Kebijakan yang menyeimbangkan pengendalian pandemi dan pertumbuhan ekonomi menjadi kunci sukses China. Sementara negara lain mulai menunjukkan gejala pemulihan meski perekonomian masih di ranah negatif.
Oleh
kris mada
·3 menit baca
BEIJING, SELASA — Setelah terpukul dan menurun akibat pandemi Covid-19, perekonomian Asia mulai menunjukkan gejala ke arah yang lebih stabil. Keberhasilan itu merupakan buah dari perpaduan penanganan pandemi dan menjaga aktivitas perekonomian.
Stabilitas perekonomian ini tecermin dari Purchasing Managers Index (PMI) di sejumlah negara dan kawasan. PMI menunjukkan kondisi industri dengan indeks di atas 50 mencerminkan pertumbuhan, dan sebaliknya industri berindeks di bawah 50 mengindikasikan penurunan.
Di China, PMI dicatat oleh Caixin Group. Sementara di negara lain, PMI, antara lain, dipantau oleh IHS Markit.
Dalam pengumuman pada Selasa (1/9/2020), Caixin mencatat PMI manufaktur China periode Agustus 2020 naik menjadi 53,1 poin dari 52,8 poin pada Juli 2020. Kenaikan juga tercatat pada sektor nonmanufaktur dengan 54,2 poin pada Juli 2020 menjadi 55,2 poin pada Agustus 2020.
”Indeks yang naik selama empat bulan berturut-turut menunjukkan manufaktur terus memulihkan diri dari dampak pandemi dan momentum pemulihan tetap kuat,” kata ekonom senior Caixin, Wang Zhe.
Pasokan dan permintaan manufaktur terus menunjukkan gejala pemulihan bersamaan dengan permintaan global yang mulai tumbuh lagi. Sub-indeks untuk pesanan baru mencapai arah tertinggi sejak Januari 2011.
Pakar statistik senior pada Biro Statistik Nasional (NBS) China Zhao Qinghe mengatakan, PMI non-manufaktur tetap berada di atas 50 poin selama enam bulan berturut-turut. Transportasi dan telekomunikasi menjadi sektor dengan pertumbuhan paling pesat. Aktivitas perekonomian secara keseluruhan menunjukkan gejala pertumbuhan positif.
Kebijakan yang menyeimbangkan pengendalian pandemi dan pertumbuhan ekonomi menjadi kunci sukses China. Perekonomian terus pulih dengan peluang yang bagus. ”Produksi dan operasi di perusahaan-perusahaan China terus bertumbuh,” ujarnya, sebagaimana dikutip Xinhua.
Ia tidak menampik, di tengah tren positif perekonomian China, sektor UKM masih tertekan. ”Banyak perusahaan kecil melaporkan masalah permintaan yang belum memadai dan tekanan keuangan. Mereka masih menghadapi kesulitan produksi dan operasi,” kata Zhao.
Sementara Wang menyoroti pasar tenaga kerja yang masih lemah. Selama delapan bulan berturut-turut, serapan tenaga kerja belum menembus aras 50 poin.
”Beberapa perusahaan masih berhati-hati untuk menambah pekerja dan malah terus mengurangi pekerja. Beberapa perusahaan lain mulai meningkatkan jumlah pekerja untuk mengejar kebutuhan produksi,” ujar Wang Zhe, ekonom senior Caixin.
Negara lain
Indikasi pemulihan juga terlihat di India, Jepang, Korea Selatan, hingga negara-negara ASEAN. Meski masih di ranah negatif, perekonomian Korsel mulai kembali tumbuh dengan kenaikan PMI manufaktur dari 46,9 poin di Juli menjadi 48,5 poin di Agustus.
”Permintaan global menunjukkan pemulihan bersamaan dengan ekonomi yang kembali menggeliat,” kata ekonom Hana Financial Investment, Chun Kyu-yeon.
Direktur IHS Markit, Tim Moore, menyebut bahwa data Agustus menjadi penanda lain bahwa pemulihan mulai dicapai Korsel setelah kejatuhan sepanjang triwulan II-2020. ”PMI manufaktur terbaru ini merupakan yang paling tinggi sejak Februari dan menunjukkan pelemahan mulai melambat,” katanya.
”Perlambatan perekonomian global karena pandemi Covid-19 tetap menahan konsumsi sepanjang Agustus walau ada laporan tambahan permintaan untuk kembali bekerja di Amerika Serikat dan Eropa,” tutur Moore.
Soal serapan tenaga kerja, menurut Moore, memang masih negatif walau laju pengangguran semakin melambat. Kondisi itu terutama dipicu harapan perbaikan dalam 12 bulan ke depan. Untuk pertama kalinya Februari 2020, para responden dalam penyusunan PMI menunjukkan harapan positif.
Jepang juga menunjukkan gejala positif dengan PMI yang naik dari 45,2 poin pada Juli menjadi 47,2 poin pada Agustus. Sejak Juni, PMI manufaktur Jepang terus naik walau belum menembus aras 50. Seperti Korsel, Jepang juga terdampak oleh pemberlakuan ulang pembatasan gerak untuk mengendalikan laju infeksi Covid-19.
Tokyo mendapat tantangan tambahan seiring pengunduran diri Shinzo Abe dari kursi perdana menteri. Keputusan itu memicu ketidakpastian dalam kebijakan perekonomian Jepang. Di bawah Abe, perekonomian Jepang tumbuh total 13 persen pada periode 2012-2019.
Sinyal positif pun terpancar dari India walau para analis masih berhati-hati atas prospek negara itu. PMI India naik dari 46 poin di Juli menjadi 52 di Agustus. Inilah pertama kali PMI India masuk ke aras pengembangan sejak negara itu memberlakukan pembatasan gerak pada Maret 2020.
”Data Agustus menyoroti perkembangan positif di manufaktur India, yang menandakan arah pemulihan setelah penurunan selama triwulan II,” kata ekonom IHS Markit, Shreeya Patel.
Seperti di China, belum semua sektor di India sepenuhnya pulih. ”Tenaga kerja terus berkurang kala perusahaan berusaha mencari pekerja yang tepat,” ujar Patel.
Ekonom IHS Markit lainnya, Lewis Cooper, juga menyoroti gejala pemulihan di ASEAN. PMI mayoritas ASEAN memang masih di aras negatif. Walakin, laju penurunannya terus berkurang dibanding beberapa bulan sebelumnya. ”Sektor manufaktur ASEAN semakin mendekati stabilisasi. Produksi stabil setelah penurunan selama enam bulan berturut-turut. Tingkat penurunan usaha juga melambat,” ujarnya.
ASEAN memang masih terdampak pembatasan gerak yang terus diberlakukan. Hal itu terutama memukul industri orientasi ekspor sehingga sektor itu belum menunjukkan gejala pemulihan. (REUTERS)