bahrain, mengumumkan pemutusan hubungan diplomatik mereka dengan Qatar. Mesir, Yaman, dan Libya menyusul keputusan tiga negara tersebut untuk memutuskan hubungan diplomatik dengan Qatar.
Lebih jauh lagi, Arab Saudi, Bahrain, Uni Emirat Arab, dan Mesir menutup semua wilayah udara, darat, dan laut bagi semua jenis transportasi milik Qatar.
Peran Doha menjembatani perundingan antara Kelompok Taliban dan Pemerintah AS serta mencegah perang pasca-pembunuhan pemimpin militer Iran, Jenderal Qassem Soleimani, antara Iran dan AS dipandang banyak pihak sebagai pintu masuk perombakan postur diplomasi Qatar. Uni Emirat Arab sendiri telah membuka hubungan logistiknya dengan Qatar.
Pembukaan wilayah udara
Sejumlah diplomat dan sumber menyebutkan, Washington coba mendorong pembukaan kembali wilayah udara Teluk untuk pesawat Qatar sebagai langkah pertama pembukaan hubungan diplomatik antara negara-negara Arab Teluk dan Qatar. Blokade wilayah udara membuat Qatar Airways, maskapai milik Pemerintah Qatar, harus terbang melintas di atas wilayah udara Iran, musuh bebuyutan Riyadh dan Washington. Untuk mendapatkan izin ini, Qatar dilaporkan harus merogoh koceknya hingga 100 juta dollar AS per tahun kepada Pemerintah Iran.
Penasihat keamanan nasional AS, Robert O’Brien, mengatakan, November 2020, bahwa mengizinkan pesawat Qatar terbang di atas Arab Saudi melalui ”jembatan udara” adalah prioritas bagi pemerintahan Trump yang sebentar lagi akan lengser. Sebagai imbalannya, Qatar diharapkan menyetujui tuntutan negara-negara Arab Teluk, di antaranya pengurangan liputan stasiun televisi Al Jazeera yang sering kali membuat kuping para petinggi Pemerintah Arab Saudi memerah, penutupan pangkalan militer Turki, dan penghentian dukungan Pemerintah Qatar terhadap IM.
Analis regional, Michael Stephens, mengatakan, intervensi Kuwait adalah ”cara untuk memastikan mereka bukanlah pihak yang akan menjadi kambing hitam, disalahkan, bila diak terjadi kesepakatan. Di samping itu, Kuwait juga berperan untuk memastikan pihak lain memahami ada niat baik dalam upaya itu.
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres melalui juru bicaranya, Stephane Dujarric, menekankan pentingnya persatuan negara-negara Teluk setelah mendengar kemajuan pembicaraan para pihak. Hal yang sama disampaikan juga oleh Pemerintah Turki dan Iran. (REUTERS/AFP)