Putin Bangkitkan Rasa Nasionalisme Rusia
Eksistensi Vladimir Putin adalah perspektif yang tidak disangka akan muncul saat Tembok Berlin roboh pada 1989.
Eksistensi Vladimir Putin adalah perspektif yang tidak disangka akan muncul saat Tembok Berlin roboh pada 1989. Perspektif yang muncul saat itu adalah arus demokratisasi global berjalan lancar. Akan tetapi, tak terduga muncul figur Putin dan melawan Barat yang memang cacat dalam sepak terjangnya dalam tatanan internasional. Mengapa demikian dan hendak ke mana Putin membawa Rusia? Berikut dua ulasan terkait hal tersebut.
Robohnya tembok Berlin pada 1989 memberikan kenangan ambigu kepada Vladimir Putin, Presiden Rusia. Demokrasi adalah hak warga. Sejarah telah merobohkan Uni Soviet yang tidak demokratis. Namun, kejatuhan tembok Berlin adalah juga keruntuhan pamor. Rusia disebut sebagai negara dengan akar nasionalisme kuat. Orang seperti Putin adalah bagian dari elemennya.
Mesha Gessen, penulis buku The Future in History, menuliskan, di Rusia, sentimen dan ideologi yang berakar dari era Uni Soviet tidak pernah sirna. Dan, Putin serta kelompoknya adalah tokoh di balik itu. ”Sentimen ini temuan Rusia dan sebenarnya bukan hal baru,” kata Lilia Fedorovna Shevtsova, seorang Kremlinolog.
Maka, ketika Barat bergembira ria karena Uni Soviet telah pecah, mereka kelak tersentak. Dunia hanya terpesona dengan angin glasnost dan perestroika, yang diam-diam telah menumbuhkan tokoh seperti Putin. Barat tidak pernah menyangka akan ada orang seperti Putin saat kejadian 1989 itu. Sebab, Putin tidak eksis di permukaan. Saat itu Putin hanya seorang personel tak signifikan di Komitet Gosudarstvennoy Bezopasnosti (KGB), kini jadi FSB.
”Dia dianggap tidak siginifikan pada dekade 1990-an. Banyak orang salah mengira. Saya juga salah karena tidak mengira akan ada perspektif lain,” kata Shevtsova, yang juga salah satu senior Associate di Carnegie Endowment for International Peace, Russia and Eurasia Program, pada 26 September 2004 kepada televisi C-Span.
Tidak ada yang menyangka akan ada orang seperti Putin. Dengan demikian, tidak ada strategi alternatif dari Barat untuk memuluskan demokratisasi di pecahan Uni Soviet, yang kini ingin ”ditarik balik” oleh Putin. ”Kini semua orang mendadak ingin tahu tentang Putin,” lanjut Shevtsova saat Putin mulai tampil mengejutkan di awal dekade 2000-an itu.
Langkah di dalam negeri
Di balik semua ketidaktahuan Barat itu, Putin diam-diam sudah semakin gerah. Rusia melemah di bawah Presiden Boris Yeltsin saat berkuasa periode 1991-1999. Reformasi ekonomi di era Yeltsin memuluskan penjualan aset-aset negara, terutama minyak dan gas. Warga sebaliknya, semakin sengsara di tengah booming ekspor migas. Pendapatan per kapita Rusia di era Yeltsin anjlok dari 3.777 dollar AS pada 1988 menjadi 1.330 dollar AS pada 1999.
Kaum oligarki domestik Rusia juga tidak melihat bahaya bagi diri mereka dan bisnisnya. Oligarki tidak hirau saat ada yang memantau gerakan mereka. Oligarki bergegas ”menjarah” kekayaan negara dan Mikhail Khodorkovsky, salah satu pentolannya. Bagi oligarki, Putin itu figur tak penting dan diremehkan. Seperti dituliskan Masha Gessen di situs Vanity Fair pada 2 Maret 2012, Khodorkovsky tidak menganggap Putin, walau sebaliknya juga demikian.
Bahkan, oligarki ini ingin menjungkalkan Putin dari kekuasaan. Boris Berezovsky, salah satu oligarki, ingin melakukan penjungkalan ini. Koneksi Inggris dan menjadikan Inggris sebagai markas andalan adalah tradisi oligarki Rusia. Moskwa melihat pola ini. Menlu Inggris Jack Straw (2001-2006) waktu itu sudah pernah mengingatkan oligarki agar tidak menjungkalkan kekuasaan sebuah negara. Sasaran peringatannya adalah Berezovsky.
Peringatan Straw pada 2006 ini sudah terlambat. Hubungan Rusia-Inggris juga telah rusak terkait oligarki yang bercokol di Inggris.
Bagi Putin, masalah bukan hanya soal oligarki. Karena mengira semuanya akan mulus setelah Uni Soviet jatuh, Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) merangsek ke perbatasan Rusia lewat bergabungnya pecahan Uni Soviet ke Uni Eropa.
Putin sudah menyusun taktik perlawanan jauh sebelum itu, yang menjadikannya sebagai Presiden Rusia pada 1999. Dia tidak diam selama 10 tahun sejak tembok Berlin jatuh.
Setelah menjadi presiden, langkah pertama Putin adalah memulihkan aset-aset negara yang telah diswastakan. Putin tidak pernah terdengar menentang keras swastanisasi. Akan tetapi, Putin ingin semua ada dalam kendalinya dan kelompoknya.
Langkah berikutnya, pada 2003 Putin mengerangkeng Khodorkovsky yang mulai membuat keder semua oligarki. Pasalnya, pada 2003, Khodorkovsky berencana maju menjadi presiden Rusia lewat pemilu. Rencana ini segera diberangus lewat pemenjaraan walau sudah dibebaskan pada 2013 dan kini Khodorkovsky bermukim di Swiss. Akan tetapi, kepemilikannya atas saham-saham di Yukos-Sibneft, raksasa migas Rusia, dibekukan.
Khodorkovsky dilaporkan menegosiasikan penjualan saham miliknya di Yukos-Sibneft kepada raksasa perminyakan asal AS, ExxonMobil dan Chevron Texaco, seperti dikatakan Putin sendiri. Bagi Putin, Inggris dan AS sudah mengkristal sebagai poros Barat yang ingin menghancurkan Rusia.
Maka, penguatan sendi-sendi domestik, termasuk perekonomian, dan konsolidasi kekuatan Putin berlanjut. Tentu ada perubahan soal kemakmuran rakyat, yang meningkat di bawah Putih. Pendapatan per kapita Rusia naik dari kisaran 1.300 dollar AS pada 1999 menjadi 16.000 dollar AS pada 2013. Kini, pendapatan per kapita Rusia sekitar 11.000 dollar AS karena harga minyak jatuh. Namun, popularitas Putin tidak pernah di bawah 60 persen di mata warganya.
Harga diri bangsa telah mulai dipulihkan. Kenangan akan kejayaan Soviet, saat Rusia adalah pilar utama, perlahan dipulihkan. Uni Soviet termasuk pihak yang menjatuhkan Nazi Jerman. Jasa ini terlupakan oleh Barat.
Pada 25 Juni 2020, Cui Heng Source, dari Centre for Russian Studies, East China Normal University, di harian The Global Times, menuliskan betapa Barat tidak menghargai peran Soviet pada Perang Dunia II dan melulu melihat sisi negatif Rusia, bagian utama Soviet. Faktor ini turut menyemai semangat nasionalisme di Rusia dan Putin.
Putin semakin kuat di dalam negeri. Kemudian, dia beranjak ke pertarungan internasional. Ini berangkat dari persepsi Putin bahwa Barat akan menggempur Rusia. Pola serupa akan dilakukan Barat terhadap negara mana saja di dunia.
Ini jelas dia lihat pada kasus Irak yang digempur duet utama AS dan Inggris pada 2003. Rusia hanya dibuat menonton, sebagai bagian dari Uni Soviet yang sejak lama juga tertarik dengan strategi soal Timur Tengah. Fakta tentang Arab Springs semakin mengkristalkan keyakinan Putin bahwa Barat dengan ide liberalisme ingin menghancurkan banyak negara.
Bagi Putin, Barat dengan hegemoninya semakin tidak menjaga perasaan, tidak mendengar nasihat dan pendapat Rusia. Steven Lee Myers, penulis buku The New Tsar: The Rise and Reign of Vladimir Putin pada 9 November 2015 mengatakan, Putin yakin Barat ingin merusak Rusia.
Setelah invasi Irak, Putin menggebrak secara tak langsung dengan mencaplok Crimea, wilayah Ukraina, pada 2014. Ini sinyal bagi Barat, AS dan NATO. Sentimen Ukraina yang sebagian memiliki akar Rossiya (Rusia) dikobarkan. Wilayah Georgia dengan akar Rusia juga menjadi sasaran untuk memberikan pesan kepada Barat. Warga Rusia menikmati animo ini.
Momentum perekonomian
Relasi internasional Rusia yang paling mulus adalah dengan China. Dua negara ini secara tradisional berbeda dari Barat dan ”dilecehkan” Barat. Rusia dan China paham akan Barat yang mendikte. Dua negara ini memiliki sejarah dan fakta sendiri tentang liberalisme yang menggasak. Duet ini termasuk penentang utama tatanan utama dunia yang ada sekarang.
Rusia dan China tentu bukan jaminan duet langgeng dan abadi. Dua negara ini memiliki sejarah perbatasan yang rentan, tetapi lebih peduli pada kekuatan relasi, termasuk menghadapi Barat. Kekuatan ekonomi dua negara ini sedang menguat dan saling melengkapi serta memiliki warga di usia produktif.
Duet ini termasuk berhasil memandulkan sanksi Barat yang menghukum ekspor migas Rusia ke Barat. Kini, China mampu menyerap kekayaan alam Rusia. Kekuatan anggaran pemerintah dan penguatan persenjataan menegakkan pamor duet ini di tingkat dunia. (Bersambung)