Mendesak, Kerja Sama Internasional Tanggapi Isu Pengungsi Rohingya
Pemerintah Indonesia menyelidiki ada tidaknya unsur penyelundupan orang dan perdagangan manusia dalam kasus terdamparnya 99 warga etnis Rohingya di Aceh Darussalam. Penanganannya memerlukan kerja sama internasional.
Oleh
BENNY D KOESTANTO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Di tengah maraknya pandemi Covid-19, pemerintah Indonesia memutuskan untuk menyelamatkan pengungsi Rohingya yang telah terkatung-katung di laut selama beberapa minggu. Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi, Jumat (26/6/2020) melalui media sosial WhatsApp mengatakan, keputusan itu dilandasi prinsip-prinsip kemanusiaan.
Menurut Retno, kondisi para pengungsi itu sangat memprihatinkan, dan membahayakan keselamatan jiwa mereka. Dalam pernyataan yang disampaikannya, Retno menegaskan, fokus utama saat ini adalah pemenuhan kebutuhan dasar, memberikan penampungan sementara, memberikan pelayanan kesehatan, dengan memastikan berlakunya protokol kesehatan guna pencegahan penularan Covid-19 di kalangan migran etnis Rohingya tersebut.
Selain itu, Retno mengatakan Pemerintah Republik Indonesia tengah menyelidiki ada tidaknya unsur penyelundupan orang dan perdagangan manusia dalam kasus terdamparnya 99 warga etnis Rohingya di Nangroe Aceh Darussalam. Penyelundupan orang dan perdagangan manusia adalah kejahatan yang harus dihentikan dan penanganannya memerlukan kerja sama kawasan dan internasional.
“Bagi Indonesia upaya menciptakan kondisi kondusif di Rakhine State penting dan harus terus diupayakan, agar etnis Rohingya dapat kembali secara sukarela, aman dan bermartabat di rumah mereka di Rakhine State,” demikian pernyataan Retno.
Para imigram itu saat ini ditampung di bekas Kantor Imigrasi Lhoksemauwe, di Gampong Punteut, Kecamatan Blang Mangat, Kabupaten Aceh Utara. Retno menegaskan, Pemerintah Pusat dan Pemerintah daerah setempat berkerja sama dengan UNHCR dan IOM akan segera melakukan upaya-upaya lebih lanjut guna penanganan terhadap para migran etnis Rohingya itu. Masyarakat Aceh Utara dan lembaga sosial masyarakat Indonesia juga aktif memberikan bantuan kemanusiaan.
Malaysia
Secara terpisah, di Kuala Lumpur, Perdana Menteri Malaysia, Muhyiddin Yassin, mengatakan Malaysia tidak lagi dapat menerima pengungsi etnis Rohingya dari Myanmar. Alasannya ekonomi Malaysia tengah kesulitan dan sumber daya yang semakin menipis akibat pandemi Covid-19. Malaysia adalah salah satu tujuan utama imigran etnis Rohingya.
“Kita tidak bisa lagi mengambil lebih banyak (warga etnis Rohingya) karena sumber daya dan kapasitas kita sudah terbatas, diperparah oleh pandemi Covid-19," kata Muhyiddin dalam tele konferensi KTT ASEAN.
Malaysia, baru-baru ini menolak kedatangan perahu dan menahan ratusan orang Rohingya. Hal itu dilakukan di tengah meningkatnya kemarahan terhadap orang asing yang dituduh menyebarkan virus korona tipe baru penyebab Covid-19. Selain itu, kritik juga dilontarkan karena pemerintah mengambil anggaran negara yang tengah tertekan penanggulangan Covid-19 untuk menangani para imigran itu.
Muhyiddin mendesak badan PBB untuk pengungsi UNHCR mempercepat pemukiman kembali Rohingya di Malaysia ke negara ketiga. Lembaga itu mengatakan ada lebih dari 100.000 Rohingya di Malaysia meskipun sejumlah kelompok HAM mengatakan jumlahnya lebih tinggi. Muhyiddin juga menyerukan lebih banyak upaya untuk memerangi perdagangan warga etnis Rohingya.
Muhyiddin mendesak badan PBB untuk pengungsi UNHCR mempercepat pemukiman kembali Rohingya di Malaysia ke negara ketiga. Badan itu mengatakan ada lebih dari 100.000 Rohingya di Malaysia meskipun sejumlah kelompok HAM mengatakan jumlahnya lebih tinggi.
Ia menyatakan mereka semakin berisiko untuk dieksploitasi, diperbudak dan direkrut oleh kelompok militan. "ASEAN harus berbuat lebih banyak untuk membantu Myanmar, dan Myanmar juga harus berbuat lebih banyak untuk membantu dirinya sendiri agar krisis ini tidak terjadi di belakang kita," katanya.
Di sisi lain, UNHCR memuji Pemerintah Indonesia atas izin pendaratan darurat yang diberikan kepada para warga etnis Rohingya yang telah beberapa hari terombang ambing di perairan Indonesia. Sebagian besar dari mereka diduga adalah pengungsi Rohingya dan telah berada di laut dalam kondisi berbaya selama beberapa bulan. “Penyelamatan jiwa harus selalu menjadi prioritas utama. Kami memuji pihak otoritas di Indonesia yang telah mengijinkan kelompok pria, wanita dan anak – anak yang rentan ini untuk mendapatkan keselamatan,” ucap Ann Maymann, Kepala Perwakilan UNHCR di Indonesia.
Ditegaskan bahwa otoritas Indonesia telah beberapa kali mengambil tindakan yang patut dijadikan contoh oleh negara lainnya di kawasan ini. Indonesia memberikan bantuan kemanusiaan/ penyelamatan jiwa bagi orang – orang Rohingya di kapal di Aceh pada tahun 2015 dan 2018. “Kami sangat bersyukur untuk melihat semangat kemanusiaan yang sama saat ini,” kata Ann.
Fasilitasi dalam pendaratan darurat bagi kapal yang berada dalam kesulitan dan bantuan penyelamatan jiwa adalah tindakan kemanusiaan yang sangat penting untuk dilakukan. Di samping itu, ditegaskan bahwa kondisi penerimaan yang aman dan manusiawi, yang disertai akses perlindungan internasional, termasuk prosedur suaka, adalah hal yang sangat krusial.
Perwakilan Indonesia untuk Komisi Antarpemerintah ASEAN untuk Hak Asasi Manusia (AICHR), Yuyun Wahyuningrum, secara terpisah mengatakan di bawah hukum internasional, Indonesia harus mematuhi prinsip nonrefoulement dan menahan diri untuk tidak mengembalikan para pengungsi kembali ke laut atau ke tempat di mana mereka akan menghadapi risiko penganiayaan atau pelanggaran HAM berat.
Meskipun Indonesia belum menjadi negara pihak pada Konvensi Pengungsi tahun 1951, tetapi Indonesia telah meratifikasi Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik, yang mana Pasal 13 secara implisit menyatakan larangan pengusiran bersama. Selain itu, hak-hak pencari suaka dilindungi di bawah Deklarasi Hak Asasi Manusia ASEAN.
“Menurut Peraturan Presiden Indonesia No.125 / 2016, semua pencari suaka akan melalui beberapa proses, seperti identifikasi, penyediaan perawatan dan perawatan, tahanan, dan pengawasan. Otoritas Indonesia juga harus mendeteksi jika insiden perdagangan orang telah terjadi,” kata Yuyun. (REUTERS)