Dari lima pemilu di era pemerintahan Bashar al-Assad, tiga digelar di tengah perang saudara. Oposisi menuding pemilu hanya untuk mengesahkan kekuasaan keluarga Assad yang memerintah Suriah sejak 1971.
Oleh
Kris Mada
·4 menit baca
DAMASKUS, SENIN — Di tengah perang, pandemi Covid-19, dan krisis ekonomi, Suriah kembali menggelar pemilu untuk memilih 250 anggota parlemen, Minggu (19/7/2020). Sejumlah pengeboman yang menewaskan dan melukai warga sipil mewarnai hari pemilihan.
Pemilu kemarin merupakan pemilu kelima Suriah di masa pemerintahan Bashar al-Assad yang dimulai pada Juli 2000. Dari lima pemilu di era pemerintahan Bashar, tiga digelar di tengah perang saudara yang melanda Suriah sejak 2011.
Dalam pemilu 2016, partai Baath pimpinan Assad meraih 200 dari 250 kursi parlemen. Sementara pada pemilu 2020, sebanyak 1.656 dari 2.100 calon anggota parlemen merupakan calon dari partai Baath atau partai yang berkoalisi dengan Baath.
Pemilu 2020 sudah dua kali ditunda, yakni pada April dan Mei 2020, gara-gara pandemi. Kemarin akhirnya pemungutan suara digelar sampai malam. Setiap pemilih harus membawa pena sendiri dan hanya boleh berada di sekitar tempat pemungutan suara dalam waktu singkat. Pemilih juga dilarang berkumpul di sekitar TPS. Suriah menyiapkan 7.400 TPS, termasuk 1.400 TPS khusus untuk tentara dan polisi, di 15 daerah pemilihan.
Cakupan daerah pemilihan di pemilu 2020 lebih luas dibandingkan pemilu 2016. Sebab, kini Assad mengontrol 70 persen Suriah. Berbeda dengan 2016 kala lebih dari separuh Suriah dikendalikan Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS), Al Qaeda, dan faksi-faksi pemberontak lain.
Pada pemilu 2020, di daerah yang pernah dikuasai pemberontak, seperti Raqqa, Idlib, dan Hasakah, ada pemungutan suara untuk memilih anggota parlemen. Pada pemilu 2016 di daerah-daerah itu tidak ada pemungutan suara untuk memilih anggota parlemen Suriah. ”Pemerintah tidak tahu makna pemilu sejak 50 tahun lalu,” kata Nasr al-Hariri, salah satu tokoh oposisi Suriah.
Ia merujuk pada fakta keluarga Assad telah menjadi penguasa Suriah sejak 1971. Hafez al-Assad menjadi presiden sejak Juli 1971 sampai Juli 2000. Anak Hafez, Bashar, menjadi presiden sejak Juli 2000 sampai sekarang.
Jika kembali terpilih pada pemilu presiden yang direncanakan pada 2021, Bashar akan kembali melanjutkan kekuasaannya yang sudah digoyang selama sembilan tahun terakhir. Dukungan Iran dan Rusia membuat Bashar al-Assad bisa menghadapi pemberontakan bersenjata yang disokong Turki, sejumlah negara Arab, sejumlah negara Eropa, dan Amerika Serikat. Bahkan, posisi Bashar al-Assad semakin menguat dan bisa merebut lagi mayoritas Suriah dari tangan pemberontak dan teroris.
Legitimasi Assad
Al-Hariri mengatakan, pemilu hanya akan menghasilkan parlemen boneka. Sebab, pemilu dikendalikan aparat keamanan. Parlemen hasil pemilu hanya akan menjadi pengesah kekuasaan Assad yang dinilai tidak membawa hasil apa-apa. ”Perubahannya hanyalah separuh warga Suriah terpaksa mengungsi,” ujarnya.
Pakar Suriah di Middle East Institute, Karam Shaar, menyebut pemilu ini sebagai cara Assad membayar kesetiaan pendukungnya. ”Pemimpin milisi diharapkan bisa mendapatkan kursi setelah perang mereka dalam empat tahun terakhir,” ujarnya.
Bagi banyak warga Suriah, masalah ekonomi lebih penting dari pemilu. ”Hampir 90 persen orang Suriah jatuh miskin. Orang semakin kesulitan memenuhi kebutuhan dasar,” katanya kepada Al Jazeera.
Kesulitan ekonomi dialami baik di wilayah yang dikendalikan pemerintah maupun yang dikontrol pemberontak. Perekonomian Suriah semakin memburuk setelah Amerika Serikat menjatuhkan sanksi. Sejumlah orang dan elite Suriah serta sejumlah badan usaha dijatuhi sanksi oleh Washington karena dinilai menyokong pemerintahan Assad. Sejumlah calon anggota parlemen dalam pemilu 2020 dimasukkan dalam daftar sanksi AS itu.
Kekerasan
Isu lain yang menjadi perhatian adalah kekerasan. Pada hari pemungutan suara, terjadi empat ledakan bom di Damaskus, Afrin, dan Bab al-Salameh. Di Damaskus dan Afrin dilaporkan sejumlah korban luka akibat ledakan yang belum diketahui pelakunya itu.
Sementara di Bab al-Salameh, sedikitnya 7 orang tewas dan 83 orang terluka. Sejumlah pihak menuding NIIS di balik serangan yang terjadi di kota perbatasan Suriah-Turki itu. Sementara Turki menuding serangan tersebut dilakukan kelompok bersenjata Kurdi. Sebab, menurut Ankara, serangan-serangan yang terjadi di Bab al-Salameh amat mirip dengan aneka serangan oleh kelompok bersenjata Kurdi.
Bagi Ankara, kelompok bersenjata Kurdi adalah organisasi teroris. Turki telah menggelar tiga kali operasi khusus untuk menginvansi Suriah dengan alasan memburu teroris Kurdi. (AP/AFP)