Aparat Malaysia Temukan 26 Pengungsi Rohingya Selamat di Pulau Langkawi
Para pengungsi Rohingya, yang diduga berlayar dari pengungsian mereka di Bangladesh dan sempat dikhawatirkan tenggelam di perairan Malaysia, ditemukan di semak-semak di Pulau Langkawi, Malaysia.
Oleh
BENNY D KOESTANTO
·4 menit baca
KUALA LUMPUR, SELASA — Sebanyak 26 orang pengungsi Rohingya, yang dikhawatirkan tenggelam ketika perahu yang mereka tumpangi bermasalah di perairan Malaysia yang berdekatan dengan Thailand, ditemukan selamat. Para pengungsi yang diduga berlayar dari pengungsian mereka di Bangladesh itu ditemukan di semak-semak di Pulau Langkawi, Senin (27/7/2020).
”Mereka ditemukan bersembunyi di semak-semak di pulau itu,” kata Mohd Zubil Mat Som, Direktur Jenderal Badan Penegakan Maritim Malaysia (MMEA) melalui pesan singkat. Mereka terdiri dari 12 pria, 10 perempuan, dan 4 anak-anak.
Sebagaimana diwartakan, pada Sabtu (25/7) malam pekan lalu, otoritas Malaysia mendapati seorang warga Rohingya berenang ke daratan Malaysia, tepatnya di pantai barat Langkawi. Ia mengaku bersama rombongan warga asal Rohingya lainnya naik kapal, tetapi kapal mereka kandas di tengah lautan.
Para pejabat Malaysia khawatir bahwa sisa dari kelompok itu tenggelam ketika mencoba mencapai pantai. Pemerintah Thailand juga diberitahu dan dimintai bantuan untuk melakukan pencarian.
Bulan lalu, Malaysia menahan 269 warga Rohingya yang berhasil sampai di Langkawi. Pada waktu itu disebutkan 269 orang itu dipindahkan dari kapal yang lebih besar. Mayoritas penumpangnya dikhawatirkan tewas dan dibuang ke laut setelah berlayar selama empat bulan.
Malaysia selama ini menjadi tujuan yang paling sering dipilih warga etnis Rohingya untuk menyelamatkan diri dari kekerasan di Myanmar dan belakangan dari tempat pengungsian mereka di Bangladesh. Pemerintah Malaysia selama ini menerima mereka dengan tangan terbuka.
Meski demikian, selama beberapa bulan terakhir ini atau sejak pandemi Covid-19 melanda, Malaysia menutup pintunya. Alasannya, pemerintah negara itu khawatir akan terjadi penyebaran Covid-19 di Malaysia.
Mohd Zubil menyatakan, pihak berwenang telah menahan para pengungsi. Dua migran Rohingya lainnya juga telah ditangkap dalam rangkaian peristiwa itu. Keduanya diduga melakukan praktik perdagangan manusia atas saudara-saudara Rohingya mereka itu.
Dalam praktiknya, lanjut Mohd Zubil, para pengungsi itu diyakini telah dipindahkan ke sebuah perahu kecil untuk menyelinap ke Malaysia setelah melakukan perjalanan dengan ”kapal induk” yang membawa ratusan warga Rohingya dari Bangladesh.
Dalam sebuah pernyataan terpisah, Direktur MMEA tingkat provinsi setempat, Mohd Zawawi Abdullah, mengatakan, para pengungsi itu sengaja diselundupkan ke kapal penangkap ikan lokal. Kapal-kapal itu bertindak sebagai ”pengangkut” untuk membawa mereka ke Langkawi.
”Investigasi kami menemukan bahwa sindikat ini memindahkan para pengungsi dari kapal induk di dekat perbatasan maritim ke perahu nelayan setempat untuk menghindari pihak berwenang setempat,” kata Zawawi.
Malaysia adalah rumah bagi lebih dari 2 juta imigran gelap serta sekitar 180.000 pengungsi dan pencari suaka, termasuk 101.000 warga etnis Rohingya. Sebagian dari para pengungsi itu terdaftar pada badan pengungsi PBB, UNHCR. Perdana Menteri Malaysia Muhyiddin Yassin mengatakan, bulan lalu, Malaysia tidak dapat menerima para pengungsi asal Rohingya lagi.
Keberadaan mereka dinilai semakin membebani perekonomian negara itu yang notabene tengah menghadapi kondisi pandemi Covid-19. Jika tidak ada perubahan, Malaysia dan Singapura akan saling membuka perbatasan mereka. Pembukaan ekonomi secara terbatas diharapkan mengurangi tekanan bagi ekonomi kedua negara.
Diizinkan mendarat
Tanggapan atas peristiwa itu disampaikan peneliti Amnesty International (AI) Malaysia, Rachel Chhoa-Howard. Dalam unggahan resmi di laman AI, ia mengatakan bahwa meski kali ini 26 warga etnis Rohingya itu dapat selamat, kemungkinan tragedi semacam itu dapat dihindari. Hal ini terjadi khususnya jika Pemerintah Malaysia dan Thailand mengizinkan pengungsi Rohingya turun dari kapal dan bukannya mendorong mereka kembali ke laut ketika mereka hampir mencapai daratan.
”Situasi pengungsi Rohingya yang tersisa masih telantar di laut selama berbulan-bulan sangat menyedihkan. Pemerintah ASEAN harus segera meluncurkan misi pencarian dan penyelamatan terkoordinasi untuk para penyintas yang tersisa; memungkinkan semua kapal yang membawa pengungsi dan migran mendarat dengan aman di negara terdekat; dan memenuhi kebutuhan kemanusiaan mereka,” kata Rachel. ”Jika ini tidak terjadi, lebih banyak nyawa akan hilang.”
Dalam beberapa bulan terakhir, ratusan pengungsi Rohingya telah terdampar di laut selama berminggu-minggu dan berbulan-bulan, dan sejumlah orang diyakini telah tewas. Mereka melarikan diri dari kekerasan di Myanmar dan kondisi yang buruk di kamp-kamp pengungsi Bangladesh. Banyak dari mereka telah berupaya untuk mencapai Asia Tenggara dengan menggunakan kapal.
Dalam kebanyakan kasus, menurut AI, negara-negara di Asia Tenggara telah memblokade mereka dari pendaratan dengan aman dan mencari suaka. Negara-negara itu juga dinilai gagal meluncurkan operasi pencarian dan penyelamatan. Hal itu bertentangan dengan kewajiban mereka berdasarkan hukum internasional dan komitmen regional. (AP/AFP/REUTERS)