Makam-makam Kuno Mesir Terancam Digusur Proyek Jalan Tol
Proyek jalan tol di Kairo mengambil sebagian lahan komplek pemakaman-pemakaman kuno. Proyek itu dinilai kurang peka terhadap sejarah, kultur, dan warisan budaya Mesir.
Oleh
Luki Aulia
·4 menit baca
Selama berabad-abad, para sultan, pangeran, orang suci, cendekiawan, elite, dan rakyat jelata dimakamkan di dua kompleks pemakaman kuno terluas di Kairo, ibukota Mesir. Kini, nasib makam-makam kuno itu terancam dengan rencana pemerintah membangun ruas jalan raya yang akan melalui kompleks pemakaman.
Sejumlah buldoser, pekan lalu, sudah merubuhkan dinding-dinding makam kuno, Pemakaman Utara, untuk membuka jalan baru. Padahal makam-makam itu kuno karena mulai ada sejak awal abad ke-20. Kairo sendiri dikenal sebagai Kota Orang Mati. Makam kubah menara Sultan Mamluk yang penuh hiasan dan telah berusia 500 tahun kemungkinan tidak akan tersentuh proyek jalan tol itu tetapi akan tetap dikelilingi jejaring jalan tol yang mengitarinya.
Nasib makam-makan di Pemakaman Selatan malah lebih parah. Ratusan makam sudah digusur tanpa sisa dan digantikan dengan jembatan layang. Di bawah jembatan layang itu tersisa tempat suci salah satu ulama Islam terkemuka di Mesir yakni Imam Leith yang dibangun tahun 700-an.
Proyek jalan tol ini bukan hanya menggusur makam-makam kuno tetapi juga menggusur "rumah" dan kehidupan warga kota Kairo terutama yang tinggal di dalam halaman berdinding yang mengitari setiap makam. Kantor Gubernur Kairo dan Dewan Tertinggi Purbakala menekankan tidak ada monumen purbakala berharga yang dirusak oleh proyek pembangunan ini. "Tidak mungkin kami membiarkan kekayaan purbakala dihancurkan," kata Ketua Dewan Tertinggi Purbakala, Mostafa al-Waziri.
Al-Waziri menegaskan makam yang terdampak proyek infrastruktur ini hanya makam dengan status kepemilikan individu yang sudah ada sejak tahun 1920-an dan 1940-an. Bagi keluarga akan diberikan kompensasi.
Namun, para ahli purbakala menilai dari makam yang dirusak banyak yang memiliki nilai sejarah atau arsitektur yang tinggi meskipun tidak tercatat sebagai monumen berharga. Lagipula, proyek jalan raya itu menghancurkan lansekap perkotaan yang sudah bertahan selama berabad-abad. Karena nilai sejarahnya, makam-makam kuno itu masuk sebagai Situs Warisan Dunia Unesco.
"Makam-makam kuno itu sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari sejarah Kairo," kata May al-Ibrashy, arsitek konservasi yang memimpin Kolektif Lingkungan Mugawara.
Atasi kemacetan
Otoritas Mesir mengatakan proyek jalan raya itu sangat penting untuk mengatasi kemacetan kota berpenduduk sekitar 20 juta itu. Selain itu, jalan raya itu pun akan bisa menghubungkan antardaerah khususnya klaster-klaster pemukiman baru yang lebih banyak dihuni kelas menengah ke atas.
Proyek infrastruktur di Mesir saat ini dinilai tidak menghargai lingkungan hidup dan kehidupan masyarakat Kairo. Proyek pemerintah ini tidak hanya membuyarkan semua upaya konservasi sejarah unik Kairo yang tidak hanya tentang monumen yang terbentang dari zaman Romawi, dinasti-dinasti muslim hingga era modern awal. Namun juga menunjukkan adanya kohesi yang telah berlangsung selama berabad-abad.
Kedua kompleks pemakaman kuno yang membentang utara dan selatan di luar Kota Tua Kairo itu masing-masing sepanjang 3 kilometer. Pemakaman Utara pertama kali mulai digunakan oleh bangsawan dan penguasa kasultanan Mamluk Mesir pada tahun 1300-an dan 1400-an. Sementara Pemakaman Selatan, yang dikenal sebagai al-Qarafa, bahkan lebih tua lagi karena digunakan sejak tahun 700-an atau tidak lama setelah penaklukan muslim di Mesir.
"Ini tak hanya kota orang mati tetapi warisan yang hidup dan nilainya sangat tinggi," kata Dina Bakhoum, sejarawan seni spesialisasi tata kelola dan konservasi warisan.
Sepanjang sejarah, warga sudah terbiasa tinggal di dalam pemakaman. Pada abad ke-14, penguasa kerajaan Mali Mansa Musa dan rombongannya tinggal di Pemakaman Selatan untuk singgah sebelum melanjutkan perjalanan ke Mekah. Dalam buku panduan tentang Abad Pertengahan digambarkan rencana perjalanan para peziarah yang mengunjungi makam para ulama dan orang suci muslim zaman dulu.
Tradisi ini masih berlangsung sampai 7-8 abad kemudian. Al-Ibrashy mengingatkan masih banyak hal berharga dari makam kuno yang belum diketahui. Banyak yang masih harus dipelajari dari makam-makam kuno itu terutama pada gaya arsitekturnya yang unik dan menggambarkan perbedaan periode.
Di Pemakaman Selatan, terdapat kuil Imam Leith, ulama yang meninggal sekitar tahun 791. Kondisinya tidak rusak karena proyek tetapi kini hampir tidak terlihat karena tertutup jembatan layang. Tak jauh dari situ terdapat kubah yang menjulang dari makam Imam Syafii, salah satu tokoh Mesir yang paling dihormati sejak abad ke-9. Kini kedua makam kuno orang penting itu hanya menjadi bayang-bayang di bawah jembatan layang yang bising karena penuh kendaraan hiruk-pikuk. (AP)