Abaikan Protokol Kesehatan, Korsel Alami Lonjakan Kasus Baru Covid-19
Jumlah infeksi harian Covid-19 di Korea Selatan kembali melonjak sehingga negara itu bersiap menerapkan kebijakan yang lebih ketat untuk mencegahnya.
Oleh
Kris Mada
·4 menit baca
Pengabaian pada protokol keharusan menjaga jarak di tengah pandemi diduga menjadi penyebab melonjaknya kembali kasus penularan Covid-19 di Korea Selatan.
SEOUL, SENIN — Jumlah infeksi harian Covid-19 di Korea Selatan kembali melonjak. Pengabaian pada keharusan menjaga jarak diduga menjadi penyebab utama lonjakan jumlah infeksi lebih dari 200 kasus per hari dalam hampir sepekan terakhir. Ujian masuk perguruan tinggi dan perekonomian Korea Selatan bisa terpukul parah.
Dalam rapat, Senin (16/11/ 2020), Menteri Kesehatan Korea Selatan Park Neung-hoo mengingatkan potensi pengetatan ulang pembatasan gerak. ”Kami memantau infeksi terjadi pada kegiatan harian. Dipadukan dengan tren infeksi yang tidak akan menurun, saya percaya kita harus bersiap pada situasi siaga,” ujarnya di Seoul.
Pada 7 November lalu, Korsel melonggarkan pembatasan gerak setelah menilai laju infeksi terkendali. Namun, hanya dalam sepekan, seperti dalam laporan pada Senin, Korsel mencatat 233 kasus baru yang sebagian besar terlacak di Seoul dan Gangwon.
Sebagian pasien diketahui menghadiri kegiatan pertemuan kecil dengan kerabat dan kenalan. Sebagian lagi diketahui mendatangi tempat-tempat umum, seperti kamar mandi uap bersama, bioskop, kedai minum, hingga diskotek.
Dari pelacakan juga diketahui bahwa penularan menyebar di panti jompo, rumah sakit, tempat kerja, dan kereta bawah tanah. Belum ditemukan lokasi atau peristiwa yang menjadi tempat penularan massal.
”Kenaikan infeksi tidak bisa dihindari karena harus menyeimbangkan kegiatan ekonomi dan langkah pengendalian. Tak perlu terguncang oleh grafik yang naik turun, lebih baik fokus mencegah infeksi skala besar dan memastikan tersedia cukup tempat perawatan,” kata Ma Sang-hyu, dokter di Provinsi Gyeongsang kepada harian Chosun Ilbo.
Sejumlah pihak khawatir, kasus baru akan semakin banyak seiring dengan dimulainya musim dingin. ”Kasus-kasus baru terjadi di antara orang- orang yang mungkin tertular 10 hari lalu. Dengan demikian, mungkin ada ratusan orang terinfeksi di seluruh negeri. Kita dalam potensi bahaya karena menjelang musim dingin,” kata Kim Woo-joo, dokter di Rumah Sakit Universitas Guro, kepada Chosun Ilbo.
Laju infeksi dikhawatirkan meningkat selama musim dingin, terutama karena orang- orang semakin sering berkumpul di ruangan. Dalam ruang kecil dengan aliran udara yang lebih tertutup untuk menjaga suhu ruangan tetap hangat, virus bisa bertahan lebih lama.
Dalam sepekan terakhir, rata-rata tercatat 99,4 kasus baru setiap hari di Seoul. Jika pertambahan jumlah kasus harian melebihi 100, pengendalian pandemi di Seoul akan dinaikan di aras 1,5. Dalam level 1,5, karaoke dan restoran diharuskan menetapkan pembatasan gerak dan jaga jarak secara ketat. Sekolah hanya boleh dihadiri paling banyak 66 persen dari daya tampung bangunan.
Pelajar cemas
Peluang pemberlakuan ulang pembatasan gerak secara ketat terutama mencemaskan pelajar dan orangtua mereka. Pada 3 Desember mendatang, Korsel akan menggelar College Scholastic Ability Test (CSAT) atau seleksi masuk perguruan tinggi.
Tahun ini sekitar 480.000 peserta akan ikut ujian yang kerap disebut sebagai salah satu peristiwa tahunan terpenting bagi orang Korsel itu. Bagi para pelajar, aneka les tambahan dan waktu belajar panjang akan diuji lewat CSAT.
Pentingnya CSAT, antara lain, tergambar pada penyesuaian aneka aktivitas untuk membantu kelancaran ujian itu. Di sekitar lokasi ujian, yang tahun ini berjumlah 1.185 tempat, kebisingan ditekan dengan berbagai cara.
Jika lokasi dekat dengan jalur perlintasan pesawat, jadwal penerbangan diubah demi mencegah peserta ujian terganggu oleh suara pesawat. Jam kerja juga dimundurkan, sementara angkutan umum diprioritaskan bagi peserta ujian untuk memastikan peserta sampai di lokasi ujian tepat waktu.
Selain pada CSAT, pembatasan gerak juga dikhawatirkan berdampak pada perekonomian. Pada triwulan III-2020, Korsel baru berusaha memulihkan diri setelah perekonomiannya merosot sepanjang semester I-2020.
Kemerosotan terutama terjadi akibat pembatasan gerak yang memaksa aneka kegiatan produksi dan konsumsi dibatasi atau bahkan sama sekali terhenti. Jika pembatasan gerak kembali diterapkan, kinerja perekonomian Korsel bisa turun lagi.
Tragedi di Belgia
Sementara itu di Eropa, Amnesty International menuding Belgia mengabaikan ribuan manula yang meninggal di panti jompo selama pandemi. Belgia merupakan salah satu negara di Eropa yang paling terdampak Covid-19 dengan 14.400 korban tewas dan 531.000 infeksi.
Pada Maret-Oktober 2020, sebanyak 61,3 persen korban tewas diketahui tinggal di panti jompo. Salah satu penyebab tingkat kematian tinggi adalah para pengidap Covid-19 di panti jompo tidak segera dirawat di rumah sakit.
”Mereka diabaikan pemerintah sampai ada kecaman umum,” kata Direktur Amnesty International Belgia Philippe Hensmans.
Ketua Federasi Panti Jompo Belgia Vincent Fredericq menyebut bahwa para penghuni diabaikan pemerintah. ”Semua terkejut oleh fakta rumah sakit di Spanyol dan Italia. Kondisi itu berdampak pada pembuat keputusan yang berkeras mencegah rumah sakit kelebihan kapasitas. Panti jompo dinomorduakan, dan para penghuni serta pekerjanya menjadi korban,” ujarnya kepada Amnesty International.
Pada masa awal pandemi, dunia dikejutkan dengan kabar rumah sakit Italia dan Spanyol yang kewalahan menangani korban. Karena itu, di beberapa negara, panti jompo dioptimumkan untuk merawat pasien lanjut usia.
Dalam temuan Amnesty International, sebanyak 43 persen pasien dengan gejala serius tidak mendapat perawatan di rumah sakit. (AP/AFP/REUTERS/RAZ)