Peringatan untuk China, Taiwan Berhak Membela Diri dan Membalas
Ketegangan di Selat Taiwan meningkat menyusul aksi pesawat tempur China yang memasuki garis tengah selat itu sebagai ekspresi kemarahan Beijing terhadap dukungan Amerika Serikat kepada Taiwan.
Oleh
ADHITYA RAMADHAN
·3 menit baca
TAIPEI, SENIN — Angkatan bersenjata Taiwan berhak untuk membela diri dan melakukan balasan. Peringatan ini, Senin (21/9/2020), disampaikan Taiwan kepada China yang pekan lalu mengirim beberapa jet tempurnya ke Selat Taiwan.
Dalam beberapa bulan terakhir ketegangan antara Taipei dan Beijing telah meningkat. Beijing mengklaim Taiwan sebagai bagian dari wilayahnya yang akan direbut meski dengan paksa.
Pada Jumat (18/9/2020) dan Sabtu, pesawat tempur China melintasi garis tengah Selat Taiwan dan memasuki zona identifikasi pertahanan udara Taiwan. Tindakan ini membuat Taipei mengirimkan jet tempurnya untuk menghadang pesawat China. Presiden Tsai Ing-wen menyebut China sebagai ancaman di kawasan.
Dalam pernyataannya, Kementerian Pertahanan Taiwan menyebutkan telah ”mendefinisikan dengan jelas prosedur respons di tengah gangguan dan ancaman kapal perang dan pesawat tempur musuh tahun ini”. Taiwan memiliki hak untuk ”membela diri dan membalas” serta menjalankan panduan ”tidak memicu eskalasi konflik dan memicu insiden”.
Taiwan tidak akan memprovokasi, demikian penegasan Kemenhan Taiwan, tetapi ”tidak takut terhadap musuh”.
Biasanya, pesawat tempur Taiwan dan China hanya terbang di sekitar garis tengah Selat Taiwan dan tidak melintasinya meski tidak ada kesepakatan resmi antara Taipei dan Beijing soal itu. Sejak tahun 2016, Taiwan telah melaporkan lima insiden pelintasan di garis tengah Selat Taiwan, termasuk dua insiden yang terakhir terjadi pada akhir pekan lalu.
Bulan ini, China menggelar latihan militer skala besar di dekat Selat Taiwan. Taipei menyebut latihan militer China itu sebagai provokasi yang serius. Sementara menurut China, latihan itu diperlukan untuk melindungi kedaulatannya.
Tindakan Beijing pekan lalu itu dilakukan karena marah atas kunjungan pejabat tinggi Amerika Serikat ke Taipei. ”Taiwan merupakan wilayah yang tidak terpisahkan dari China,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Wang Wenbin, kepada wartawan di Beijing. ”Apa yang disebut garis tengah Selat Taiwan itu tidak ada.”
Pada Senin, media yang dikelola pemerintah, China Daily, melaporkan, AS berupaya memanfaatkan Taiwan untuk menghadapi China. Akan tetapi, tak ada satu pun yang bisa meremehkan tekad Beijing menegaskan kedaulatannya terhadap Taiwan. ”Pemerintah AS yang putus asa tidak bisa meremehkan naiknya pengaruh China dalam damai dan memanjakan diri dengan kecanduan hegemoni,” demikian antara lain isi tajuk rencana China Daily.
China marah atas sikap AS yang mendukung Taiwan, termasuk dua kali lawatan pejabat tingginya. Pertama, pada Agustus lalu, yaitu Menteri Kesehatan Alex Azar dan pekan lalu adalah Keith Krach, Wakil Menteri untuk Urusan Ekonomi.
AS tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Taiwan, tetapi menjadi pendukung terkuatnya. Washington berencana menjual senjata terbarunya dalam jumlah besar kepada Taiwan.
Meski China dan Taiwan berada dalam status konflik, keduanya tidak memiliki mekanisme dialog resmi. Artinya, jet tempur mereka bisa kapan saja terlibat dalam insiden yang tidak menutup kemungkinan bisa memicu eskalasi yang lebih besar. Konflik di Selat Taiwan mungkin saja bakal memicu AS dan sekutunya di Asia untuk ikut campur.
China juga bisa saja membanjiri Taiwan dengan rudal dan serangan siber sebelum AS bisa memberikan bantuan. Akan tetapi, perang apa pun, bagi China, akan merusak reputasi dan ekonominya, terutama jika terkena sanksi ekonomi dari negara-negara Barat. (REUTERS)