Diplomasi Indonesia Percepat Akses pada Vaksin Covid-19, Target Produksi 2021
Di tengah upaya sejumlah negara memperoleh vaksin Covid-19, Kementerian Luar Negeri menjalankan diplomasi internasional guna memperoleh akses tercepat pada vaksin itu.
Oleh
LUKI AULIA & ADHITYA RAMADHAN
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah Indonesia tengah menjalin kerja sama internasional dengan banyak pihak agar dapat memperoleh akses tercepat pada vaksin Covid-19. Vaksin menjadi titik tolak pemulihan dari pandemi Covid-19. Langkah RI ini merupakan bagian dari upaya sejumlah negara di dunia untuk memastikan ketersediaan vaksin bagi warganya.
Namun, Direktur Eksekutif Program Darurat Organisasi Kesehatan Dunia Mike Ryan mengingatkan, vaksin Covid-19 diperkirakan baru dapat digunakan pertama kali paling cepat awal 2021. ”Kita membuat banyak kemajuan,” katanya, sambil mencatat beberapa uji klinis vaksin telah memasuki fase ke-3 dan tak satu pun gagal dalam hal keamanan serta kemampuan membentuk respons imun.
”Secara realistis (vaksin) baru akan terwujud pada bagian pertama tahun depan saat kita mulai melihat orang-orang mendapat vaksin,” lanjut Ryan pada acara untuk umum melalui media sosial, Rabu (22/7/2020).
Di Jakarta, dalam konferensi pers secara virtual, Kamis (23/7), Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi mengatakan, Indonesia terus menyuarakan pentingnya akses terhadap vaksin yang aman dan tepat waktu, dengan harga terjangkau bagi semua negara. ”Ada dua strategi untuk mendapatkan vaksin, yakni kerja sama dengan beberapa mitra negara dan mitra lain, serta mengembangkan vaksin nasional oleh konsorsium vaksin nasional,” ujarnya.
Untuk jangka pendek, menurut Retno, sudah dilakukan kerja sama internasional untuk mengembangkan vaksin. Kementerian Luar Negeri telah berkomunikasi intensif dengan para produsen yang tengah mengembangkan vaksin. Ada tiga pihak yang saat ini tengah bekerja sama dalam hal itu, yakni produsen vaksin terbesar di Asia Tenggara, Bio Farma, dengan Sinovac dari China; Kalbe Farma dengan Genexine dari Korea Selatan untuk jenis vaksin DNA; dan Bio Farma dengan Koalisi untuk Kesiapan Inovasi Epidemi (CEPI).
”Kemlu akan mengawal proses ini sampai proses pengiriman vaksin yang diperlukan untuk transfer teknologi. Produksi vaksin di Indonesia ditargetkan dapat dimulai pada kuartal I-2021,” kata Retno.
Terkait dengan kerja sama Bio Farma dan Sinovac, vaksin Sinovac merupakan salah satu dari lima calon vaksin yang sudah masuk fase ketiga uji klinis vaksin ke manusia dari 166 kandidat vaksin yang ada. Pada 19 Juli lalu, tim Kemlu dan Bio Farma telah menerima sekitar 2.400 unit sampel vaksin untuk uji klinis ketiga yang akan dilakukan akhir Juli hingga Desember 2020.
Bio Farma memiliki kapasitas produksi 100 juta dosis vaksin per tahun. Saat ini, mereka tengah meningkatkan kapasitas produksi vaksin hingga mencapai 250 juta dosis per tahun. Jika kebutuhan vaksin dalam negeri sudah terpenuhi, kata Retno, Indonesia akan membantu negara-negara lain yang membutuhkan vaksin.
”Untuk membantu peningkatan kapasitas itu, Kemlu memfasilitasi kedatangan tim ahli dari Eropa,” ujar Retno.
Terkait kerja sama antara Kalbe Farma dan Genexine, Genexine sudah melakukan uji klinis tahap pertama di Korea Selatan hingga Agustus mendatang. Uji klinis kedua akan dilakukan di Indonesia mulai September atau Oktober mendatang. Adapun kerja sama Bio Farma dengan CEPI, saat ini masih tahap penjajakan kerja sama. CEPI merupakan salah satu bentuk kerja sama pemerintah dan swasta dalam pengembangan vaksin.
Sampai saat ini ada enam calon vaksin CEPI yang sudah masuk dalam tahap uji klinis, di antaranya, yaitu Inovio, Moderna, AstraZeneca, CureVac, dan Clover Biopharmaceuticals.
Selain kerja sama jangka pendek itu, Retno juga menekankan pentingnya kerja sama jangka panjang untuk mengembangkan vaksin secara mandiri dengan platform subunit protein rekombinan memakai virus korona asal Indonesia.
Kontrak baru AS
Upaya percepatan akses pada vaksin juga dilakukan Amerika Serikat. Washington kembali memesan calon vaksin Covid-19 untuk mengamankan kebutuhan dalam negerinya. Kali ini, AS akan membayar hampir 2 miliar dollar AS untuk membeli calon vaksin yang dikembangkan Pfizer Inc dan perusahaan farmasi Jerman, BioNTech SE, jika vaksin itu terbukti efektif.
Kontrak pembelian tersebut mencakup sekitar 100 juta dosis vaksin seharga masing-masing 39 dollar AS. Vaksin itu akan diberikan kepada 50 juta warga AS masing-masing dua dosis.
Dalam perjanjian itu, Pemerintah AS juga memiliki opsi untuk mengadakan 500 juta dosis tambahan vaksin. Selain dengan Pfizer/BioNTech, awal Juli ini AS juga menandatangani pembelian 100 juta dosis vaksin Covid-19 senilai 1,6 miliar dollar AS dari Novavax Inc.
Pada Mei lalu, AS mengumumkan memborong calon vaksin Covid-19 dari AstraZeneca/University of Oxford senilai 1,2 miliar dollar AS. AS juga menyepakati pembelian senilai 456 juta dollar AS dengan Johnson & Johnson, 486 juta dollar AS dengan Moderna Inc, dan 628 juta dollar AS dengan Emergent Biosolutions. (REUTERS/AFP/SAM)