Gangguan Kesehatan Raja Salman Memicu Isu Suksesi ke MBS
Raja Arab Saudi Salman bin Abdelaziz al-Saud segera dibawa ke rumah sakit karena mengalami radang kandung empedu.
Oleh
Musthafa Abd Rahman dari Kairo, Mesir
·3 menit baca
KAIRO, KOMPAS — Beredarnya berita bahwa Raja Arab Saudi Salman bin Abdulaziz al-Saud (84 tahun) telah dibawa ke rumah sakit khusus King Faisal di Riyadh, Senin (20/7/2020), kembali menuai teka-teki tentang suksesi di negara produsen minyak terbesar di dunia itu.
Menurut berita yang dilansir kantor berita Arab Saudi, SPA, Raja Salman segera dibawa ke rumah sakit karena mengalami radang kandung empedu. Hingga Senin siang kemarin tidak ada berita susulan tentang perkembangan kesehatan Raja Salman setelah beberapa jam menjalani pemeriksaan intensif di rumah sakit khusus King Faisal tersebut.
Arab Saudi dikenal memiliki tradisi tertutup dalam pemberitaan terkait kehidupan keluarga besar Al-Saud yang berkuasa di negara itu. Lebih khusus lagi di tingkat puncak kekuasaan keluarga penguasa, seperti raja dan putra mahkota.
Sesuai jadwal yang telah ditetapkan jauh hari sebelumnya, Raja Salman, Senin, seharusnya menerima kunjungan Perdana Menteri (PM) Irak Mustafa al-Kadhimi di kota Riyadh.
Namun, lantaran kondisi kesehatan Raja Salman tiba-tiba memburuk dan harus masuk rumah sakit, jadwal pertemuan PM Al-Kadhimi dan Raja Salman terpaksa ditunda.
Raja Salman kini merupakan generasi kedua terakhir dari dinasti Al-Saud yang berkuasa karena ia pada Juni 2017 telah menunjuk putranya, Mohammed bin Salman atau MBS (34 tahun), sebagai putra mahkota. Jika terjadi kemungkinan terburuk, seandainya Raja Salman wafat, MBS akan menjadi Raja Arab Saudi pertama dari generasi ketiga dinasti Al-Saud.
Raja ”de facto”
Sejumlah pengamat mengatakan, suksesi dari Raja Salman kepada putranya, MBS, atau dari generasi kedua kepada generasi ketiga dinasti Al-Saud akan berjalan mulus.
MBS yang selama tiga tahun terakhir ini disebut sebagai Raja Arab Saudi secara de facto dianggap berhasil meletakkan fondasi kekuasaan yang kokoh dan cepat menuju singgasana raja.
MBS sejak tahun 2016 telah berhasil meluncurkan megaproyek visi Arab Saudi 2030. Megaproyek MBS menyiapkan Arab Saudi untuk melepaskan ketergantungannya pada minyak.
Melalui visinya itu, MBS meraih popularitas dan simpati besar dari rakyat Arab Saudi yang berjumlah sekitar 33 juta jiwa itu. Visi Arab Saudi 2030 dianggap sebagai jualan MBS menuju singgasana raja.
Lebih dari itu, MBS telah berhasil menyingkirkan lawan-lawan politiknya di lingkungan keluarga besar Al-Saud. Lawan politik terberat bagi MBS datang dari poros Al-Nayef di keluarga besar Al-Saud.
Pada awal Maret 2020, MBS menangkap Pangeran Ahmed bin Abdulaziz (78 tahun), Pangeran Mohammed bin Nayef, dan Pangeran Nawaf bin Nayef. Pangeran Mohammed bin Nayef adalah putra mahkota yang digantikan MBS.
Poros Al-Nayef kini sudah menjadi rahasia umum di Arab Saudi sebagai oposisi terhadap poros Al-Salman dalam keluarga besar Al-Saud menyusul pencopotan Pangeran Mohammed bin Nayef sebagai putra mahkota oleh Raja Salman pada Juni 2017.
Keputusan Raja Salman untuk menunjuk MBS sebagai putra mahkota sempat dinilai kontroversial, terutama karena MBS dianggap masih terlalu yunior.
Padahal, ketika MBS ditunjuk sebagai putra mahkota, masih ada Pangeran Ahmed bin Abdulaziz (78 tahun), adik tiri Raja Salman, serta Pangeran Mohammed bin Nayef (61 tahun).