Arab Saudi Tinjau Vonis Hukuman Mati untuk Tiga Terdakwa
Kala tren global menunjukkan penurunan, jumlah eksekusi mati di Arab Saudi justru meningkat. Sejak beberapa bulan lalu, Arab Saudi memutuskan menghapus hukuman mati untuk terdakwa berusia di bawah 18 tahun.
Oleh
kris mada
·3 menit baca
RIYADH, JUMAT — Arab Saudi meninjau vonis mati untuk tiga terdakwa. Sebab, vonis dijatuhkan kala terdakwa belum berusia 18 tahun. Peninjauan itu merupakan bagian dari reformasi hukum yang dijalankan Arab Saudi beberapa waktu terakhir.
Presiden Komisi Hak Asasi Manusia (HAM) Arab Saudi Awwad Alawwad mengumumkan keputusan peninjauan tersebut. ”Ini menandai kemajuan penting dalam penerapan reformasi sistem hukum dan peningkatan HAM di Arab Saudi. Peninjauan menunjukkan pentingnya reformasi ini tidak hanya hanya dalam mengubah aturan, melainkan juga tindakan,” ujarnya, Kamis (27/8/2020), di Riyadh.
Peninjauan diberikan kepada Ali al-Nimr, Dawood al-Marhoon, dan Abdullah al-Zaher. Mereka ditangkap pada 2012 karena terlibat unjuk rasa di tengah gelombang Musim Semi Arab. Mereka didakwa dengan undang-undang terorisme, lalu divonis mati pada 2014.
Kala ditangkap, Nimr dan Marhoum berusia 17 tahun. Sementara Zaher berusia 16 tahun. Sebelum genap berusia 18 tahun, mereka ditahan di penjara remaja. Keluarga dan Amnesty International menyimpulkan, berdasarkan lokasi penahanan para terdakwa itu, hal tersebut menunjukkan bahwa aparat hukum Arab Saudi mengakui mereka sebagai remaja kala ditangkap.
”Pengumuman peninjauan hukuman mati kepada tiga orang ini adalah langkah penting menuju keadilan. Kami meminta otoritas Arab Saudi memastikan pengadilan ulang dilakukan secara adil, transparan, dan ada pendampingan penasihat hukum,” kata Direktur Pendampingan Amnesty International untuk Timur Tengah dan Afrika Utara Philip Luther.
Aparat juga diminta tidak memakai pengakuan para pemuda itu. Sebab, pengakuan disebut didapat lewat penyiksaan. Keluarga menemukan bekas penyiksaan, antara lain berupa memar dan patah tulang pada beberapa bagian tubuh mereka.
Kepada keluarga, tiga pemuda itu mengatakan dipukuli agar mau mengakui mereka terlibat terorisme. ”Mereka seharusnya tidak dibawa ke pengadilan kejahatan khusus yang dibuat untuk menyidang pelaku teror,” kata Luther.
Penghapusan penuh
Amnesty International juga mengingatkan, peninjauan itu agar tidak dipakai untuk memoles citra Arab Saudi di panggung internasional. ”Negara itu tetap menerapkan hukuman mati, mencapai 184 terpidana pada tahun lalu. Kami mendesak Arab Saudi menerapkan penundaan resmi terhadap eksekusi sebagai langkah awal penghapusan hukuman mati,” ujarnya.
Kelompok lain, Reprieve, juga menyambut baik peninjauan itu. ”Jika otoritas Saudi serius dengan janjinya, hukuman mati yang dijatuhkan kala terpidana masih anak-anak akan ditinjau, ini merupakan perkembangan positif. Ali, Dawood, dan Abdullah dipenjara sebagai anak-anak dan menghabiskan hampir satu dekade dalam ketakutan atas eksekusi,” kata Direktur Reprieve Maya Foa.
Reprieve mencatat, ada empat terpidana mati yang divonis kala masih berusia di bawah 18 tahun. Selain itu, sembilan remaja terancam divonis mati.
Pada April 2020, Raja Salman telah mengeluarkan dekrit untuk menghapus hukuman cambuk bagi umum dan hukuman mati bagi anak-anak. Raja Salman bin Abdulaziz al-Saud memerintahkan, hukuman mati untuk anak-anak diubah menjadi hukuman penjara. Masa hukuman juga dibatasi paling lama 10 tahun. Alawwad menyebut keputusan tersebut penting dalam upaya perubahan hukum di Arab Saudi.
Dekrit itu dibuat beberapa bulan setelah Amnesty International mengumumkan Arab Saudi mencatat rekor tertinggi untuk eksekusi mati sepanjang 2019. Tahun lalu, 184 orang dieksekusi di Arab Saudi. Sebanyak 37 orang di antaranya dieksekusi pada 23 April 2019. Di antara 37 orang itu, 32 orang didakwa sebagai teroris.
Belum pernah ada negara mengeksekusi mati sebanyak itu. Padahal, Amnesty International justru mencatat tren penurunan eksekusi secara global. Pada 2018, total 690 orang dieksekusi mati di sejumlah negara. Pada 2019, jumlahnya menurun menjadi 657 orang. (AP/REUTERS)