Korea Utara Umumkan Isolasi Kaesong karena Dugaan Kasus Covid-19
Untuk pertama kalinya Korea Utara mengumumkan dugaan kasus pertama Covid-19. Selain mengarantina seseorang yang diduga terinfeksi Covid-19, Pyongyang juga mengisolasi kota Kaesong yang berada di perbatasan.
Oleh
B Josie Susilo Hardianto
·4 menit baca
SEOUL, MINGGU — Pyongyang mengumumkan mengisoloasi Kaesong, kota industri di perbatasan dengan Korea Selatan. Selain itu, Pyongyang juga mengumumkan status darurat. Langkah itu diambil setelah seorang pembelot yang kembali dari Korea Selatan menunjukkan gejala terinfeksi Covid-19.
Pengumuman itu disampaikan Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un ketika memimpin rapat darurat politbiro. Sebagaimana dikutip dari Kantor Berita Korea Utara (KCNA), Minggu (26/7/2020), rapat darurat itu digelar untuk menanggapi situasi kritis karena virus Covid-19 diduga telah memasuki Korea Utara.
”Sebuah peristiwa darurat terjadi di Kota Kaesong karena seorang pelarian yang tiga tahun lalu melarikan diri ke Selatan, yang diduga telah terinfeksi virus ganas, kembali pada 19 Juli lalu setelah melewati garis demarkasi secara ilegal,” tulis KCNA.
Lebih lanjut KCNA mengatakan, saat ini situasi berbahaya dapat menyebabkan bencana mematikan dan merusak.
KCNA menjelaskan, hasil dari beberapa pemeriksaan kesehatan, termasuk dari sekresi organ pernapasan dan darah yang diambil dari pembelot itu, para pejabat memutuskan mengarantina orang itu, dan menutup Kaesong. Pihak berwenang juga mencari siapa saja yang memiliki kontak langsung dengan pembelot itu. Kaesong mulai diisolasi sejak Jumat lalu.
Dalam rapat darurat itu, menurut KCNA, Kim Jong Un menegaskan bahwa Komite Sintral Partai Komunis Korea Utara menetapkan perubahan status dari anti-epidemi menjadi darurat maksimum. Selain membahas isu dugaan Covid-19, rapat darurat itu juga membahas kinerja penjaga perbatasan. KCNA mengatakan, dalam pertemuan itu, Kim dan para pejabat lain diberi pengarahan tentang hasil penyelidikan terhadap unit militer yang bertanggung jawab atas kasus perlintasan di perbatasan, serta membahas pemberian hukuman berat.
Pada saat yang sama, pihak Korea Selatan—sebagaimana diberitakan Kantor Berita Yonhap—tengah menyelidiki apakah pada bulan ini ada pembelot asal Korea Utara yang kembali pulang ke negaranya.
Di sisi lain, pengumuman tentang adanya dugaan kasus positif Covid-19 di Korea Selatan diapresiasi sejumlah pihak. Bila hal itu terkonfirmasi, kasus itu merupakan yang pertama terjadi di Korea Utara.
”Ini adalah saat yang luar biasa bagi Korea Utara. (kasus itu) bisa mendorong dunia untuk terlibat membantu, terutama bantuan kemanusiaan,” kata Choo Jae-woo, profesor di Universitas Kyung Hee, Gwangju, Korea Selatan.
Pendapat yang kurang lebih sama juga dikatakan peneliti senior di Institut Unifikasi Nasional Korea di Seoul, Cho Han-bum. Menurut dia, di tengah situasi buruk itu, Pyongyang dapat membuka diri untuk menerima bantuan dari Seoul.
Sejak pandemi Covid-19 merebak, Korea Utara sejatinya telah menutup perbatasannya, baik dengan Korea Selatan maupun dengan China. Namun, sejumlah analis mengatakan, meskipun menerapkan isolasi di perbatasan, langkah itu belum memadai untuk menghindari penularan.
China dan Korea Utara berbagi perbatasan sepanjang 1.400 kilometer. Pada musim dingin, ketika permukaan sungai membeku, banyak warga Korea Utara menyeberangi perbatasan dan keluar-masuk membawa barang selundupan dari pasar gelap. Sebagai catatan, Korea Utara sejak beberapa tahun terakhir berada di bawah tekanan ekonomi yang luar biasa akibat pengetatan beragam sanksi yang dikenakan pada Pyongyang.
Para analis menduga, bisa saja para penyelundup itu membawa masuk virus sebelum perbatasan ditutup. Analis pada Asian Institute for Policy Studies, Go Myong-hyun, menduga bahwa virus korona di Korea Utara dibawa dari China. Pendapat itu didasarkan pada padatnya lalu lintas di perbatasan China-Korea Utara dan tingginya jumlah kasus di China.
Akan tetapi, menurut Go, Korea Utara tampaknya memiliki cara pandang berbeda. Pyongyang justru menuding pembelot yang melarikan diri ke Korea Selatan dan kembali lagi ke Korea Utara sebagai ”biang” pembawa virus korona. Tampaknya hal itu tidak dapat dilepaskan begitu saja dari upaya Pyongyang meningkatkan tekanan pada Seoul.
Hal senada juga dikatakan Leif-Eric Easley, profesor di Universitas Ewha, Seoul. Menurut dia, dengan menyalahkan pembelot, kemungkinan Pyongyang sedang mengalihkan ”kesalahan” penyebaran virus itu dari China kepada Seoul. Tindakan itu dinilai sebagai langkah Korea Utara meningkatkan tekanan diplomatik pada Korea Selatan.
Akan tetapi, bila Covid-19 benar-benar telah memasuki Korea Utara, banyak pihak menjadi khawatir. Covid-19 bisa menjadi bencana di Korea Utara karena buruknya sistem kesehatan dan sarana penunjang di negara itu. (AP/AFP/Reuters)