Presiden Jokowi: Ketahanan Kesehatan Perlu Dimiliki Negara-negara ASEAN+3
Presiden Joko Widodo dalam pidatonya di KTT ke-23 ASEAN+3 mendorong kerja sama membangun industri kesehatan di kawasan untuk mengatasi pandemi Covid-19. Kolaborasi ini juga untuk mengatasi pandemi di kemudian hari.
Oleh
Nina Susilo
·6 menit baca
BOGOR, KOMPAS — Negara-negara ASEAN+3 perlu memiliki mekanisme ketahanan kesehatan untuk mengatasi pandemi Covid-19 dan kemungkinan pandemi serupa di masa depan. Kerja sama dengan membangun industri kesehatan di kawasan dan kolaborasi dalam membangun infrastruktur kesehatan di setiap negara perlu dilakukan untuk itu.
Ajakan kerja sama untuk memperkuat mekanisme ketahanan kesehatan kawasan ini disampaikan Presiden Joko Widodo dalam pidatonya di KTT ke-23 ASEAN+3 (APT), Sabtu (14/11/2020), secara virtual. Untuk itu, setiap negara perlu memulai dengan infrastruktur kesehatan memadai di tingkat nasional. Ini adalah investasi agar masyarakat bisa mengakses kesehatan dengan harga terjangkau. Hal ini akan memperbaiki ketahanan masyarakat, kesiapsiagaan, dan kapasitas kesehatan publik di masa darurat.
Kapasitas teknologi kesehatan digital sebagai bagian dari infrastruktur kesehatan publik juga perlu dibangun. ”Layanan akses online ke tele-health menjadi kian relevan di masa pandemi. Negara mitra di ASEAN Plus Three harus berkolaborasi membangun infrastruktur kesehatan masing-masing negara di kawasan,” kata Presiden dari Istana Kepresidenan Bogor.
Melengkapi ketahanan kesehatan, pembangunan industri kesehatan di kawasan harus segera dilakukan. Pandemi saat ini memberikan pelajaran mengenai pentingnya industri kesehatan yang kuat di kawasan, baik industri alat kesehatan, obat-obatan, bahan baku obat, farmasi, maupun vaksin.
Oleh karena itu, kawasan ASEAN+3 harus memiliki peta jalan untuk memperkuat berbagai industri tersebut. Industri kesehatan ini harus ditopang oleh kapasitas penelitian dan pengembangan di sektor kesehatan.
”Untuk itu, penting bagi kita untuk menjadikan kawasan ASEAN Plus Three sebagai medical-sciences hub, terutama di masa dan pascapandemi,” tuturnya, seperti diterbitkan dalam keterangan Biro Pers Media dan Informasi Sekretariat Presiden.
Di sisi lain, perlu dibentuk kerangka kawasan yang komprehensif dalam menghadapi pandemi. Kerangka ini meliputi sistem dan prosedur standar operasi di masa pandemi, termasuk sistem peringatan dini, sistem ketersediaan alat kesehatan, obat-obatan, dan keberadaan vaksin di kawasan. Untuk itu, keberadaan ASEAN Center for Public Health Emergencies and Emerging Diseases sangat dibutuhkan. Indonesia siap menjadi tuan rumah pusat operasi tersebut.
”Pandemi ini harus menjadi wake up call bagi kita untuk memperbaiki sistem kesehatan, baik di tingkat nasional maupun di kawasan. Recover together, recover stronger,” tutur Presiden yang didampingi Menteri Luar Negeri Retno Marsudi.
KTT ASEAN+3 ini dihadiri pemimpin 10 negara ASEAN ditambah Perdana Menteri Jepang Yoshihide Suga, PM China Li Keqiang, dan Presiden Korea Selatan Moon Jae-in.
Dalam pertemuan yang sama, Malaysia menyoroti dampak Covid-19 pada sektor ekonomi. Perdana Menteri Malaysia Tan Sri Muhyiddin Yassin meminta ASEAN+3 berkomitmen untuk tetap membuka pasar serta menjaga arus perdagangan, jasa, dan investasi. Tiadanya hambatan perdagangan dan gangguan pada rantai persediaan global dinilai akan memperkuat ketahanan ekonomi kawasan.
”Sembari melanjutkan penguatan kerja sama di berbagai sektor yang saling menguntungkan, fokus kita sekarang ini seharusnya tugas yang paling mendesak, yakni perang melawan Covid-19,” tuturnya, seperti dikutip kantor berita Bernama.
Sementara itu, Presiden Moon Jae-in juga mengatakan pandemi Covid-19 yang berlangsung lama ini mengingatkan semua negara harus bekerja sama. Untuk itu, kerja sama perawatan kesehatan serta upaya pengembangan dan distribusi vaksin yang adil perlu disiapkan oleh ke-13 negara ASEAN+3.
”Kita perlu membangun sistem koordinasi yang cepat dan transparan dalam mempersiapkan penyakit infeksi baru yang bisa terjadi kapan pun,” tuturnya, seperti dikutip kantor berita Yonhap.
Presiden Moon juga menyinggung dampak ekonomi dari Covid-19. Ketahanan ekonomi dan kebijaksanaan untuk mendorong pertumbuhan yang inklusif dan berkelanjutan perlu diperkuat. Dalam perekonomian global pasca-Covid-19, Moon berharap ASEAN+3 mampu memainkan peranannya.
Kekuatan ekonomi digital
Presiden Joko Widodo, dalam forum diskusi yang membahas teknologi dan masa depan pekerjaan di ASEAN yang merupakan bagian dari ASEAN Business and Investment Summit 2020, juga menyampaikan keyakinannya pada peluang yang muncul di tengah kesulitan ekonomi akibat Covid-19. Sejauh ini, pandemi Covid-19 berdampak hebat bagi perekonomian dunia dan semua negara menghadapi pertumbuhan ekonomi negatif. Di ASEAN, lebih dari 30 juta masyarakatnya terancam kehilangan pekerjaan.
”Kita harus tetap optimistis. Walaupun banyak masalah, ada kesempatan besar. Di tengah pandemi ini justru kita melihat percepatan perkembangan digitalisasi,” ujarnya.
Optimisme ini muncul karena kawasan ASEAN ataupun Indonesia memiliki potensi digital yang sangat besar. Pada 2025 mendatang, ekonomi digital ASEAN diproyeksikan berada pada kisaran 200 miliar dollar AS. Untuk kurun waktu yang sama, ekonomi digital di Indonesia diperkirakan mencapai 133 miliar dollar AS.
Namun, tantangan transformasi digital diakui masih sangat banyak. Pertama, banyak jenis usaha dan pekerjaan lama yang tutup. ”Sekitar 56 persen pekerjaan di lima negara ASEAN terancam hilang akibat otomatisasi,” kata Presiden Jokowi.
Selain itu, kesenjangan digital di negara ASEAN juga dinilai masih sangat besar. Penetrasi internet sebagai infrastruktur utama ekonomi digital belum merata di seluruh negara ASEAN. Dari 10 negara ASEAN, hanya 3 negara yang memiliki tingkat penetrasi internet di atas 80 persen.
Untuk itu, diperlukan terobosan. Transformasi digital perlu dipercepat. Apalagi, kegiatan ekonomi digital ASEAN masih kecil, hanya 7 persen dari total PDB ASEAN. Sejumlah hal harus terus didorong negara-negara ASEAN. Pertama, memastikan bahwa revolusi digital berjalan secara inklusif dengan memperhatikan aspek access, affordability, dan ability.
”Penyiapan infrastruktur digital yang memadai dan merata di seluruh kawasan harus menjadi agenda utama, bukan saja untuk masyarakat di perkotaan, melainkan juga di desa-desa dengan harga yang terjangkau dan disertai dengan peningkatan literasi melalui upskilling dan reskilling dari sumber daya manusianya,” tutur Presiden Jokowi.
ASEAN juga harus bergerak agar dapat menjadi pemain besar dalam ekonomi berbasis digital. Ekonomi digital juga harus menjadi kekuatan utama ASEAN, bukan sekadar menjadi pasar digital. Karena itu, UMKM di ASEAN harus masuk ke rantai pasok global.
Presiden Joko Widodo meyakini percepatan transformasi digital UMKM akan mendorong bangkitnya roda perekonomian kawasan. Pemerintah setiap negara ASEAN disebutnya harus memiliki andil yang lebih besar dalam mendorong transformasi digital.
Indonesia sendiri memiliki ekosistem digital yang menjanjikan. Pada 2019, terdapat 2.193 start up yang menjadikannya kelima terbesar di dunia. Saat ini, sudah ada satu start updecacorn dan empat unicorn. Sejak 2018, Indonesia mengembangkan peta jalan ”Making Indonesia 4.0”.
”Kami membangun industri manufaktur dan pengembangan pusat-pusat inovasi. Kami memberikan insentif fiskal berupa super tax deduction bagi industri yang berinvestasi di research dan development,” kata Presiden Jokowi.
Sinergi kuat di antara negara-negara ASEAN sangat dibutuhkan untuk menciptakan ekosistem digital yang kondusif di kawasan. Hambatan perdagangan digital harus dieliminasi, kepastian hukum harus dibangun, penyederhanaan prosedur dan sistem perizinan harus terus dilakukan, hingga memperkuat kemitraan antara pemerintah dan swasta untuk memperkuat konektivitas digital.
”Sinergi ini harus bersifat inklusif. Tidak ada satu pun yang boleh tertinggal. Itulah prasyarat jika kita ingin menjadikan kawasan ASEAN sebagai pemenang dalam era transformasi digital ini. No one left behind,” ucap Presiden Jokowi.