Indonesia konsisten mendorong penguatan kerja sama, sentralitas, dan soliditas ASEAN untuk menanggapi beragam persoalan di kawasan dan dunia, termasuk pandemi dan dampak ekonomi yang ditimbulkannya.
Oleh
ANITA YOSSIHARA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Tantangan yang dihadapi bangsa-bangsa di tengah pandemi Covid-19 semakin berat setelah meningkatkan eskalasi politik global akibat persaingan atau rivalitas antar negara-negara besar. Karena itu Indonesia menyerukan pentingnya penguatan kerja sama antar negara-negara di kawasan untuk menghadapi Covid-19 sekaligus mempercepat pemulihan ekonomi yang terpuruk akibat pandemi.
Seruan itu disampaikan Presiden Joko Widodo saat berbicara dalam sesi pleno Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-36 ASEAN yang digelar secara virtual, Jumat (26/6/2020). Di hadapan para pemimpin negara-negara ASEAN, Kepala Negara menyampaikan bahwa saat ini dunia dihadapkan pada dua tantangan besar, yakni pandemi Covid-19 beserta dampak sosial ekonomi yang menyertai. Tantangan menjadi semakin berat karena meningkatnya eskalasi politik global yang ditandai dengan semakin sengitnya persaingan antar negara maupun kekuatan besar.
Kondisi itupun diperparah dengan meningkatnya pesimisme terhadap multilateralisme, kerja sama yang melibatnya banyak negara. Pesimisme itu muncul karena banyaknya aturan maupun kesepakatan bersama yang dilanggar.
Situasi itulah yang mendorong Indonesia menyerukan penguatan kerja sama di kawasan. "Di tengah pesimisme terhadap multilateralisme, kerja sama kawasan menjadi lebih penting artinya," ujar Presiden yang mengikuti KTT ASEAN dari Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat.
Penguatan kerja sama di antara negara-negara ASEAN diyakini dapat mengembalikan harapan akan munculnya relasi antarnegara yang efektif, efisien, dan berkeadilan. Tak hanya itu peningkatan hubungan antar-anggota ASEAN juga diyakini dapan menjadi katalisator bagi stabilitas dan perdamaian di kawasan.
Persatuan dan sentralitas ASEAN juga penting agar negara-negara di kawasan Asia Tenggara tidak dijadikan sebagai ajang unjuk kekuatan negara-negara besar. "ASEAN harus menjadi guardian agar kawasan kita tidak menjadi power projection negara-negara besar. ASEAN harus menjadi subjek, dan bukan menjadi objek dalam politik global," ujar Presiden yang selama mengikuti konferensi didampingi Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi, Sekretaris Kabinet Pramono Anung Wibowo, Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto.
Penguatan kerja sama kawasan salah satunya bisa dilakukan dengan mempertegas posisi ASEAN dalam perananannya untuk menjaga perdamaian, keamaanan, stabilitas, dan kemamuran di kawasan Indo-Pasifik yang telah disepakati dalam KTT ke-34 pada 22 Juni 2019 lalu. "Kita juga harus terus memperkokoh ASEAN Ooutlook on Indo-Pacific yang mengedepanjan inklusivitas, kerja sama, rules based order, dan confidence building," tutur Presiden.
Pemulihan ekonomi
Peningkatan kerja sama juga diperlukan untuk mempercepat pemulihan ekonomi yang terpuruk akibat pandemi Covid-19. Presiden Jokowi menegaskan bahwa pemimpin ASEAN lah yang bertugas memberikan arah yang jelas untuk menghadapi situasi sulit akibat pandemi. "Pertama yang harus kita lakukan adalah mempercepat pemulihan ekonomi ASEAN," tuturnya.
Kepala negara juga menyampaikan revisi proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia yang disampaikan IMF, beberapa hari lalu. Pertumbuhan ekonomi dunia diproyeksikan lebih rendah dari perkiraan sebelumnya, yakni dari -3 persen menjadi -4,9 persen di tahun 2020. Angka tersebut menunjukkan terjadinya kontraksi ekonomi terburuk sepanjang tujuh dekade terakhir.
Mau tidak mau negara-negara ASEAN harus bekerja keras berusaha agar perekonomian kembali tumbuh dengan cepat. Salah satu kunci pertumbuhan ekonomi yang selama ini diyakini Indonesia adalah konektivitas. Tak hanya barang dan jasa, konektivitas bafi para pelaku ekonomi juga selayaknya mulai kembali dibuka.
Karena itu Presiden Jokowi mendorong terciptanya pengaturan mengenai jalur perjalanan atau travel corridor khusus negara-negara ASEAN. "Saya paham bahwa beberapa di antara kita, termasuk Indonesia, telah memulai pembicaraan secara bilateral baik dengan sesama negara ASEAN maupun dengan negara di luar ASEAN mengenai travel corridor. Namun demikian, sudah saatnya ASEAN, sebagai satu komunitas, memikirkan pengaturan ASEAN Travel Corridor," tuturnya.
Dalam jumpa wartawan yang digelar secara virtual, sesuai mengikuti KTT, Menlu Retno menjelaskan, pengaturan ASEAN Travel Corridor akan dilakukan secara hati-hati, terukur, dan bertahap. Dimulai dari jalur perjalanan antar negara bagi keperluan bisnis yang penting dengan menerapkan protokol kesehatan ketat.
Tak hanya penting bagi percepatan pemulihan ekonomi, menurut Retno, ASEAN travel corridor itu juga dapat menunjukkan arti penting serta posisi strategis komunitas ASEAN di mata dunia internasional. "Karena itu Bapak Presiden juga meminta agar para pemimpin negara ASEAN segera menugaskan para menterinya untuk membahas ASEAN Travel Corridor," ujarnya.
Komitmen bersama
Sementara itu KTT ke-36 menghasilkan dua dokumen kesepakatan, yakni "Leaders\' Vision Statement on a Cohesive and Responsive ASEAN: Rising Above Challenges and Sustaining Growth" dan "ASEAN Declaration on Human Resources Development for the Changing World of Work".
Retno memaparkan, dokumen pertama berisi komitmen para pemimpin ASEAN untuk memperkuat solidariras kawasan guna mewujudkan ASEAN yang kokoh dan mampu mengatasi tantangan dunia. Salah satunya tantangan untuk mengurangi dampak Covid-19 melalui rencana pemulihan secara komprehensif dan tepat waktu. Selain itu juga komitmen untuk selalu menekankan prinsip ASEAN Outlook on Indo-pacific sebagai pedoman pelibatan ASEAN di kawasan Asia Pasifik dan Samura Hindia.
Sementara pada dokumen kedua para pemimpin ASEAN sepakat untuk mengembangkan sumber daya manusia yang kompeten dan siap menghadapi perubahan dunia. Untuk mencapai tujuan tersebut Indonesia dan setiap negara ASEAN dituntut untuk memelihara budaya belajar di seluruh lapisan masyarakat dan meningkatkan kesadaran pengembangan keterampilan.