Inggris Repatriasi Anak dari Keluarga Pendukung ISIS di Suriah
Pemerintah Inggris memulangkan salah seorang anak dari puluhan anak warga Inggris yang terjebak di Suriah. Langkah itu diambil setelah pemerintah Inggris didesak untuk memperhatikan warganya yang diduga terlibat NIIS.
Oleh
Luki Aulia
·3 menit baca
LONDON, RABU - Pemerintah Inggris akhirnya memulangkan salah seorang anak dari puluhan anak warga Inggris yang terjebak di Suriah. Belakangan ini, pemerintah Inggris dihujani protes dan kritik dari rakyat Inggris karena tidak mau membantu warga negaranya, termasuk anak-anak, untuk kembali ke Inggris setelah mereka dituduh telah bergabung dengan kelompok militan Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS) yang berada di Suriah.
"Akhirnya, kami membawa pulang anak Inggris dari Suriah dengan selamat," tulis Menteri Luar Negeri Inggris, Dominic Raab, di akun media sosial twitter. Namun, Raab tidak memberikan penjelasan lebih rinci karena alasan melindungi anak-anak.
Lembaga Save the Children dalam laporannya tahun lalu menyebutkan lebih dari 60 anak warga Inggris terjebak di Suriah utara. Direktur Eksekutif Save the Children, Kevin Watkins, lega karena akhirnya pemerintah melindungi anak-anak. "Anak-anak tidak semestinya hidup dan tumbuh berkembang di lingkungan atau tempat seperti kamp di Suriah," ujarnya.
Kelompok HAM, Reprieve, memperkirakan ada 14 perempuan dewasa dan 8 laki-laki dewasa warga Inggris bersama dengan anak-anak mereka yang ditahan di kamp-kamp atau penjara Suriah. Penolakan pemerintah Inggris untuk memulangkan perempuan dengan anak-anaknya itu tidak bisa dimengerti dan bertolak belakang dengan yang dilakukan pemerintah lain seperti Amerika Serikat.
"Pemerintah harus mengambil langkah bijaksana dan memulangkan keluarga-keluarga Inggris yang masih ada di sana," kata Direktur Eksekutif Reprieve, Maya Foa.
Foa yakin sistem keamanan dan sistem hukum Inggris sangat mampu menangani beberapa warga Inggris yang ditahan di Suriah.
Kamp pengungsi
Selama ini sikap pemerintah Inggris tegas terhadap warga negara Inggris yang diduga bepergian ke Suriah untuk mendukung kelompok Negara Islam. Bahkan banyak juga mereka yang ke Suriah kemudian dicabut kewarganegaraannya. Salah satunya, Shamima Begum, yang meninggalkan London dan bergabung dengan kelompok itu pada 2015. Ia ke Suriah bersama dua teman sekolahnya di London timur.
Sesampainya di wilayah yang dikuasai kelompok Negara Islam, Begum menikah dengan seorang warga Belanda yang kini telah meninggal. Begum, yang kini berusia 20 tahun itu, kini tinggal di kamp pengungsi. Ketika berada di kamp pengungsi, Februari lalu, ia hamil sembilan bulan tetapi kemudian bayinya meninggal setelah dilahirkan. Selama berada di Suriah, ia sudah kehilangan dua anak.
Pemerintah Inggris memutuskan mencabut kewarganegaraan Inggrisnya dengan alasan keamanan nasional. Namun, kini Begum sedang berusaha menempuh jalur hukum dan banding untuk mendapatkan kewarganegaraannya kembali. Mahkamah Agung Inggris dalam waktu dekat akan memutuskan apakah Begum bisa kembali ke Inggris untuk memperjuangkan kasusnya.
Save the Children mengatakan ancaman terhadap anak yang terjebak di kamp-kamp pengungsian Suriah sangat tinggi. Dalam lima hari saja, ada delapan anak di bawah usia lima tahun yang tewas. "Pemerintah Inggris bisa dan harus membawa anak-anak Inggris itu pulang agar kondisinya bisa pulih dalam lingkungan yang aman. Isu ini mendesak," kata Direktur Respon Save the Children, Sonia Khush. (AFP/LUK)