Perang Suriah Jauh dari Akhir, Turki Tidak Mau Mundur
Konflik sembilan tahun di Suriah telah menewaskan lebih dari 380.000 orang dan membuat lebih dari setengah populasi negara itu harus mengungsi.
Oleh
BENNY D KOESTANTO
·3 menit baca
ANKARA, SELASA — Kondisi krisis di Suriah yang sudah terjadi bertahun-tahun tampaknya akan semakin dalam. Sebab, Turki, yang terlibat dalam perang Suriah sejak empat tahun silam, kini tak mau mundur dan bertekad mempertahankan kehadirannya sampai rakyat Suriah benar-benar bebas di mata Turki.
”Kami akan terus tinggal di negara ini sampai tetangga dan saudara kami yang berusia seribu tahun, rakyat Suriah, mencapai kebebasan, perdamaian, dan keamanan,” kata Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan dalam pidato yang disiarkan melalui televisi di Ankara, Turki, Selasa (21/7/2020).
Erdogan juga mengeluarkan kecamannya terhadap langkah parlemen Suriah. Turki meluncurkan tiga serangan militer ke Suriah utara sejak 2016. Operasi itu dilakukan untuk memerangi kelompok Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS) serta milisi Kurdi yang dianggap oleh Ankara sebagai kelompok teroris.
Sejak pemberontakan 2011 terhadap Presiden Bashar al-Assad, kekuatan militer Turki mendukung kelompok pemberontak yang berusaha menggulingkan Assad.
Dalam pidatonya, Erdogan mengeluarkan kecaman atas dinamika politik dalam negeri Suriah. Erdogan juga mengecam pemilihan legislatif yang digelar di Damaskus, Minggu (19/7/2020).
”Pada hari-hari ini, mereka mengadakan pemilihan di Suriah, yang disebut pemilihan,” katanya. ”Bisakah ada pemilihan seperti itu? Di mana negara-negara yang mengklaim maju secara demokratis?”
Pemilihan umum di Suriah datang pada fase kritis bagi pemerintah Damaskus. Suriah telah merebut kembali sebagian besar wilayah yang hilang pada awal perang negara itu. Namun, kondisinya jauh dari kata stabil. Jutaan warga Suriah yang melarikan diri atau mengungsi dari konflik tidak berhak memilih.
Erdogan juga mengatakan, Turki ”mengikuti dengan cermat” situasi di negara Libya yang dilanda konflik lain. Ankara mendukung Pemerintah Kesepakatan Nasional (GNA) terhadap komandan saingannya, Khalifa Haftar. Haftar didukung oleh Mesir dan Uni Emirat Arab, yang hubungannya dengan Turki mengalami ketegangan.
Pemilihan umum di Suriah datang pada fase kritis bagi pemerintah Damaskus. Suriah telah merebut kembali sebagian besar wilayah yang hilang pada awal perang negara itu.
Dalam tanda ketegangan lebih lanjut, parlemen Mesir pada awal pekan ini menyetujui kemungkinan intervensi militer di Libya. Hal itu dilakukan jika pasukan yang setia kepada pemerintah Tripoli melanjutkan sikap agresif mereka ke arah timur negara itu.
”Kami telah mendorong kembali para pihak yang mengancam Tripoli,” kata Erdogan. ”Jangan ada yang punya kemauan-kemauan seperti itu, kami tidak akan mengizinkannya.”
Serangan rudal
Sementara itu, terjadi serangan yang diduga dilakukan militer Israel di bagian selatan Damaskus sehingga menewaskan lima orang. Adanya serangan dan akibatnya itu dilaporkan oleh lembaga pengawas yang berbasis di Inggris, organsasi Pemantau Hak Asasi Manusia Suriah (SOHR).
Serangan itu terjadi pada Senin (20/7/2020) malam. Ledakan rudal menghantam depot senjata dan basis militer milik pasukan rezim Suriah serta anggota milisi yang didukung Iran.
Serangan itu juga melukai sedikitnya tujuh tentara Suriah, menurut kantor berita resmi SANA. Dilaporkan, rudal itu diluncurkan oleh pesawat tempur di Dataran Tinggi Golan yang diduduki Israel.
Kelompok militan Lebanon yang prorezim, Hezbollah, mengatakan, salah seorang anggotanya termasuk di antara yang tewas. Menurut SOHR, kelima korban itu adalah anggota paramiliter non-Suriah. Total 11 orang lainnya terluka dan dua di antaranya dalam kondisi kritis.
Seorang juru bicara militer di Israel mengatakan kepada AFP bahwa tentaranya ”tidak mengomentari laporan asing”. Israel telah meluncurkan ratusan serangan di Suriah sejak dimulainya perang saudara di negara itu pada 2011.
Mereka menargetkan pasukan pemerintah, sekutu pasukan Iran, dan anggota Hezbollah. Tel Aviv menyatakan, tujuan Israel adalah untuk mengakhiri kehadiran militer Teheran di Suriah.
Otoritas Israel sendiri terbilang jarang mengonfirmasi rincian operasinya di Suriah. Namun, Tel Aviv mengatakan, kehadiran Iran dalam mendukung rezim adalah ancaman. Maka, Israel pun akan terus melancarkan serangannya.
Konflik sembilan tahun di Suriah telah menewaskan lebih dari 380.000 orang dan membuat lebih dari setengah populasi negara itu sebelum perang harus mengungsi. (AFP/REUTERS)