Lagu Kampanye, Sebuah Pertarungan Musisi Melawan Politisi Amerika Serikat
Pemutaran lagu lazim menjadi penyedap dalam setiap kampanye atau acara politik lain. Namun, di AS, para artis beramai-ramai protes saat lagu mereka digunakan dalam kampanye calon yang tidak mereka dukung.
Oleh
ELSA EMIRIA LEBA
·5 menit baca
Penyanyi senior Amerika Serikat-Kanada, Neil Young, Selasa (4/8/2020), menggugat tim kampanye Presiden AS Donald Trump karena menggunakan lagu-lagunya saat berkampanye untuk pemilihan ulang. Young menuding Trump melakukan pelanggaran hak cipta karena menggunakan karya tanpa izin.
Dalam pengaduan yang diajukan ke Pengadilan Distrik AS di Manhattan, Young keberatan atas pemutaran ”Rockin’ in the Free World” dan ”Devil’s Sidewalk” berkali-kali selama rapat umum dan acara politik Trump. Beberapa di antaranya kampanye di Tulsa, Oklahoma, pada 20 Juni 2020, kampanye perdana Trump setelah Maret 2020 pasca-penyebaran Covid-19, dan kunjungan Trump ke Mount Rushmore pada 3 Juli 2020.
Young telah mengeluh tentang hal itu sejak tahun 2015 ketika Trump berkampanye melawan Hillary Clinton. Tim kampanye Trump dinilai dengan sengaja mengabaikan tegurannya meskipun tidak memiliki izin. Young sendiri adalah pendukung Senator Vermont, Bernie Sanders, dari Partai Demokrat.
”Aduan ini tidak bermaksud untuk tidak menghormati hak dan pendapat warga Amerika, yang bebas untuk mendukung kandidat yang mereka pilih. Namun, penggugat tidak dapat membiarkan musiknya digunakan sebagai lagu tema untuk kampanye yang mengandung ketidaktahuan dan kebencian serta memecah-belah Amerika Serikat,” demikian bunyi pernyataan dari Young.
Young mencari ganti rugi hingga 150.000 dollar AS per pelanggaran. Tim kampanye Trump belum memberi tanggapan atas hal ini.
Beberapa waktu lalu, legenda rock asal Inggris, The Rolling Stones, juga mengancam akan melakukan tindakan hukum terhadap Trump. Trump menggunakan lagu klasik mereka, ”You Can’t Always Get What You Want”, di sebuah kampanye.
Selain Young dan The Rolling Stones, sederet musisi juga telah menegur tim kampanye Trump yang menggunakan lagu-lagu mereka dalam acara politik sejak 2015. Grup musik The Beatles, R.E.M, Queen, Steven Tyler, Rihanna, Adele, Elton John, Pharrell Williams, Panic! At The Disco, dan Dee Snider telah mengimbau Trump agar berhenti menggunakan musik mereka selama berkampanye.
Selain Young dan Rolling Stones, sederet musisi juga telah menegur tim kampanye Trump yang menggunakan lagu-lagu mereka dalam acara politik sejak 2015.
Keluarga mendiang Tom Petty mengecam dan memperingatkan Trump karena menggunakan lagu ”I Won’t Back Down” ketika kampanye di Tulsa. Trump dinyatakan tidak memiliki izin untuk menggunakan lagu ini, terutama kampanye Trump telah mengacuhkan akal sehat dan banyak warga negaranya sendiri.
”Tom Petty tidak akan pernah menginginkan lagunya digunakan untuk kampanye kebencian. Baik mendiang Tom Petty maupun keluarganya dengan tegas menentang rasisme dan diskriminasi dalam bentuk apa pun. Kami tidak suka penggemar yang terpinggirkan akibat pemerintahan ini berpikir kami terlibat dalam penggunaan ini,” cuit keluarga Petty lewat Twitter.
Sementara itu, pada Mei 2020, pesaing utama Trump untuk Pilpres 2020 dari Demokrat, Joe Biden, menggunakan lagu ”Cry Me A River” milik Justin Timberlake dalam sebuah iklan kampanye baru yang menyentil kecenderungan Trump mengklaim diri sebagai korban. Timberlake jarang mengeluarkan pandangan politik. Namun, dia dan istrinya terkenal sebagai pendukung Demokrat.
Masalah lama
Penggunaan musik yang tak sah telah menjadi masalah lama dalam kampanye politik AS. Musisi biasanya tidak menyukai bagaimana karya mereka dikaitkan dengan visi dan misi dari politisi yang tidak sejalan dengan ideologi mereka.
Para politisi dari Partai Republik paling kerap mendapat masalah terkait hal ini. Pada 1984, penyanyi Bruce Springsteen berselisih dengan Presiden AS Ronald Reagan karena menggunakan lagu ”Born in the U.S.A.”. Politisi lain yang bermasalah dengan para musisi ini adalah John McCain, Newt Gingrich, Mike Huckabee, George W Bush, Sarah Palin, dan yang terbaru adalah Trump.
Meskipun begitu, beberapa politisi dari Demokrat juga tidak luput dari masalah ini. Penyanyi Sam Moore pernah meminta Barack Obama berhenti memainkan lagu ”Hold On, I’m Comin’” walaupun mereka akhirnya berdamai.
Namun, musisi sebenarnya memiliki sedikit dukungan hukum terkait penggunaan musik dalam kampanye. Secara teknis, undang-undang AS terkait hak cipta memberikan kebebasan kepada politisi menggunakan rekaman musik pada acara politik ketika berada di tempat yang memiliki izin pertunjukan publik dari asosiasi penulis lagu, seperti BMI (Broadcast Music, Inc) dan ASCAP (American Society of Composers, Authors, and Publishers).
Namun, ada kelonggaran bagi artis untuk mengeluhkan citra dan reputasi mereka yang rusak oleh penggunaan lagu yang berulang-ulang tanpa izin tertulis dari mereka. Dalam beberapa kasus, sejumlah musisi berhasil meminta lagu mereka tidak dipakai melalui pernyataan terbuka atau pembicaraan di belakang layar.
Dalam beberapa kasus, sejumlah musisi berhasil meminta lagu mereka tidak dipakai melalui pernyataan terbuka atau pembicaraan di belakang layar.
Beberapa musisi juga berusaha menyikapi masalah itu dengan jenaka. Neil Young, misalnya, akhirnya menawarkan Trump untuk menggunakan ”Lookin’ For A Leader - 2020”, sebuah versi baru dari lagu ”Lookin’ For A Leader”. Young mengubah lirik lagunya sehingga menyentil kepemimpinan Trump dan kebijakan-kebijakan kontroversialnya, seperti pembangunan tembok untuk mencegah imigran masuk dari Meksiko atau ketidakacuhannya pada gerakan Black Lives Matter.
Pada 2016, pihak ahli waris gitaris The Beatles, George Harrison, juga menyatakan keengganan ketika ”Here Comes The Sun” menjadi lagu pembuka bagi penampilan putri Trump, Ivanka Trump, dalam sebuah acara politik di Cleveland, Ohio. Penggunaan lagu itu dinilai tidak sesuai dengan keinginan Harrison.
”Jika itu adalah lagu ’Beware of Darkness’, kami MUNGKIN akan menyetujuinya!” cuit akun resmi George Harrison, yang secara tersirat mengaitkan Trump dengan hal-hal yang berkaitan dengan kegelapan.
Seruan terbuka
Pada 28 Juli 2020, puluhan artis, termasuk personel Aerosmith, The Rolling Stones, Rosanne Cash, Green Day, Elton John, Linkin Park, Lionel Richie, Pearl Jam, dan Sia, bersama Artist Rights Alliance (ARA) menulis surat terbuka kepada Partai Republik, Demokrat, Kongres, dan Senat. Mereka mengimbau agar politisi meminta izin sebelum memainkan musik mereka dalam kampanye dan acara politik.
”Sebagai artis, aktivis, dan warga negara, kami meminta Anda berjanji bahwa semua kandidat yang Anda dukung akan meminta persetujuan dari artis rekaman dan penulis lagu sebelum menggunakan musik dalam kampanye dan kegiatan politik. Ini adalah satu-satunya cara efektif melindungi kandidat Anda dari risiko hukum, kontroversi publik yang tidak perlu, dan masalah moral yang datang dari klaim yang menyiratkan dukungan artis atau mendistorsi ekspresi artis di publik,” bunyi pernyataan ARA.
Namun, pengacara kekayaan intelektual, Lawrence Iser, mengatakan artis memiliki hak publisitas. Ini berarti artis memiliki hak untuk melindungi citra publik mereka dari asosiasi terhadap sesuatu atau seseorang.
Artis memiliki hak publisitas. Ini berarti artis memiliki hak untuk melindungi citra publik mereka dari asosiasi terhadap sesuatu atau seseorang.
Iser merupakan pengacara yang berhasil membantu penyanyi dan penulis lagu Jackson Browne menuntut mendiang Senator John McCain karena menggunakan ”Running on Empty” pada 2008. McCain menggunakan lagunya untuk mengejek usulan kebijakan energi dari Obama dalam sebuah iklan.
”Bahkan, jika Donald Trump memiliki hak ASCAP untuk menggunakan lagu Neil Young, apakah Neil memiliki hak untuk tetap mengejarnya dengan hak publisitas? Saya bilang iya,” tuturnya.